Wednesday 26 February 2020

Posisi Bangsa Arab Dan Kaumnya Sebelum Islam

POSISI BANGSA ARAB DAN KAUMNYA

Pada hakikatnya istilah Sirah Nabawiyah merupakan ungkapan perihal risalah yang dibawa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wasallam kepada manusia, untuk mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya, dari 'ibadah kepada hamba menuju 'ibadah kepada Allah. Dan mustahil bisa menghadirkan gambarannya yang amat menawan secara pas dan mengena kecuali sehabis melaksanakan perbandingan antara latar belakang risalah ini (risalah Nabawiyyah) dan pengaruhnya. Berangkat dari sinilah kami merasa perlu mengemukakan fasal yang berbicara perihal kaum-kaum 'Arab dan perkembangannya sebelum Islam, serta perihal kondisi-kondisi ketika Nabi Muhammad diutus.

Posisi Bangsa Arab

Menurut bahasa, 'Arab artinya padang pasir, tanah gundul dan gersang yang tiada air dan tanamannya. Sebutan dengan istilah ini sudah diberikan semenjak dahulu kala kepada jazirah Arab, sebagaimana sebutan yang diberikan kepada suatu kaum yang diadaptasi dengan daerah tertentu, kemudian mereka menjadikannya sebagai tempat tinggal.

Jazirah Arab dibatasi Laut Merah dan gurun Sinai di sebelah barat, di sebelah timur dibatasi teluk Arab dan sebagian besar negara Iraq belahan selatan, di sebelah selatan dibatasi maritim Arab yang bersambung dengan lautan India dan di sebelah utara dibatasi negeri Syam dan sebagian kecil dari negara Iraq, sekalipun mungkin ada sedikit perbedaan dalam penentuan batasan ini. Luasnya membentang antara satu juta mil kali satu juta tiga ratus ribu mil.

Jazirah Arab mempunyai peranan yang sangat besar lantaran letak geografisnya. Sedangkan dilihat dari kondisi internalnya, Jazirah Arab hanya dikelilingi gurun dan pasir di segala sudutnya. Karena kondisi ibarat inilah yang membuat jazirah Arab ibarat benteng pertahanan yang kokoh, yang tidak memperkenankan bangsa aneh untuk menjajah, mencaplok dan menguasai Bangsa Arab. Oleh lantaran itu kita bisa melihat penduduk jazirah Arab yang hidup merdeka dan bebas dalam segala urusan semenjak zaman dahulu. Sekalipun begitu mereka tetap hidup berdampingan dengan dua imperium yang besar ketika itu, yang serangannya tak mungkin bisa dihadang andaikan tidak ada benteng pertahanan yang kokoh ibarat itu.

Sedangkan hubungannya dengan dunia luar, Jazirah Arab terletak di benua yang sudah dikenal semenjak dahulu kala, yang mempertautkan daratan dan lautan. Sebelah barat Laut merupakan pintu masuk ke benua Afrika, sebelah timur maritim merupakan kunci untuk masuk ke benua Eropa dan sebelah timur merupakan pintu masuk bagi bangsa-bangsa non-Arab, timur tengah dan timur dekat, terus membentang ke India dan Cina. Setiap benua mempertemukan lautnya dengan Jazirah Arab dan setiap kapal maritim yang berlayar tentu akan bersandar di ujungnya.
Karena letak geografisnya ibarat itu pula, sebelah utara dan selatan dari jazirah Arab menjadi tempat berlabuh aneka macam bangsa untuk saling tukar-menukar perniagaan, peradaban, agama dan seni.

Kaum-kaum Arab

Ditilik dari silsilah keturunan dan cikal-bakalnya, para sejarawan membagi kaum-kaum Arab menjadi tiga bagian, yaitu:
Arab Bâ-idah, yaitu kaum-kaum Arab terdahulu yang sudah punah dan mustahil sejarahnya bisa dilacak secara rinci dan komplit, ibarat 'Ad, Tsamud, Thasm, Judais, 'Imlaq dan lain-lainnya.

