Oleh : Tarian Langit
Seorang ustad yang sehari-hari sering terlihat menuju tempat maksiat. Tempat yang diyakini bahwa disana berkumpul manusia-manusia yang durjana kepada tuhan. Manusia kelam nan hina.
Orang-orang memandang bahwa tujuan ustad tersebut ke kesana untuk bermaksiat, kepada Allah, mencari kenikmatan dunia. Miris sekali! Bahkan tidak sedikit yang mencibirnya. Bahkan tidak sedikit yang melempari rumahnya dengan kotoran hewan.
Dijalan mereka memandangnya dengan tatapan yang mengerikan sekali. Ramai-ramai mencomoohnya dengan kata-kata keji dan kotor.
Hingga sampailah isu tersebut kepada insan Arif. Beliau didesak untuk segera menasehati ustad tersebut biar tidak lagi pergi ketempat tersebut untuk bermaksiat. Kalau contohnya dia tidak mau berhenti menuju kesana, ditakutkan masyarakat akan melaksanakan upaya untuk mencegah dia hingga taraf menghilangkan nyawa.
Protes ini bukan cuma hanya dari masyarakat sekitar saja. Sekumpulan insan lain yang juga mengatasnamakan pewakilan paguyuban ustad ikut eksklusif mendesak sang Arif untuk segera menuntaskan persoalan noda hitam diatas kain putih. Sang arif antara senyum ngeri-ngeri sedap mendengar klarifikasi mereka.
“Pokoknya jangan hingga wajah dunia perustad-an itu menjadi jelek gara-gara perbuatan dia. Dia itu cuma seorang insan dengan pendidikan rendah, tingkat ilmunya hanya sedikit saja, dikala ditanyakan alasanya ketempat maksiat katanya untuk berdakwah” klaim Ust. Ali sehari sebelumnnya.
“Tamatan tempat pengajian kecil dikampung-kampung, pantas saja tidak berpikir panjang” timpal tokoh lainnya.
Solusi sang Arif
Mulailah sang arif menuju tkp. ia mencoba mengikuti si ustad dari jauh untuk menjaga jarak biar tidak ketahuan. Beliau juga menikmati dengan mata kepala, melihat sendiri bagaimana masyarakat menghina si ustad dijalan menuju tempat mangkalnya.
Sesampainya didaerah yang dikenal menakutkan tersebut. Sang Arif melihat si ustad masuk sebuah ke sebuah rumah bordir, 15 menit kemudian dia keluar. Lalu masuk rumah yang lainnya. Begitu terus menerus ia lakukan di setiap rumah hingga berhenti di rumah paling ujung lorong, disana sang Arif harus menunggu lebih lama. Satu jam menunggu balasannya si ustad keluar dari rumah tersebut kemudian kembali pulang kerumahnya.
Sang Arif mengikutinya selama beberapa hari, hari keempat mulailah ia bertanya perihal ustad tersebut pada warga didaerah angker.
“Maukah anda menunjukkan saya sedikit informasi? Saya akan membayar anda!” Tanya sang Arif pada seorang perempuan yang rumahnya berdekatan dengan rumah bordir pertama. Dan ternyata perempuan tersebut pemilik rumah bordir rumah pertama yang dimasuki si ustad.
Wanita tersebut mengangguk dan mulai menjelaskan. “Ketika hari pertama ia datang, kami berpikir bahwa dunia kini sudah milik kami seutuhnya. Bayangkan saja, ustad saja sudah mencari pemuasan ditempat kami, itu yang kupikirkan dikala ia menyodorkan uang meminta izin masuk klub yang saya kelola.”
“Ia memesan sebuah air mineral duduk sebentar. Kemudian meminta mix kemudian mulai berbicara wacana mati. Belum pernah sekalipun mix dipakai untuk memberikan khutbah wacana dongeng kematian dan alam kubur. Biasanya memang untuk nyanyi. Belum selesai nasehat yang diutaraknnya, pengunjung mulai bersorak mencaci dan berakhir dengan muka lembab sedikit berdarah terkena hak sepatu perempuan penghibur.” Tambahnya.
“Keesokan harinya ia dating lagi, begitu seterusnya sikap ustad gila tersebut berhari-hari hingga tidak seorangpun dari kami merasa asing dengannya. Dan tidak lagi terjadi pelemparan serta pemukulan atau pencibiran terhadap dia. Hingga kini kami memberinya waktu 15 menit setiap hari untuk berbicara di mix.” Jelasnya lagi.
Entahlah! Sebagian dari kami menganggap ceramah di tempat kami sebagai sebuah humor, angin kemudian bahkan sebagai gonggongan saja.
Lalu kami sadar jika kami mulai kehilangan satu persatu pekerja kami. Mereka mulai meminta izin berhenti untuk tidak lagi bekerja. Baru kami tau kalu si penceramah sudah berhasil merenggut pekerja kami dengan sukarela tanpa uang.
Akhirnya isu mengejutkan rumah ujung lorong yang paling populer disini, paling mahal dengan perempuan muda dan cantik. Pemiliknya tidak mau lagi mengoperasikan usahanya dan menentukan mengubah rumahnya menjadi tempat berlindung bagi pekerja kami yang berhenti.
Saya mencari tau kenapa hal tersebut terjadi. Setelah saya bertanya kepada beberapa kawan-kawan yang lain saya gres mengetahui jika mitra kami pemilik klub ujung sudah letih dengan perjuangan menyerupai ini. Ia ingin menghabiskan sisa hidupnya dengan mendekatkan diri kepada tuhan. Cuma itu yang saya tau.
Mungkin saya juga akan menutup perjuangan saya dalam waktu dekat. Sudahlah! Saya hanya ingin menikmati hidup yang tentram. Mungkin akan mengikuti jejak mitra yang menutup tempat perjuangan tersebut dan mengakibatkan sebagai tempat penampungan. Atau menggantinya menjadi toko kelotongan saja.
Setelah sedikit klarifikasi itu Sang Arif meminta izin kemudian eksklusif menuju rumah ujung, pikirnya si ustad kini niscaya sudah disana. Dan wahamnya pun benar, ia sudah disana. Ia mengetuk pintu meminta izin untuk ikut serta mendengarkan semburan kalam akhirat.
Ah, dunia terlalu luas untuk dipersempit dengan waham-waham liar. Manusia yang yang disangkanya syaitan dikala diteliti dengan seksama bukanlah syaitan melainkan insan mulia.
Tak lupa sehabis pengajian kecil tersebut si Arif meminta maaf telah mengikuti sang ustad, ia menjelaskan kenapa ia mengikuti dan apa tujuannya mematai-matai beliau. Padahal seharusnya ia bertanya secara langsung. Bukanya mengendap-ngendap dengan penuh kecurigaan.