Tuesday 1 October 2019

Amalan Bulan Sya'ban, Menu Allah Bagi Hamba-Nya

Oleh: Ali Akbar Alfata*
(Image: pixabay.com)
Bulan Sya’ban merupakan bulan ke delapan dalam kalender hijriah. Ia berada di antara bulan Rajab dan Ramadhan. Bulan Sya’ban merupakan bulan yang sangat istimewa bagi umat Islam, mengingat banyak arahan Rasulullah yang menunjukkan hal tersebut. Umat Islam mempunyai aneka macam cara untuk mengagungkan bulan ini, tentu saja sesuai dengan aliran Rasulullah. Bulan Sya’ban juga dikenal sebagai bulan terjepit, lantaran kedua bulan sebelum dan sesudahnya sangat agung, mempunyai sangat banyak keistimewaan. 

Bulan Rajab merupakan bulan di mana Nabi melaksanakan isra’ dan mi’raj, kemudian mendapatkan perintah salat sehari semalam lima waktu. Adapun bulan Ramadhan sudah sangat masyhur fadhilahnya, diantaranya yaitu adanya malam lailatul qadar, dan lain-lain. Oleh lantaran itu, bulan Sya’ban seakan terlupakan lantaran banyaknya amalan-amalan yang kita kerjakan di bulan lain.

Padahal, bulan Sya’ban yaitu saat-saat agung yang Allah sediakan bagi kita, keberkahan dan kebaikan tumpah ruah menyelimuti segenap makhluk-Nya. Pintu taubat terbuka sangat lebar bagi yang mengemis ampunan-Nya. Allah menyebabkan bulan Sya’ban sebagai kerikil loncatan menuju Ramadhan. Barangsiapa yang mempersiapkan dirinya pada bulan agung ini dengan sungguh-sungguh, maka akan gampang baginya menempuh jalan di bulan Ramadhan, dan menuju puncak kemenangan pada bulan Syawal.

Menurut para ulama, ada beberapa alasannya penamaan bulan Sya’ban. Beberapa ulama menyampaikan bergotong-royong dinamakan Sya’ban lantaran yatasy’abu khairan katsiran atau mempunyai cabang-cabang kebaikan. Ada juga yang menyampaikan bergotong-royong Sya’ban berasal dari sya'baan, artinya terpampangnya keutamaan atau banyaknya keutamaan pada bulan ini. Selain itu, sebagian ulama menafsirkan Sya’ban sebagai syi’bu yang artinya jalanan di gunung, yaitu jalan kebaikan, serta masih banyak lagi makna bulan Sya’ban lainnya.

Terlihat sangat terang dari namanya saja sudah banyak sekali mengandung unsur kebaikan dan keutamaan. Tak heran bila umat Islam di seluruh dunia bersukacita akan datangnya bulan ini. Diantara amalan yang paling masyhur dilakukan pada bulan Sya’ban yaitu memperbanyak puasa. Seperti sebuah hadis,

عن عائشة رضي الله عنها قالت : (كان رسول الله صلى الله عليه و سلم يصوم حتى نقول لا يفطر, و يفطر حتى نقول لا يصوم, فما رأيت رسول الله صلى الله عليه و سلم استكمل صيام شهر قط إلا شهر رمضان و ما رأيته أكثر صياما منه في شعبان)

Diriwayatkan dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bergotong-royong dia berkata, “Dulu Rasulullah Saw. berpuasa hingga kami menyampaikan bergotong-royong dia tidak berbuka puasa, dan dia berbuka puasa hingga kami menyampaikan bergotong-royong dia tidak berpuasa, dan saya tidak pernah melihat Rasulullah Saw. menyempurnakan puasa dalam sebulan kecuali di bulan Ramadahan, dan saya tidak pernah melihat dia berpuasa yang lebih banyak dari bulan Sya’ban (selain Ramadhan).”

Hadis ini sekilas menggambarkan kepada kita bagaimana Rasulullah memperbanyak puasanya pada bulan Sya’ban. Hadis ini menjadi dalil besar lengan berkuasa untuk berpuasa pada bulan Sya’ban.

Diantara limpahan rahmat Allah pada bulan Sya’ban yaitu bergotong-royong bulan ini merupakan bulan untuk memperbanyak lagi shalawat kita kepada Nabi Muhammad Saw. lantaran bulan ini merupakan bulan turunnya QS. Al-Ahzab ayat 56 yang menyerukan shalawat kepada baginda Nabi.