Arab 'ÂAribah, yaitu kaum-kaum Arab yang berasal dari keturunan Ya'rib bin Yasyjub bin Qahthan, atau disebut pula Arab Qahthaniyah.
Arab Musta'ribah. yaitu kaum-kaum Arab yang berasal dari keturunan Isma'il, yang disebut pula Arab 'Adnaniyah. Tempat kelahiran Arab 'ÂAribah atau kaum Qahthan ialah negeri Yaman, kemudian berubah menjadi beberapa kabilah dan suku, yang populer ialah dua kabilah: Kabilah Himyar, yang terdiri dari beberapa suku terkenal, yaitu Zaid Al-Jumhur, Qudhâ'ah dan Sakâsik. Kahlân, yang terdiri dari beberapa suku populer yaitu Hamadan, Anmar, Thayyi', Madzhaj, Kindah, Lakham, Judzam, Azd, Aus, Khazraj, anak keturunan Jafnah raja Syam dan lain-lainnya. Suku-suku Kahlân banyak yang hijrah meninggalkan Yaman, kemudian menyebar ke aneka macam penjuru Jazirah menjelang terjadinya banjir besar ketika mereka mengalami kegagalan dalam perdagangan. Hal ini sebagai akhir dari tekanan Bangsa Romawi dan tindakan mereka menguasai jalur perdagangan maritim dan sehabis mereka menghancurkan jalur darat serta berhasil menguasai Mesir dan Syam, (dalam riwayat lain) dikatakan : bahwa mereka hijrah sehabis terjadinya banjir besar tersebut.
Juga tidak menutup kemungkinan jikalau hal itu sebagai akhir dari persaingan antara sukusuku Kahlan dan suku-suku Himyar, yang berakhir dengan keluarnya suku-suku Himyar dan pindahnya suku-suku Kahlân.

Suku-Suku Kahlân yang berhijrah bisa dibagi menjadi empat golongan :

Azd ; Kehijrahan mereka pribadi dipimpin oleh pemuka dan pemimpin mereka, 'Imran bin 'Amru Muzaiqiya'. Mereka berpindah-pindah di negeri Yaman dan mengirim para pemandu; kemudian berjalan ke arah utara dan timur. Dan inilah rincian final tempat-tempat yang pernah mereka tinggali sehabis perjalanan mereka tersebut : Tsa'labah bin Amru pindah dari al-Azd menuju Hijaz, kemudian menetap diantara (tempat yang bernama) Tsa'labiyah dan Dzi Qar. Setelah anaknya besar dan kuat, dia pindah ke Madinah dan menetap disana. Dan diantara keturunan Tsa'labah ini ialah Aus dan Khazraj, yaitu dua orang anak dari Haritsah bin Tsa'labah.

Diantara keturunan mereka yang berjulukan Haritsah bin 'Amr (atau yang dikenal dengan Khuza'ah) dan anak keturunannya berpindah ke Hijaz, hingga mereka singgah di Murr azh-Zhahran, yang selanjutnya membuka tanah suci dan mendiami Makkah serta mengekstradisi penduduk aslinya, al-Jarahimah. Sedangkan 'Imran bin 'Amr singgah di Omman kemudian bertempat tinggal di sana bersama bawah umur keturunannya, yang disebut Azd Omman, sedangkan kabilah-kabilah Nashr bin aI-Azd menetap di Tuhâmah, yang disebut Uzd Syanû-ah. Jafnah bin 'Amr pergi ke Syam dan menetap di sana bersama anak keturunannya. Dia dijuluki Bapak para raja al-Ghassâsinah, yang dinisbatkan kepada mata air di Hijaz, yang dikenal dengan nama Ghassân yang telah mereka singgahi sebelum akhimya pindah ke Syam.

