"Tidak ada yang menyebabkan saya melarikan diri dari negeriku, kecuali dari kalimat tersebut," Kata Ikramah.
Nakhkoda tetap berkeras, kalau tidak, ia tidak akan membawanya berlayar. Dalam keadaan ini, tiba-tiba ada bunyi memanggilnya, yang ternyata istrinya sendiri, Ummu Hakim binti Harits bin Hisyam, yang telah memeluk agama Islam. Ikrimah menghentikan pertengkarannya dengan sang nakhkoda dan berpaling pada istrinya.
Ummu Hakim setengah berteriak berkata, "Wahai putra pamanku, saya telah tiba kepadamu dari sisi orang yang paling banyak menyambung silaturahmi, sebaik-baiknya insan dan semulia-mulianya manusia, janganlah engkau binasakan dirimu sendiri."
Setelah dekat, ia berkata lagi, "Sesungguhnya saya telah meminta jaminan keselamatan untukmu dari Rasulullah SAW."
"Engkau telah melakukannya?" Kata Ikrimah setengah tidak percaya.
Istrinya menjawab, "Ya, saya telah berbicara dengan Nabi SAW dan meminta jaminan keselamatan untukmu. Dan dia memperlihatkan jaminan keselamatan itu untukmu!"
Tampaknya tidak banyak pilihan bagi Ikrimah, lantaran nakhkoda kapal sendiri menolak membawanya kecuali kalau ia membaca syahadat, yang artinya harus memeluk Islam. Padahal hal itu menjadi sakah satu alasannya ia ingin lari ke Yaman. Ikrimah memenuhi ajakan istrinya, dan mereka berdua berjalan kembali ke Makkah.
Ummu Hakim menceritakan kalau budak Rumawi yang mengantarkannya mencoba untuk menodai kehormatannya, kemudian ditolong oleh orang-orang dari Bani 'Akk, yang menangkap dan mengikatnya. Ikrimah menjadi marah, dan sehabis menemui budaknya itu dan membunuhnya. Ketika Ikrimah ingin menggauli istrinya, Ummu Hakim menolaknya dan berkata kalau dia masih musyrik sedang dirinya seorang muslimah. Ikrimah berkata, "Sesungguhnya perkara (agama) yang menghalangimu untuk kugauli itu sangatlah besar."
Di Makkah, Nabi SAW yang telah mengetahui bahwa Ummu Hakim berhasil membawa kembali suaminya, bersabda kepada para sahabat, “Ikrimah bin Abu Jahl akan tiba kepada kalian sebagai orang yang beriman dan berhijrah, maka janganlah kalian mencaci bapaknya, lantaran cacian terhadap mayit akan menyakiti orang yang hidup, dan cacian tidak akan hingga kepada si mati."
Ikrimah belumlah menyatakan beriman dan memeluk Islam. Ia kembali ke Makkah hanya lantaran ada jaminan keselamatan menyerupai yang dikatakan istrinya. Tetapi pandangan Rasulullah SAW memang bisa “menembus” ruang (tempat) dan waktu. Ketika melihat kedatangannya, Rasulullah SAW melompat mendekatinya dengan penuh gembira, hingga dia tidak sadar bahwa pundak dia terbuka tanpa kain selendang yang menutupinya.
Ketika telah berhadapan, Ikrimah menanyakan perihal kebenaran jaminan keselamatan dirinya yang diminta oleh istrinya, dan Nabi SAW membenarkannya. Ikrimah bertanya lagi perihal risalah yang dibawa Nabi SAW, dan dia menjelaskannya dengan panjang lebar pokok-pokok fatwa agama Islam. Perkataan dia yang bijak tanpa tidak ada nada paksaan sepertinya membuka pintu hatinya. Setelah klarifikasi dia tersebut, Ikrimah berkata, "Demi Allah, apa yang engkau seru yaitu kebaikan, dan kepada urusan yang indah lagi baik. Demi Allah, sebelum engkau menyeru kami kepada risalah yang engkau bawa, engkau yaitu orang yang terpercaya dan paling baik di antara kita."
Nabi SAW merasa bahagia dengan penuturan Ikrimah ini, dan saat Ikrimah meminta Nabi SAW untuk mengajarkan kebaikan yang harus ia katakan lagi, Rasulullah memintanya membaca dua kalimah syahadah. Ternyata ia memenuhi ajakan Nabi SAW, diucapkannya dua kalimah syahadah tanpa keraguan sedikitpun.
Belum cukup juga, ia bertanya kepada dia perihal apa yang harus dikatakan untuk memperlihatkan kemantapannya memeluk Islam, Nabi bersabda, "Katakanlah, saya mengambil Allah sebagai saksi, dan saya bersaksi di hadapan orang-orang yang hadir, bahwa saya yaitu seorang Islam yang berjihad dan berhijrah."
