Wednesday 25 December 2019

Apakah Dosa Dilipatgandakan Di Bulan Dan Kawasan Yang Mulia?

Apakah Dosa Dilipatgandakan Di Bulan Dan Tempat Yang Mulia Apakah Dosa Dilipatgandakan Di Bulan Dan Tempat Yang Mulia?


Bismillah walhamdulillah wah shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du, dalam syari’at Islam yang mulia, telah dijelaskan adanya beberapa daerah dan bulan yang mempunyai kemuliaan, di antaranya ialah bulan Ramadhan yang sedang kita hadapi ini.
Suatu perilaku yang baik bagi seorang muslim ialah memuliakan sesuatu yang dimuliakan oleh Allah Ta’ala, termasuk memuliakan bulan Ramadhan ini. Sikap memuliakannya ialah berusaha melaksanakan banyak sekali bentuk ketaatan kepada Allah dan menjauhi semua kemaksiatan di bulan ini. Nah, lalu apakah yang akan didapatkan seseorang ketika melaksanakan ketaatan atau kemaksiatan di bulan ini?
Berikut ini pedoman tentang apakah keburukan dan kebaikan dilipatgandakan pada bulan Ramadhan? Jika jawabannya ya, kemudian apakah hal itu berlaku juga untuk bulan-bulan yang mempunyai keutamaan selain bulan Ramadhan? Bagaimana jikalau melaksanakan ketaatan dan kemaksiatan di tempat-tempat yang mempunyai keutamaan?
Fatwa Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid hafizhahullah
Fatwa no. 38213: Apakah keburukan dan kebaikan dilipatgandakan pada bulan Ramadhan?
Apakah benar bahwa keburukan dilipatgandakan di bulan Ramadhan, sebagaimana kebaikan dilipatgandakan juga? Apakah ada dalil yang menyampaikan hal itu?
Jawab:
“Segala puji bagi Allah, benar, kebaikan dan keburukan dilipatgandakan pada waktu dan daerah yang utama, akan tetapi di sana ada perbedaan antara pelipatgandaan kebaikan dengan pelipatgandaan keburukan. Adapun pelipatgandaan kebaikan adalah pelipatgandaan kuantitas dan kualitas. Maksud dari kuantitas ialah bilangan, sehingga satu kebaikan (dilipatgandakan) menjadi sepuluh kali lipat atau lebih. Sedangkan yang dimaksud dengan (pelipatgandaan) kualitas ialah pahalanya lebih besar dan lebih banyak. Adapun keburukan, maka pelipatgandaannya dalam kualitas saja, bahwa dosanya lebih besar dan siksanya lebih berat, namun dari sisi bilangan, maka satu keburukan dihitung satu (kesalahan) saja, mustahil dihitung lebih dari satu kesalahan.”
Disebutkan dalam kitab Mathalib Ulin Nuha (2/385) :
(وتضاعف الحسنة والسيئة بمكان فاضل كمكة والمدينة وبيت المقدس وفي المساجد، وبزمان فاضل كيوم الجمعة، والأشهر الحرم ورمضان. أما مضاعفة الحسنة: فهذا مما لا خلاف فيه، وأما مضاعفة السيئة، فقال بها جماعة تبعا لابن عباس وابن مسعود . . . وقال بعض المحققين: قول ابن عباس وابن مسعود في تضعيف السيئات: إنما أرادوا مضاعفتها في الكيفية دون الكمية ) اهـ .
“Kebaikan dan keburukan menjadi berlipatganda pada daerah mulia menyerupai Mekah, Madinah, Baitul Maqdis dan di masjid. Dan (berlipatganda pula) di waktu yang mulia menyerupai pada hari jum’at, bulan-bulan haram dan Ramadhan. Adapun pelipatgandaan kebaikan, maka ini ialah masalah yang tidak ada perselisihan (di antara ulama) tentangnya. Adapun pelipatgandaan keburukan, maka sekelompok ulama menyatakan hal itu, mereka mengikuti (pendapat) Ibnu Abbas dan Ibnu Mas’ud…. dan berkata sebagian ulama peneliti perkataan Ibnu Abbas dan Ibnu Mas’ud dalam pelipatgandaan keburukan mereka hanyalah memaksudkannya sebagai (pelipatgandaan) kualitas dan bukan kuantitas”.
Syaikh Bin Baz rahimahullah  pernah ditanya, “Apakah puasa menjadikan seorang muslim mendapat peleburan dosanya, baik kecil maupun besar? Apakah dosa sanggup berlipatganda ketika bulan Ramadhan?”.
Beliau menjawab, “perkara yang disyari’atkan bagi seorang muslim pada bulan Ramadhan dan di bulan selainnya ialah berjihad menundukkan jiwa yang banyak menyuruh kepada keburukan sehingga menjadi jiwa yang tenang, yang suka memerintahkan kebaikan dan mencintainya. Wajib baginya berjihad memerangi musuh Allah, yaitu iblis, hingga selamat dari kejahatannya dan tipu dayanya. Maka seorang muslim di dunia ini berada di dalam aktifitas jihad yang besar secara terus menerus, baik melawan jiwa (yang buruk), hawa nafsu, maupun setan. Hendaklah ia memperbanyak taubat dan istighfar pada setiap waktu dan kesempatan, akan tetapi waktu itu berbeda-beda antara yang satu dengan yang lain. Bulan Ramadhan ialah bulan yang paling mulia dalam setahun, ia merupakan bulan ampunan, rahmat dan pembebasan dari api Neraka. Jika suatu bulan itu mempunyai keutamaan dan suatu daerah itu mempunyai keutamaan maka dilipatgandakan kebaikan-kebaikan (di dalamnya), dan menjadi besar dosa keburukan-keburukan (yang dilakukan di dalamnya). Makara satu keburukan yang dilakukan pada bulan Ramadhan lebih besar dosanya daripada satu keburukan yang dilakukan di luar Ramadhan, sebagaimana satu ketaatan yang dilakukan di bulan Ramadhan lebih besar pahalanya di sisi Allah daripada satu ketaatan  yang dilakukan di luar Ramadhan.