Lakhm dan Judzam; mereka pindah ke belahan Timur dan Barat. Tokoh di kalangan mereka ialah Nashr bin Rabi'ah, pemimpin raja-raja Al-Manadzirah di Hirah.
Bani Thayyi' ; Mereka berpindah ke arah utara sehabis perjalanan Azd hingga singgah di antara dua gunung; Aja dan Salma, dan hasilnya menetap di sana dan kedua gunung tersebut kemudian dekenal dengan dua gunungThayyi'.
Kindah; Mereka singgah di Bahrain, kemudian terpaksa meninggalkannya dan singgah di Hadhramaut. Namun nasib mereka tidak jauh berbeda dengan apa yang menimpa mereka ketika berada di Bahrain, hingga mereka pindah lagi ke Najd. Di sana mereka mendirikan pemerintahan yang besar dan kuat. Tapi pemerintahan itu cepat berakhir tanpa meninggalkan bekas sedikitpun. Di sana ada satu kabilah Himyar yaitu Qudha'ah (meskipun masih diperselisihkan penisbatannya kepada Himyar)yang meninggalkan
Yaman dan bermukim di daerah pedalaman as-Samawah, pinggiran Iraq.*
* Lihat rincian perihal kabilah-kabilah ini dan hijrahnya dalam buku-buku: "Nasab Ma'd wal Yaman al-Kabir", "Jamharatun Nasab", "al-'Iqdul Farid", "Qalaidul Jumman", "Nihayatul Arib", "Tarikh Ibni Khaldun", "Saba-ikuz Zahab" , dll. Dan terdapat perbedaan yang cukup mencolok dalam aneka macam rujukan sejarah dalam tetapkan periode hijrah-hijrah yang mereka lakukan dan sebab-sebabnya. Tapi setel·h mengamati secara cermat dari aneka macam sudut pandang, maka kami telah tetapkan pendapat yang kami anggap berpengaruh dalam belahan ini berdasarkan dalil yang ada.

Adapun Arab Musta'ribah, mereka merupakan cikal bakal dari nenek moyang mereka yang tertua Ibrahim 'Alaihis-Salam, yang berasal dari negeri Iraq, dari sebuah kota yang disebut Ar, dan terletak di pinggir barat sungai Eufrat, berdekatan dengan Kufah. Cukup banyak upaya penggalian dan pengeboran yang dilakukan untuk mengungkap rincian yang mendetail perihal kota ini dan keluarga Nabi Ibrahim 'Alaihis Salam serta kondisi religius dan sosial yang ada di negeri itu.

Sudah diketahui bersama bahwa Ibrahim ' Alaihis Salam hijrah dari Iraq ke Hâran atau Hirran, termasuk pula ke Palestina, dan menimbulkan negeri itu sebagai pijakan/markas dakwah beliau. Beliau banyak menyusuri pelosok negeri ini dan lainnya, dan ia pernah sekali mengunjungi Mesir. Fir-'aun (sebutan bagi penguasa Mesir) kala itu berupaya untuk melaksanakan kecerdikan amis dan niat jelek terhadap istri beliau, Sarah. Namun Allah membalas tipu dayanya (senjata makan tuan). Dan tersadarlah Fir'aun itu betapa kedekatan kekerabatan Sarah dengan Allah hingga hasilnya ia jadikan anaknya,** Hajar sebagai abdinya (Sarah). Hal itu dia lakukan sebagai tanda pengakuannya terhadap keutamaannya, kemudian dia (Hajar) dikawinkan oleh Sarah dengan Ibrahim. Ibrahim Alaihis Salam kembali ke Palestina dan Allah menganugerahinya Isma'il dari Hajar. Sarah terbakar api cemburu. Dia memaksa Ibrahim untuk mengekstradisi Hajar dan putranya yang masih kecil, Isma'il. Maka ia membawa keduanya ke Hijaz dan menempatkan mereka berdua di suatu lembah yang tiada ditumbuhi tumbuhan (gersang dan tandus) di sisi Baitul Haram, yang ketika itu hanyalah berupa gunduka gundukan tanah. Rasa galau mulai menggayuti pikiran Ibrahim, Beliau menoleh ke kiri dan kanan, kemudian meletakkan mereka berdua di dalam tenda, diatas mata air zamzam, belahan atas masjid. Dan pada ketika itu tak ada seorang pun yang tinggal di Makkah dan tidak ada mata air. Beliau meletakkan didekat mereka kantong kulit yang berisi kurma, dan wadah air. Setelah itu ia kembali lagi ke Palestina. Berselang beberapa hari kemudian, bekal dan air pun habis. Sementara tidak ada mata air yang mengalir. Disana tiba-tiba mata air Zamzam memancar berkat karunia Allah, sehingga bisa menjadi sumber penghidupan bagi mereka berdua hingga batas waktu tertentu. Kisah mengenai hal ini sudah banyak diketahui secara lengkapnya.

