Tuesday 10 March 2020

Hadits - Allah Tidak Membebani Seseorang Melebihi Kemampuan

عن أبي هريرة عبدالرحمن بن صخر رضي الله عنه قال، سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: ما نهيتكم عنه فاجتنبوه وما أمرتكم به فأتوا منه ما استطعتم , فإنما أهلك الذين من قبلكم كثرة مسائلم واختلافهم على أنبيائهم [رواه البخاري ومسلم

Terjemah hadits / : ترجمة الحديث

Dari Abu Hurairah Abdurrahman bin Sakhr radhiallahuanhu dia berkataSaya mendengar Rasulullah  bersabda Apa yang saya larang hendaklah kalian menghindarinya dan apa yang saya perintahkan maka hendaklah kalian laksanakan semampu kalian. Sesungguhnya kehancuran orang-orang sebelum kalian ialah alasannya ialah banyaknya pertanyaan mereka (yang tidak berguna) dan penentangan mereka terhadap nabi-nabi mereka. (HR. Bukhari & Muslim)

[Bukhari no. 7288, Muslim no. 1337]

Penjelasan / Syarah :

Hadits ini terdapat dalam kitab Muslim dari Abu Hurairah, ia berkata : “Rasulullah berkhutbah dihadapan kami, sabda dia : Wahai manusia, Allah telah mewajibkan kepada kau haji, alasannya ialah itu berhajilah, kemudian seseorang bertanya : Wahai Rasulullah… apakah setiap tahun ?, Rasulullah diam, hingga orang itu bertanya tiga kali, kemudian Rasulullah bersabda : Kalau saya katakana “ya” pasti menjadi wajib dan kau tidak akan sanggup melakukannya, kemudian dia bersabda lagi :Biarkanlah saya dengan apa yang saya diamkan, alasannya ialah kehancuran umat-umat sebelum kau ialah alasannya ialah banyak bertanya dan menyalahi nabi-nabi mereka. Maka kalau saya perintahkan melaksanakan sesuatu, kerjakanlah berdasarkan kemampuan kamu, tetapi kalau saya melarang kau melaksanakan sesuatu, maka tinggalkanlah. Laki-laki yang bertanya kepada Rasulullah ialah Aqra’ bin Habits, demikianlah berdasarkan suatu riwayat.

Para andal ushul fiqh mempersoalkan perintah dalam agama, apakah perintah itu harus dilakukan berulang-ulang ataukah tidak. Sebagian besar andal fiqh dan andal ilmu kalam menyatakan tidak wajib berulang-ulang. Akan tetapi yang lain tidak menyatakan oke atau menolak, tetapi menunggu klarifikasi selanjutnya. Hadits ini dijadikan dalil bagi mereka yang bersikap menanti (netral), alasannya ialah sahabat tersebut bertanya “Apakah setiap tahun?” sekiranya perintah itu dengan sendirinya mengharuskan pelaksanaan berulang-ulang atau tidak, tentu Rasulullah tidak menjawab dengan kata-kata “Kalau saya katakan “ya”, pasti menjadi wajib dan kau tidak akan sanggup melakukannya” Bahkan tidak ada gunanya hal tersebut ditanyakan. Akan tetapi secara umum perintah itu mengandung pengertian tidak perlu dilaksanakan berulang-ulang. Kaum muslim setuju bahwa berdasarkan agama, bahwa haji itu hanya wajib dilakukan satu kali seumur hidup.

Kalimat, “Biarkanlah saya dengan apa yang saya diamkan” secara formal menunjukkan bahwa setiap perintah agama tidaklah wajib dilaksanakan berulang-ulang, kalimat ini juga menunjukkan bahwa pada asalnya tidak ada kewajiban melaksanakan ibadah hingga tiba keterangan agama. Hal ini merupakan prinsip yang benar dalam pandangan sebagian besar andal fiqh.

Kalimat, “Kalau saya katakan “ya” tentu menjadi wajib” menjadi alasan bagi pemahaman para salafush sholih bahwa Rasulullah memiliki wewenang berijtihad dalam problem aturan dan tidak diisyaratkan keputusan aturan itu harus dengan wahyu.