Ketika (sudah diketahui bahwa) Ramadhan mempunyai kedudukan yang agung, maka tentunya ketaatan yang dilakukan di dalam bulan tersebut mempunyai keutamaan yang agung dan berlipat ganda pula dengan kelipatan yang banyak, sedangkan dosa maksiat yang dilakukan di dalamnya lebih parah dan lebih besar dosanya dibandingkan dengan dosa yang dikerjakan di bulan selainnya. Maka, seorang muslim hendaknya mengambil kesempatan di bulan yang diberkahi ini dengan melaksanakan ketaatan dan amal shalih serta berhenti dari melaksanakan keburukan. Semoga Allah ‘Azza wa Jalla menganugerahkan kepadanya penerimaan amal dan memberi taufik semoga istiqamah di atas (jalan) kebenaran. Akan tetapi, (kalau) keburukan/dosa, tetaplah semisal kemaksiatannya, tidak dilipatgandakan dalam jumlah, tidak di bulan Ramadhan dan tidak pula di bulan selainnya. Adapun kebaikan, maka dilipatgandakan menjadi sepuluh kali lipatnya hingga berlipat-lipat ganda dengan kelipatan yang banyak, menurut firman Allah ‘Azza wa Jalla dalam surat Al-An’aam:
مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا ۖ وَمَنْ جَاءَ بِالسَّيِّئَةِ فَلَا يُجْزَىٰ إِلَّا مِثْلَهَا وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ
“Barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan barangsiapa yang membawa perbuatan jahat maka beliau tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan)” (Al-An’aam :160).
Dan Ayat-Ayat yang semakna dengannya banyak jumlahnya. Demikian pula terkait dengan daerah yang mulia, menyerupai dua tanah haram yang mulia (Mekah dan Madinah), (kebaikan) dilipatgandakan di kedua daerah tersebut dengan kelipatan yang banyak, baik itu secara kuantitas maupun secara kualitas. Adapun keburukan, maka tidak dilipatgandakan secara kuantitas, namun dilipatgandakan secara kualitas (jika dilakukan) di waktu dan daerah yang mulia, sebagaimana telah berlalu instruksi akan hal itu, wallahu waliyyut taufiq”. (Sumber: Majmu’ Fatawa wa Maqalat mutanawwi’ah 15/446).
Syaikh Ibnu Utsaimin dalam “As-Syarhul Mumti’ (7/262) menyampaikan kebaikan dan keburukan dilipatgandakan pada daerah dan waktu yang mulia. Kebaikan dilipatgandakan dengan (pelipatgandaan) kuantitas dan kualitas, adapun keburukan,maka dengan pelipatgandaan kualitas, bukan dengan kuantitas .
Karena Allah Ta’ala berfirman dalam surat Al-An’aam -surat ini ialah surat Makkiyyah- :
مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا ۖ وَمَنْ جَاءَ بِالسَّيِّئَةِ فَلَا يُجْزَىٰ إِلَّا مِثْلَهَا وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ
“Barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan barangsiapa yang membawa perbuatan jahat maka beliau tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan)” (An-An’aam : 160)
Dan Allah berfirman:
{مَنْ يُرِدْ فِيهِ بِإِلْحَادٍ بِظُلْمٍ نُذِقْهُ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ}
“Barangsiapa yang bermaksud di dalamnya (Masjidil Haram) melaksanakan kejahatan secara zalim, pasti akan Kami rasakan kepadanya sebahagian siksa yang pedih” (Al-Hajj:25) [1],
(Di dalam Ayat ini) Allah  tidaklah berfirman “(niscaya) Kami lipatgandakannya untuknya,” namun berfirman
{نُذِقْهُ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ}
“Niscaya akan Kami rasakan kepadanya sebahagian siksa yang pedih.”
“Maka, (kesimpulannya) pelipatgandaan keburukan di Mekah atau di Madinah ialah pelipatgandaan kualitas. [Maksudnya: Siksanya lebih pedih dan menyakitkan, (hal ini) menurut firman Allah Ta’ala
{مَنْ يُرِدْ فِيهِ بِإِلْحَادٍ بِظُلْمٍ نُذِقْهُ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ }
“Barang siapa yang bermaksud di dalamnya (Masjidil Haram) melaksanakan kejahatan secara zalim, pasti akan Kami rasakan kepadanya sebahagian siksa yang pedih. (Al-Hajj:25)[3].
Wallahu a’lam”. 
***
Catatan kaki
[1] Kalimat ini tidak penulis temukan di kitab aslinya:  Asy- Syarhul Mumti‘ 7/227, wallahu a’lam
[2] Kalimat ini tidak penulis temukan di kitab aslinya:  Asy- Syarhul Mumti‘ 7/227, wallahu a’lam
___
Penerjemah: Ust. Sa’id Abu Ukasyah
Sumber : Muslim.or.id
banner
Previous Post
Next Post