Saturday, 8 February 2020

Setahun Syeikh Buthi: Resensi Kitab Hadza Walidi (Bagian I)

Oleh; Rizki Syahputra, Lc.


Sekilas wacana Penulis

Penulis buku ini, Syekh Muhammad Said Ramadhan Al-bhouthi populer sebagai ulama Rabbani yang mendunia. Dilahirkan di Cileka 1929 di Bhouthan (perbatasan antara Turki dan Suriah).  Karena hegemoni Attaturk yang menguasai Turki dan melarang segala bentuk praktik islam di Turki pada ketika itu, kemudian keluarganya hijrah ke Suriah. Syekh Bhouthi berguru dengan syekh Hasan Al-Bannakah di Ma’had al-Taujih Islami Damaskus dan kemudian dia melanjutkan studi di Universitas Al-azhar, Mesir. 

Beliau ialah ulama yang sangat produktif dalam menulis, salah satu karya besar Syekh Bhouthi ialah kitab Fiqh al-sirah, yang dia tulis ketika masih remaja. Bisa dibilang, dalam waktu  satu bulan syekh Bhouthi sanggup menerbitkan satu atau dua buku. Beliau juga aktif mengajar di mesjid Al-Umawi di Damaskus, dan beberapa mesjid di Suriah lainnya. Konon, majelis dia tersebut selalu di penuhi oleh ratusan jamaah.

Sebenarnya, dibalik kepribadian dan kesuksesan syekh Al-bhouthi ada sosok yang sangat mensugesti kehidupan beliau. Sosok inilah yang bekerjsama menjadi acuan Syekh Bhouthi dalam banyak sekali hal. Sosok ini pula yang mendidik Syekh Bhouthi hingga menjadi seorang ulama rabbani yang mendunia. Beliau ialah Mulla Ramadhan Al-bhouthi, ayah dari Syekh Said Ramadhan Al-bhouthi sendiri.  

Ide untuk menuliskan buku ini

Walaupun Syekh Bhouthi sangat mengagumi  ayahnya, dia sama sekali tidak menulis biografi syekh Mulla hingga ketika beberapa sobat Syekh Mulla  meminta syekh Bhouthi untuk menulis biografi ayahnya demi mengenang jasa-jasa Mulla Ramadhan.

Meski demikian, Syekh Bhouthi tetap khawatir kalau seandainya hal tersebut tidak diridhai oleh Mulla Ramadhan.  Telebih dia memandang kehormatan orang yang sudah wafat sama ibarat yang masih hidup. Namun syekh Bhouthi teringat bahwa Mulla Ramadhan sering membacakan kepadanya kisah-kisah ulama Kurdi untuk diambil pelajaran. Dan Mulla juga menyayangkan kisah-kisah tersebut tidak ditulis oleh siapapun hinga jadinya karam ditelan waktu.  Oleh Karena itu syekh Bouthi berniat menulis biografi Mulla Ramadhan ini semoga masyarakat  dapat mengambil ibrah dari perjalanan kehidupan beliau. Syekh Bhouthi mulai menulis buku ini sehabis beristikharah dan memohon petunjuk Allah. 

Akan tetapi buku ini tidak hanya berbicara wacana perjalaanan kehidupan Mulla Ramadhan, tapi juga kehidupan syekh Bhouthi dan keluarga beliau. Buku ini mengajak pembaca untuk mencicipi bagaimana indahnya besar dalam keluarga ulama. Tak diragukan lagi, membacanya satu hingga beberapa kali, pembaca akan mencicipi sendiri perubahan dalam diri yang sanggup diambil dari buku ini.

Mengenal Sosok Mulla Ramadhan Al Bouthi

Di serpihan pertama dari kitab ini, syekh bhouthi menceritakan latar belakang Mulla Ramadhan dimana dia dilahirkan tahun 1988 dari orangtua yang bersuku Kurdi. Juga dia menceritakan kisah perjalanan Mulla dalam menuntut Ilmu serta  sistem pembelajaran Ilmu agama didaerah perkampungan Kurdi yang unik, hingga penyakit yang diderita Mulla Ramadhaan ketika masih muda yang menciptakan dia hampir meninggal. Konon ketika dia terjangkit penyakit tersebut dia pernah melihat malaikat maut ingin mencabut nyawa beliau. Namun atas izin Allah dia sembuh sehabis Ayah dia bernazar kalau dia sembuh dari penyakit maka dia akan menginfakkan beberapa domba. 

Mulla Ramadhan juga pernah mengikuti jihad  perang dunia pertama di maritim hitam hingga di perbatasan Turki Usmani dan Rusia. Namun peperangan tersebut membuahkan hasil  yang pahit bagi Mulla Ramadhan, sebab dia  mengikuti peperangan dengan niat jihad fi sabilillah mempertahankan khilafah Islam.  Akan tetapi para prajurit  kekhalifahan  justru lalai dalam melakasanakan perintah Allah, bahkan sebagian ada yang berbuat maksiat. Saat itu Mulla Ramadhan sudah mengerti bahwa khilafah Islam diambang keruntuhan. 

Pernikahan

Mulla Ramadhan  menikah dengan dengan pemudi yang masih kerabat dengan dia berjulukan Manji. Dari rahim istri pertama lahirlah  anak laki-laki satu-satunya yaitu  Syekh Muhammad Said Ramadhan Al-bhouthi. Mulla Ramadhan kemudian membawa bayi pertama dia kepada seorang gurunya yang sangat dia hormati, dia ialah Syekh Said , salah seorang ulama Kurdi  yang populer dengan julukan Syekh Saidan. Syekh Said pun memeluk bayi tu dan berdoa untuknya sekaligus menamai bayi itu dengan namanya, Muhammad Said. 