((إن الله و ملائكته يصلون على النبي يا أيها الذين آمنوا صلوا عليه و سلموا تسليما))

"Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat pada Nabi. Hai orang-orang beriman, bershalawatlah kau sekalian kepada Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan padanya."

Bulan Sya’ban juga merupakan bulan di mana diangkatnya amalan kita. Oleh lantaran itu, Rasulullah mengisyaratkan biar ketika amalan kita diangkat, kita berada dalam keadaaan berpuasa. Dalam sebuah hadis Rasulullah Saw. bersabda:

((ذلك شهر يغفل الناس عنه, و هو شهر ترفع فيه الأعمال إلى رب العالمين, فأحب أن يرفع عملي و أنا صائم))

“Ia yaitu bulan di dikala insan banyak yang lalai (dari bederma shalih) di antara Rajab dan Ramadhan. Dan ia yaitu bulan diangkatnya amalan kepada Rabb semesta alam. Maka saya bahagia apabila amalan-amalanku diangkat oleh Allah dan saya sedang berpuasa.”

Ada sebuah kaidah yang memang sudah masyhur di kalangan ulama, bergotong-royong nilai keistimewaan sebuah zaman atau bulan atau jenis waktu apapun itu ditentukan dengan nilai kejadian yang terjadi pada zaman tersebut. Semakin agung dan mulia kejadian yang terjadi pada sebuah zaman maka semakin agung dan mulia pula zaman tersebut. Oleh alasannya itu, keagungan bulan Sya’ban selain lantaran memang petunjuk Rasulullah Saw, juga terjadi lantaran kejadian yang agung, menyerupai diangkatnya amalan, bulan dianjurkannya bershalawat, dan lain sebagainya.

Dalam kitab Madza fi Sya’ban yang ditulis oleh ulama besar ahlussunnah Sayyid Muhammad bin Abbas Al-‘Alawi Al-Maliki, ada pernyataan yang sangat anggun berkaitan ihwal kaidah yang kita jelaskan tadi.

أننا لا نعظم الزمان لأنه زمان, ولا مكان لأنه مكان, لأن هذا عندنا من الشرك. و لكن, ننظر لما هو أعلى من ذلك و أكبر و أعظم, و لا نعظم الأشخاص بذواتها الجسمية و العظيمة, و إنما ننظر إليها من حيث مقامها ووجهاتها و جاهها و رتبتها و شرفها, و حبها و محبوبيتها, فهل من إثم أو زور في ذلك؟

“Kita tidak mengagungkan sebuah zaman lantaran semata-mata zaman tersebut, kita juga tidak mengagungkan sebuah daerah lantaran semata-mata daerah itu, lantaran itu bagi kita yaitu syirik. Akn tetapi, yang kita lihat merupakan hal yang lebih besar dan istimewa lagi. Seperti kita mengagungkan seseorang itu lantaran bentuk jasmaninya semata, yang kita lihat yaitu kedudukannya serta kemulian yang ada padanya, maka apakah ada problem dengan hal itu?”

Pernyataan ini keluar menjawab dakwaan-dakwaan beberapa golongan yang menganggap kita terlalu mengkotak-kotakkan amalan kita, padahal kita bederma lebih pada waktu atau daerah tertentu lantaran kemulian waktu dan daerah tersebut. Mengejarkan amalan pada waktu-waktu mulia menyerupai Sya’ban ini juga sebagai sarana recharge semangat gres dalam beramal. Manusia dalam perjalanan hidupnya tak lepas dari pasang surut keimanannya, momen-momen menyerupai inilah yang kita jadikan sebagai ajang tajdid bagi diri kita dalam menunaikan amalan yang lebih banyak lagi.

Segala limpahan rahmat-Nya menghampar segenap makhluk-Nya, bulan Sya’ban telah Allah jadikan sebagai ladang amal bagi kita, alangkah sayangnya apabila tidak dikerjakan, padahal Allah telah menyediakan segalanya bagi kita. Amalan di bulan Sya’ban layaknya masakan lezat yang tersusun rapi di bawah tudung saji, baunya memikat setiap orang, ada aneka macam macam jenis makanan, tapi masakan lezat pun tidak terasa lezat jikalau tidak dimakan. Jadi, apakah kita hendak mendapatkan masakan yang telah Allah sediakan bagi kita atau tidak?[]

*Penulis merupakan mahasiswa tingkat 1 Fakultas Ushuluddin Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir

banner
Previous Post
Next Post