** Menurut dongeng yang sudah banyak dikenal, Hajar ialah seorang budak wanita. Tetapi seorang penulis kenamaan, al-'Allamah al-Qadhy Muhammad Sulaiman Al-Manshurfury telah melaksanakan penelitian secara seksama bahwa Hajar ialah seorang perempuan merdeka, dan dia ialah putri Fir'aun sendiri. Lihat buku "Rahmatun lil'alamin, 2/3637 dan juga buku "Tarikh Ibni Khaldun", 2/1/77.
Suatu kabilah dari Yaman (Jurhum Kedua) tiba sehabis itu dan bermukim di Mekkah atas perkenan dari ibu Isma'il . Ada yang mengatakan, mereka sudah berada di sana sebelum itu, tepatnya di lembah-lembah di pinggir kota Makkah. Adapun riwayat Bukhari menegaskan bahwa mereka singgah di Mekkah sehabis kedatangan Isma'il dan ibunya, sebelum Isma'il menginjak remaja. Mereka sudah biasa melewati lembah Makkah ini sebelum itu.

Dari waktu ke waktu Ibrahim tiba ke Makkah untuk menjenguk keluarganya. Dalam hal ini tidak diketahui berapa kali kunjungan/perjalanan yang dilakukannya, Hanya saja berdasarkan beberapa rujukan sejarah yang sanggup dipercaya, kunjungan itu dilakukan sebanyak empat kali. Allah telah menyebutkan di dalam Al-Qur'an, bahwa Dia Ta'ala menunjukkan Ibrahim dalam mimpinya seakan-akan dia menyembelih anaknya, Isma'il.

Maka ia pribadi melaksanakan perintah ini. Allah berfirman :
"Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim menbaringkan onaknya atar pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan, kami panggillah dia, 'Hai Ibrahim, bahwasanya kau telah mrmbenarkan mimpi itu, bahwasanya demikianlah Kami memberi jawaban kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar ujian yang nyata. Dan, Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. " (Ash-Shaffat: 103-107).

Didalam Kitab Kejadian disebutkan bahwa umur Isma'il selisih tiga belas tahun lebih renta dari Ishaq. Secara tekstual, dongeng ini menyampaikan bahwa insiden itu tejadi sebelum kelahiran Ishaq alasannya ialah kabar bangga perihal kelahiran Ishaq disampaikan sehabis pengupasan dongeng ini secara keseluruhan.

Setidak-tidaknya dongeng ini mengandung satu dongeng perjalanan sebelum Isma'il menginjak remaja. Sedangkan tiga dongeng selanjutnya telah diriwayatkan oleh Imam Bukhari secara panjang lebar dari Ibnu 'Abbas secara marfu', yang pada dasarnya bahwa ketika cukup umur Isma'il dan berguru bahasa Arab dari kabilah Jurhum, mereka merasa tertarik kepadanya, kemudian mereka mengawinkannya dengan salah seorang perempuan golongan mereka dan ketika itu ibu Isma'il sudah meninggal dunia. Maka suatu ketika Ibrahim hendak menjenguk keluarga yang ditinggalkannya sehabis terjadinya janji nikah tersebut, ia tidak mendapat Isma'il, kemudian ia bertanya kepada istrinya mengenai suaminya, Isma'il dan kondisi mereka berdua. Istri Isma'il mengeluhkan kehidupm mereka yang melarat. Maka Ibrahim menitip pesan semoga suaminya nanti mengganti palang pintu rumahnya. Setelah diberitahu, Isma'il mengerti maksud pesan ayahnya. Maka Isma'il menceraikan istrinya itu dan kawin lagi dengan perempuan lain, yaitu putri Madhdhadh bin 'Amr, pemimpin dan pemuka kabilah Jurhum berdasarkan pendapat kebanyakan (sejarawan-pen).

Setelah perkawinan Isma'il yang kedua ini, Ibrahim tiba lagi, namun tidak bertemu dengan Isma'il kemudian hasilnya kembali ke Palestina sehabis ia menanyakan kepada istrinya tersebit perihal Isma'il dan kondisi mereka berdua, isterinya memuij kepada Allah (atas apa yang dianugerahkan kepada mereka berdua). Kemudian Ibrahim kembali menitip pesan lewat istri Isma'il, semoga Isma'il memperkokoh palang pintu rumahnya. Pada kedatangan yang ketiga kalinya Ibrahim bisa bertemu dengan Isma'il, yang ketika itu sedang meraut anak panahnya di bawah sebuah pohon di bersahabat zamzam. Tatkala melihat kehadiran ayahnya, Isma'il berbuat sebagaimana layaknya seorang anak yang usang tidak bersua bapaknya, begitu juga dengan Ibrahim. Pertemuan ini terjadi sehabis sekian usang yang sangat jarang dijumpai seorang ayah yang penuh rasa kasih sayang dan lemah lembut bisa menahan kesabaran untuk bersua anaknya, begitu pula dengan Isma'il, sebagai anak yang berbakti dan shalih. Dan kali ini mereka berdua membangun Ka'bah dan meninggikan pondasinya. Kemudian Ibrahim pun mengumumkan kepada khalayak semoga melaksanakan haji sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah kepadanya.

