Thursday, 16 January 2020

Aceh Dan Darurat Pengangguran

Pelamar CPNS di Aceh/ Sumber Foto harianaceh.co
Oleh: Yasmin Thahira*

Pengangguran atau tunakarya ialah sebutan untuk orang-orang yang tidak bekerja sama sekali, bekerja kurang dari dua hari dalam seminggu, atau seseorang yang sedang berusaha mendapat pekerjaan yang layak. Pengangguran umumnya terjadi sebab jumlah angkatan kerja tak seimbang dengan kesempatan kerja yang tersedia.

Selama bertahun-tahun tingginya angka pengangguran menjadi problem yang belum sanggup diatasi pemerintah Indonesia, Aceh khususnya. Memang berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah pengangguran di Aceh hingga Februari 2014 berkurang sekitar 60 ribu orang dibandingkan dengan keadaan Agustus 2013. 

Dimana pada Agustus 2013 kemudian tercatat 207 ribu orang tidak bekerja dan hingga Februari 2014 jumlah pengangguran hanya 147 ribu orang. Tapi ini bukanlah jumlah yang sedikit. Di samping itu, sebagian besar dari jumlah tersebut merupakan pengangguran terdidik alias lulusan sekolah tinggi tinggi.

Tingginya jumlah sarjana yang tak sebanding dengan jumlah lapangan kerja menempatkan Aceh dalam kondisi “darurat pengangguran”. Harusnya pemerintah lebih serius menanggulangi problem ini, mengingat 2015 nanti Indonesia akan menghadapi pasar bebas ASEAN yang tentunya akan meningkatkan persaingan pencari kerja.

Diperkirakan Aceh akan mengalami ledakan pengangguran. Amat disayangkan. Provinsi dengan sumber daya alam yang begitu besar ini harus menghadapi problem pengangguran. Jika tidak segera diselesaikan, dikhawatirkan angka kemiskinan akan semakin melonjak. Mengingat eratnya kaitan antara pengangguran dan kemiskinan. Hal ini akan menghipnotis juga tingkat kriminalitas, dan problem sosial lainnya.

Beberapa hari menjelang Idul Fitri 2014 yang kemudian penulis pernah menjadi korban penjambretan. Pelakunya sekilas terlihat masih sangat muda. Dan ternyata penulis bukanlah korban pertama. Beberapa hari sebelumnya juga terjadi kejadian yang sama di tempat tersebut. Selain itu, semakin mendekati lebaran, curanmor pun semakin marak.

Dari tahun ke tahun setiap menjelang lebaran harga barang dan kebutuhan pokok di Aceh bahkan di Indonesia melonjak naik. Sehingga semakin sulit untuk masyarakat menengah ke bawah untuk memenuhi kebutuhan. Mungkin ini juga merupakan salah satu pendorong pelaku untuk melaksanakan agresi tersebut.

Di usia produktif seharusnya cowok Aceh mencari nafkah dengan cara yang benar untuk memenuhi kebutuhannya. Tapi di sisi lain, sempitnya lapangan kerja yang disediakan menyulitkan mereka untuk memenuhinya. Sehingga selain kemiskinan, pengangguran ini juga menjadikan problem lain yaitu kriminalitas.

Solusi Islam terhadap Pengangguran
Sebenarnya Islam sudah mengajarkan cara yang ideal untuk mengatasi problem pengangguran. Pada masa Rasulullah Saw. seseorang dari Anshar tiba menemui baginda Rasulullah untuk meminta-minta. Rasulullah bertanya kepadanya, “Apakah kau mempunyai sesuatu di rumahmu?” Pengemis itu menjawab, “Saya mempunyai pakaian dan cangkir.” Kemudian Rasulullah mengambil sebagian pakaian dan cangkir tersebut untuk dijual kepada para sahabat lainnya. Salah seorang sahabat sanggup membeli barang-barang tersebut seharga dua dirham.

Selanjutnya Rasulullah membagi uang yang didapat tersebut untuk sebagian dibelikan keperluan kebutuhan keluarga pengemis, dan sebagian lagi dibelikan kapak sebagai alat yang sanggup dipakainya untuk bekerja berdikari mencari kayu bakar. Akhirnya dengan usahanya sang pengemis mendapat uang sebanyak sepuluh dirham.

Dari cerita tersebut kita melihat bahwa penyelesaian problem pengangguran merupakan kiprah dari pemerintah. Dalam konteks hadis tersebut, selain membantu menyediakan kebutuhan (makanan pokok) Rasulullah juga membantu cowok Anshar tersebut untuk melihat peluang usaha. Yaitu dengan membelikan kapak sebagai modal untuk mencari kayu bakar.

Teladan ini layak dijadikan contoh berpikir bagi pemerintah Aceh untuk mengatasi problem pengangguran. Apalagi Aceh mempunyai otonomi khusus dan ditunjang dengan Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA)  yang melimpah. Kita berharap realisasi anggaran tersebut lebih sempurna sasaran. Misalnya untuk menumbuhkan peluang kerja sehingga kesejahteraan masyarakat sanggup meningkat. Sudah cukup Aceh mengalami Darurat Militer, jangan hingga problem berganti dengan darurat pengangguran.

Problem pengangguran yang dikala ini menjadi problem krusial bagi masa depan Aceh  juga patut menjadi perhatian kita, mahasiswa Aceh di Mesir. Tanpa kepedulian dan kiprah aktif kita,  maka problem pengangguran ini sanggup menjadi bom waktu yang bersifat high eksplosif yang sanggup meruntuhkan masa depan bangsa Aceh.

Lulusan Al-Azhar Mesir dengan potensi besarnya harusnya sanggup menjadi modal perbaikan kualitas kehidupan masyarakat Aceh di masa mendatang. Kiranya kita sanggup mempersiapkan diri sedini mungkin untuk siap berdikari dan berdikari dikala kembali ke Nanggroe.


*Alumnus Bustanul Ulum Langsa dikala ini kuliah di Univ. Al Azhar, Kairo. Jur. Ushuluddin.

*Tulisan ini sudah dimuat pada Buletin el Asyi KMA, rubrik Haba Nanggroe, Edisi 120. 
banner
Previous Post
Next Post