Ikrimah mengucapkan perkataan yang diajarkan Nabi SAW tersebut dengan penuh keyakinan. Dan Nabi SAW tampak begitu gembira, sehingga dia menyatakan akan memenuhi apapun ajakan Ikramah sejauh yang dia bisa berikan pada seseorang. Mendengar penuturan ini, Ikrimah berkata, "Ya Rasulullah, hendaknya engkau memohonkan ampunan bagiku atas setiap permusuhanku terhadapmu, atas setiap perjalanan yang untaku kupacu kencang untuk memusuhimu, atau dimanapun saya menemuimu untuk menyakitimu, juga atas setiap ucapan yang keluar dari mulutku, di hadapanmu atau di belakangmu."
Nabi SAW pun mendoakan keampunan menyerupai yang diminta Ikrimah, dan para sobat yang hadir mengamininya.
"Aku telah ridlo, ya Rasulullah," Kata Ikramah, kemudian melanjutkan, "Demi Allah, ya Rasulullah, saya akan mengorbankan hartaku di jalan Allah, dua kali lebih banyak daripada harta yang kupakai untuk menghalangimu di jalan Allah sebelum ini. Dan saya akan berperang di jalan Allah, dua kali lebih banyak daripada peperangan yang telah saya lakukan untuk menghalangimu di jalan Allah sebelum ini."
Sesuai dengan janjinya, Ikrimah selalu menyertai Rasulullah SAW dalam setiap peperangan yang terjadi sehabis keislamannya itu. Dalam perang Hunain, dimana pada awalnya pasukan muslim sempat terdesak dan kocar-kacir, Suhail bin Amr yang menyertai perang itu walau belum memeluk Islam, berkomentar dengan sinis, "Muhammad dan para sahabatnya tidak akan bisa memperbaiki apa yang telah hilang dari mereka, dan tidak akan pernah bisa mendapatkannya lagi."
Mendengar perkataan Suhail tersebut, Ikrimah membantahnya dengan berkata, "Ini bukanlah ucapan yang sempurna dan urusan ini sedikitpun bukan hak Muhammad. Jika hari ini ia dikalahkan, maka besok ia akan mempunyai kesudahannya sendiri."
Mendengar perkataan Ikrimah ini, dengan keheranan Suhail berkata, "Demi Allah, bergotong-royong jaman dimana engkau memusuhi Muhammad gres saja engkau tinggalkan."
"Hai Abu Yazid," Kata Ikrimah, "Demi Allah, dulu itu kita telah memacu kuda kita untuk tujuan yang sia-sia, sedang logika kita yaitu logika kita sendiri. Kita dulu menyembah kerikil yang tidak bisa memberi manfaat dan madharat apapun pada kita."
Suhail tak bisa lagi mendebat pernyataan Ikrimah tersebut.
Ikrimah pernah ditugaskan Rasulullah SAW menjadi pemungut zakat dari Bani Hawazin saat dia sedang berhaji. Bahkan saat Nabi SAW wafat, ia sedang mengemban kiprah Nabi SAW di tempat Tabalah, sebuah kotadi Yaman yang cukup terkenal. Ikrimah sendiri alhasil mati syahid dalam pertempuran Ajnadain, pertempuran melawan pasukan Romawi pada jaman Khalifah Abu Bakar. Tetapi sebagian ulama menyatakan bahwa Ikrimah syahid pada pertempuran Yarmuk pada jaman Khalifah Umar bin Khaththab.
Pada riwayat yang menyebutkan ia syahid pada perang Yarmuk, saat itu ia menyongsong musuh dengan beberapa sahabat, Khalid bin Walid sebagai komandan pasukan sempat mencegahnya,"Jangan berbuat begitu, sungguh kematianmu akan terasa berat bagi kaum muslimin…"
Ikrimah dengan tegas berkata, "Biarkan aku, ya Khalid, sungguh engkau telah sempat berjuang bersama Rasulullah SAW, sedang saya dan ayahku berada pada barisan yang paling keras menentang beliau…"
Kemudian ia berseru pada orang-orang yang memngikutinya untuk berba'iat atas maut (syahid) bersama dirinya, di antaranya yaitu pamannya Harits bin Hisyam dan Dhirar bin Azwar, dan mereka mengikutinya. Ketika pertempuran berakhir, tiga orang terluka parah berdekatan, Ikrimah, Harits bin Hisyam dan Ayyasy bin Abi Rabiah. Harits meminta air untuk minum, saat dibawakan, ia melihat Ikrimah dan berkata, "Berikan air ini pada Ikrimah!"
Airpun dibawa ke Ikrimah. Ketika hampir minum, Ikrimah melihat Ayyasy dan berkata, "Berikan air ini pada Ayyasy!"
Airpun dibawa ke Ayyasy, tetapi Ayyasy telah meninggal sebelum air hingga kepadanya. Ketika dibawa ke Ikrimah lagi, ia juga wafat, begitu juga saat akan dibawa ke Harits, ternyata ia telah meninggal.