Dari perkawinannya dengan putri Madhdhadh, Isma'il dikaruniai oleh Allah sebanyak dua belas orang anak yang semuanya laki-laki, yaitu: Nabat atau Nabayuth, Qidar, Adba-il, Mubsyam, Misyma', Duma, Misya, Hidad, Yatma, Yathur, Nafis dan Qaidaman. Dari mereka inilah kemudian berubah menjadi dua belas kabilah, yang semuanya menetap di Mekkah untuk beberapa lama. Mata pencaharian lebih banyak didominasi mereka ialah berdagang dari negeri Yaman ke negeri Syam dan Mesir. Selanjutnya kabilah-kabilah ini menyebar di berbaga i penjuru Jazirah, dan bahkan hingga keluar Jazirah, kemudian seiring dengan pejalanan waktu, keadaan mereka tidak lagi terdeteksi, kecuali anak keturunan Nabat dan Qidar.

Peradaban anak keturunan Nabat mengalami kemajuan di belahan utara Hijaz. Mereka bisa mendirikan pemerintahan yang berpengaruh dan menguasai daerah-daerah di sekitarnya, dan menimbulkan Al-Bathra' sebagai ibukotanya. Tak seorangpun yang bisa melawan mereka hingga datangnya pasukan Romawi yang berhasil melindas mereka. Sekelompok Peneliti beropini bahwa raja-raja keturunan keluarga besar Ghassan, termasuk juga kaum Anshor dari suku Aus dan Khazraj bukan berasal dari keturunan keluarga besar Qahthan, tetapi mereka ialah dari keturunan keluaraga besar Nabat, anak Isma'il dan sisa-sisa mereka masih berada di tempat itu, dan pendapat ini diambil oleh Imam Bukhari sedangkan Imam Ibnu Hajar menguatkan pendapat yang menyampaikan bahwa anak keturunan keluarga besar Qahthan ialah berasal dari keturunan keluarga besar Nabat.

Adapun anak keturunan Qidar bin Isma'il masih menetap di Makkah, beranak pinak di sana hingga menurunkan 'Adnan dan anaknya Ma'ad. Dari dialah orang-orang Arab Adnaniyah menisbatkan nasab mereka. Dan Adnan ialah nenek moyang kedua puluh satu dalam silsilah keturunan Nabi Shallallahu 'alaihi Wasallam. Diriwayatkan bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi Wasallam, jikalau ia menyebutkan nasabnya dan hingga kepada Adnan, maka ia berhenti dan bersabda, "Para hebat silsilah nasab banyak yang berdusta", kemudian ia tidak melanjutkannya. Segolongan ulama memperbolehkan mengangkat nasab dari Adnan ke atas dan melemahkan (mendho'ifkan) hadits yang mengisyaratkan hal itu (hadits yang disebut diatas). Menurut mereka berdasarkan penelitian yang detail; bahwasanya antara Adnan dan Ibrahim 'Alaihis-Salam terdapat empat puluh keturunan.

Keturunan Ma'ad dari anaknya, Nizar telah berpencar kemana-mana (menurut suatu pendapat, Nizar ialah satu-satunya anak Ma'ad). Dan Nizar sendiri mempunyai empat orang anak, yang kemudian berubah menjadi empat kabilah yang besar, yaitu: Iyad, Anmar, Rabi'ah dan Mudhar. Dua kabilah terakhir inilah yang paling banyak marga dan sukunya. Sedangkan dari Rabi'ah muncul Asad bin Rabi'ah, Anzah, Abdul-Qais, dua anak Wa-il ;Bakr dan Taghlib, Hanifah dan lain-lainnya.