Kalimat, “apa saja yang saya perintahkan kepadamu, maka lakukanlah berdasarkan kemampuan kamu” merupakan kalimat yang singkat namun padat dan menjadi salah satu prinsip penting dalam Islam, termasuk dalam prinsip ini ialah masalah-masalah aturan yang tidak terhitung banyaknya, diantaranya ialah sholat, misalnya pada ibadah sholat, bila seseorang tidak bisa melaksanakan sebagian dari rukun atau sebagian dari syaratnya, maka hendaklah ia lakukan apa yang dia mampu. Begitu pula dalam membayar zakat fitrah untuk orang-orang yang menjadi tanggungannya, bila tidak bisa membayar semuanya, maka hendaklah ia keluarkan semampunya, juga dalam memberantas kemungkaran, kalau tidak sanggup memberantas semuanya, maka hendaklah ia lakukan semampunya dan masalah-masalah lain yang tidak terbatas banyaknya. Pembahasan semacam ini telah terkenal didalam kitab-kitab fiqh. Hadits diatas sejalan dengan firman Allah, QS. At-Taghabun 64:16,“Maka bertaqwalah kepada Allah berdasarkan kemampuan kamu” Adapun firman Allah, QS. Ali ‘Imraan 3:102, “Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan taqwa yang sungguh-sungguh” ada yang beropini telah terhapus oleh ayat diatas.

Sebagian ulama berkata : Yang benar ayat tersebut tidak terhapus bahkan menjelaskan dan menafsirkan apa yang dimaksud dengan taqwa yang sungguh-sungguh, yaitu melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan Allah, dan Allah memerintahkan melaksanakan sesuatu berdasarkan kemampuan, alasannya ialah Allah berfirman, QS. Al-Baqarah 2:286, “Allah tidak membebani seseorang diluar kemampuannya” dan firman Allah dalam QS. Al-Hajj 22:78, “Allah tidak membebankan kesulitan kepada kau dalam menjalankan agama”

Kalimat, “apasaja yang saya larang kau melaksanakannya, hendaklah kau jauhi” maka hal ini menunjukkan adanya sifat mutlak, kecuali apabila seseorang mengalami rintangan /udzur dibolehkan melanggarnya, mirip dibolehkan makan bangkai dalam keadaan darurat, dalam keadaan mirip ini perbuatan semacam itu menjadi tidak dilarang. Akan tetapi dalam keadaan tidak darurat hal tersebut harus dijauhi alasannya ialah ada larangan. Seseorang tidak sanggup dikatakan menjauhi larangan kalau hanya menjauhi larangan tersebut dalam selang waktu tertentu saja, berbeda dengan hal melaksanakan perintah, yang mana sekali saja dilaksanakan sudah terpenuhi. Inilah prinsip yang berlaku dalam memahami perintah secara umum, apakah suatu perintah harus segera dilakukan atau boleh ditunda, atau cukup sekali atau berulang kali, maka hadits ini mengandung aneka macam macam pembahasan fiqh.

Kalimat, “Sesungguhnya kehancuran umat-umat sebelum kau ialah alasannya ialah banyak bertanya dan menyalahi nabi-nabi mereka” disebutkan sesudah kalimat, “biarkanlah saya dengan apa yang saya diamkan kepada kamu” maksudnya ialah kau jangan banyak bertanya sehingga menimbulkan jawaban yang bermacam-macam, mirip kejadian yang terjadi pada bani Israil, tatkala mereka diperintahkan menyembelih seekor sapi yang seandainya mereka mengikuti perintah itu dan segera menyembelih sapi seadanya, pasti mereka dikatakan telah menaatinya. Akan tetapi, alasannya ialah mereka banyak bertanya dan mempersulit diri sendiri, maka mereka balasannya dipersulit dan dicela. Rasulullah SAW khawatir hal semacam ini terjadi pada umatnya.

Pelajaran :



  1. Wajibnya menghindari semua apa yang dihentikan oleh Rasulullah ε.

  2. Siapa yang tidak bisa melaksanakan perbuatan yang diperintahkan secara keseluruhan dan dia hanya bisa sebagiannya saja maka dia hendaknya melaksanakan apa yang dia bisa laksanakan.


  1. Allah tidak akan membebankan kepada seseorang kecuali sesuai dengan kadar kemampuannya.


  1. Perkara yang gampang tidak gugur alasannya ialah masalah yang sulit.

  2. Menolak keburukan lebih diutamakan dari mendatangkan kemaslahatan.

  3. Larangan untuk saling bertikai dan proposal untuk bersatu dan bersepakat.

  4. Wajib mengikuti Rasulullah ε, ta’at dan menempuh jalan keselamatan dan kesuksesan.

  5. Al Hafiz berkata : Dalam hadits ini terdapat instruksi untuk menyibukkan diri dengan perkara yang lebih penting yang diperlukan ketika itu ketimbang masalah yang ketika tersebut belum dibutuhkan.
banner
Previous Post
Next Post