Setahun sehabis kelahiran anak lelakinya, Mulla ramadhan melaksanakan ibadah manasik haji ke Baitullah. Dan selepas pulang dari haji itu dia terjangkit lagi penyakit yang parah. Dalam kondisi demikian yang dia fikirkan ialah bagaimana kalau dia meninggal sedangkan anak lelakinya itu tidak ada yang mendidik. Beliau khwatir kalau hingga anaknya tumbuh dan terpengaruh oleh suasana kampung Kurdi yang masih udik dan jauh dari agama. Karena itu sehabis dia sembuh Mulla Ramadhan pun menulis sebuah buku khusus untuk anak dia yang berisi nasehat dan wasiat yang harus dijalani ketika anaknya beranjak dewasa. 

Hal ini menunjukkan  tingkat kepedulian Mulla Ramadhan terhadap anak dan keluarga beliau. Walaupun dia seorang Ulama yang masyhur namun dia hanya menulis satu kitab dan hanya diperuntukkan untuk anak lelaki dia satu-satunya yaitu Syekh Said Ramadhan Al-bhouthi. Walhasil , syekh Bhouthipun menjadi ulama rabbani yang namanya terdengar keseantero dunia. Keilmuannya tidak diragukan, baik dalam bidang aqli maupun naqli. Beliau tak hanya menguasai agama, namun juga menguasai filsafat. Tulisan disertasi dia dibidang Maslahat Mursalah merupakan yang paling detail dan dalam.  Semua ini tidak lepas dari efek Mulla Ramadhan dalam kehidupan beliau. 

HIjrah ke Damasakus.

Tahun 1923 khilafah Islam ditumbangakan oleh Attaturk dan  melarang segala praktik yang berbau Islam. Mesjid dihentikan mengumandangkan Azan berbahasa arab tapi harus dengan bahasa Turki. Alquran berbahasa Arab dilenyapkan kemudian diganti dengan bahasa Turki. Majelis-majelis keilmuan di Turki ditiadakan. Dan ia juga mengganti karakter arab dengan karakter latin dan memaksa laki-laki dan perempuan mengenakan dandanan ala barat serta memaksa perempuan melepaskan jilbab dan niqab. Semua ini dilakukan oleh Attaurk untuk memusnahkan Islam sehabis menumbangkan Kekhalifah dari Turki. 

Dalam kondisi ibarat ini murid Mulla Ramadhan berjulukan Mulla Yusuf tiba kepada dia sambil menangis sebab dia bermimpi melihat Rasulullah memerintahkannya dan Mulla Ramadhan untuk Hijrah dari turki. 

Oleh sebab situasi yang tidak nyaman di Turki pada ketika itu, Mulla Ramadhan berinisiatif pindah ke Negara lain, yaitu Suriah. Akan tetapi dia masih ragu dan khawatir kalau seandainya hijrah itu akan membahayakan dia dan keluarga. Namun ketika dia mentadabur Al Alquran hingga di pertengahan surat An-nisa, dia menemukan sepotong ayat, disana seperti Allah menjawab akan kekhawatirannya:

“Dan barangsiapa berhijrah dijalan Allah, pasti mereka akan mendapatkan dibumi  ini tempat hijrah yang luas dan (rezeki) yang banyak. Dan barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah sebab Allah dan Rasul-Nya, kemudian janjkematian menimpanya (sebelum hingga ke tempat yang dituju)), maka sungguh,pahalanya telah ditetapkan di sisi Allah. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. (An-Nisa: 100)

Lalu Mulla Ramadhan bermusyawarah dengan Istri  dan mengambil komitmen dari Istri dia semoga tetap setia dan sabar mendapatkan segala ketentuan Allah yang akan terjadi. Setelah mendengar persetujuan dari Istrinya, kemudian Mulla Ramadhan berkemas-kemas untuk melaksanakan perjalanan. Tanah pertanian yang dimiliki Mulla ditingalkan begitu saja untuk kerabat karib beliau. 

Dengan hanya  mengantongi 8 lira emas, perjalan berbahaya tersebut dilakukan dengan menumpangi sampan menyusuri sungai Dajla hingga ke perbatasan Turki dan Suriah. Jika saja tentara Attaturk melihat, mereka akan eksklusif ditangkap dan ditembak.

Namun Allah melindungi Mulla dan dan keluarganya, sepanjang perjalanan dia tidak pernah berhenti berzikir hingga jadinya atas izin Allah dia melewati perbatasan Turki dan hingga di perkampungan pertama wilayah Suriah berjulukan Ain Diwar. Disana dia dan keluaraga beristirahat selama beberapa hari dan memeperoleh kewarganegaraan Suriah serta akte kelahiran Syekh Bhouthi.

Bersambung ke bagian II


Judul Buku  : Hadza Walidi (inilah Ayahku) 
Penulis        : Syekh Al-syahid Muhammad Said Ramadhan Al-bhouthi
Penerbit      : Dar al-fikri
Tanggal Terbit : 2010 cetakan ke 12
Halaman      : 199
Kategori      : Biografi
Teks          : Bahasa Arab
banner
Previous Post
Next Post