Sedangkan kabilah Mudhar berubah menjadi dua suku yang besar, yaitu Qais 'Ailan bin Mudhar dan marga-marga Ilyas bin Mudhar. Dan dari Qais 'Ailan muncul Bani Sulaim, Bani Hawazin, Bani Ghathafan. Kemudian dari Ghathafan muncul 'Abs, Dzibyan, Asyja' dan Ghany bin A'shar. Dari Ilyas bin Mudhar muncul Tamim bin Murrah, Hudzail bin Mudrikah, Bani Asad bin Khuzaimah dan marga-marga Kinanah bin Khuzaimah. Dan dari Kinanah muncul Quraisy, yaitu anak keturunan Fihr bin Malik bin an-Nadhar bin Kinanah.
Quraisy terbagi menjadi beberapa kabilah, yang populer ialah Jumuh, Sahm, 'Udai, Makhzum, Tim, Zuhrah dan suku-suku Qushay bin Kilab, yaitu Abdud Dar bin Qushay, Asad bin Abdul 'Uzza bin Qushay dan Abdu Manaf bin Qushay. Sedangkan Abdu Manaf mempunyai empat anak: Abdu Syams, Naufal, al-Muththalib dan Hasyim. Hasyim ialah keluarga yang dipilih oleh Allah yang diantaanya muncul Muhammad bin Abdullah bin Abdul-Muththalib bin Hasyim. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam pernah bersabda:

"Sesungguhnya Allah telah menentukan isma'il dari anak keturunan Ibrahim, menentukan Kinanah dari anak keturunan Isma'il, menentukan Quraisy dari anak keturunan Bani Kinanah, menentukan Bani Hasyim dari keturunan Quraisy dan memilihku dari keturuan Bani Hasyim. ".(H.R. Muslim dan at-Turmudzy).

Dari al-'Abbas bin Abdul Muththalib, dia berkata, "Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wasallam bersabda:
"Sesungguhnya Allah membuat makhluk, kemudian Dia menjadikanku dan sebaik-baik golongan mereka dan sebaik-baik dua golongan, kemudian menentukan beberapa kabilah, kemudian menjadikanku diantara sebaik-baik kabilah, kemudian menentukan beberapa keluarga Ialu menjadikanku diantara sebaik-baik keluarga mereka, maka saya ialah sebaik-baik jiwa diantara mereka dan sebaik-baik keluarga diantara mereka". (Diriwayatkan oleh at-Turmudzy).

Setelah bawah umur 'Adnan beranak-pinak, mereka berpencar diberbagai tempat di penjuru jazirah Arab, menjelajahi tempat-tempat yang banyak curah hujannya dan ditumbuhi oleh tanaman.
Abdul Qais dan keturunan Bakr bin Wa-il serta keturunan Tamim pindah ke Bahrain dan menetap di sana. Sedangkan Bani Hanifah bin Sha'b bin Ali bin Bakr bergerak menuju Yamamah dan singgah di Hijr, ibukota Yamamah. Semua keluarga Bakr bin Wa-il menetap di aneka macam penjuru tanah Jazirah, mulai dari Yamamah, Bahrain, Saif Kazhimah hingga mencapai laut, kemudian tanah kosong Iraq, al-Ablah hingga Haita.

Taghlib menetap di Jazirah bersahabat tempat Eufrat, diantaranya terdapat suku-suku yang pernah hidup berdampingan dengan (kabilah) Bakr sedangkan Bani Tamim menetap di daerah pedalaman Bashrah. Bani Sulaim menetap bersahabat Madinah, dari Wadi al-Qura hingga ke Khaibar hingga belahan timur Madinah mencapai batas dua gunung hingga berakhir di tempat pegungan Hurrah. Sementara Tsaqif menetap di Tha'if dan Hawazin di timur Makkah dipinggiran Authas yaitu dalam perjalanan antara Makkah dan Bashrah. Dan Bani Asad bermukim di timur Taima' dan barat Kufah. Mereka dan Taima' diantarai perkampungan Buhtur dari suku Thayyi'. Sedangkan masa perjalanan mereka dan Kufah ditempuh selama lima hari. Ada lagi suku Dzubyan yang bermukim di bersahabat Taima' menuju Huran. Di Tihamah tersisa beberapa suku-suku Kinanah, sedangkan di Makkah tinggal suku-suku Quraisy. Mereka berpencar-pencar dan tidak ada sesuatupun yang bisa menghimpun mereka, hingga muncul Qushay bin Kilab. Dialah yang menyatukan mereka dan membentuk satu kesatuan yang bisa mengangkat kedudukan dan martabat mereka.
banner
Previous Post
Next Post