Wednesday 11 March 2020

Hadits - Menghormati Tetangga Dan Memuliakan Tamu

عَن أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: (مَنْ كَانَ يُؤمِنُ بِاللهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرَاً أَو لِيَصْمُتْ، وَمَنْ كَانَ يُؤمِنُ بِاللهِ وَاليَومِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ، ومَنْ كَانَ يُؤمِنُ بِاللهِ واليَومِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ) – رواه البخاري ومسلم

Terjemahan:

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, bersama-sama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah bersabda : “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka hendaklah ia berkata baik atau diam, barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka hendaklah ia memuliakan tetangga dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka hendaklah ia memuliakan tamunya”.
[Bukhari no. 6018, Muslim no. 47]

Penjelasan:

Kalimat “barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat”, maksudnya ialah barang siapa beriman dengan keimanan yang sempurna, yang (keimanannya itu) menyelamatkannya dari adzab Allah dan membawanya mendapat ridha Allah, “maka hendaklah ia berkata baik atau diam” alasannya orang yang beriman kepada Allah dengan sebenar-benarnya tentu beliau takut kepada ancaman-Nya, mengharapkan pahala-Nya, bersungguh-sungguh melakukan perintah dan meninggalkan larangan-Nya. Yang terpenting dari semuanya itu ialah mengendalikan gerak-gerik seluruh anggota badannya alasannya kelak beliau akan dimintai tanggung jawab atas perbuatan semua anggota badannya, sebagaimana tersebut pada firman Allah :
“Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati semuanya kelak niscaya akan dimintai tanggung jawabnya”. (QS. Al Isra’ : 36)
dan firman-Nya:
“Apapun kata yang terucap niscaya disaksikan oleh Raqib dan ‘Atid”. (QS. Qaff : 18)

Bahaya mulut itu sangat banyak. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam juga bersabda:
“Bukankah insan terjerumus ke dalam neraka alasannya tidak sanggup mengendalikan lidahnya”.

Beliau juga bersabda :
“Tiap ucapan anak Adam menjadi tanggung jawabnya, kecuali menyebut nama Allah, menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah kemungkaran”.

Barang siapa memahami hal ini dan beriman kepada-Nya dengan keimanan yang sungguh-sungguh, maka Allah akan memelihara lidahnya sehingga beliau tidak akan berkata kecuali perkataan yang baik atau diam.

Sebagian ulama berkata: “Seluruh adat yang baik itu bersumber pada empat Hadits, antara lain ialah Hadits “barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka hendaklah ia berkata baik atau diam”. Sebagian ulama memaknakan Hadits ini dengan pengertian; “Apabila seseorang ingin berkata, maka jikalau yang ia katakan itu baik lagi benar, beliau diberi pahala. Oleh alasannya itu, ia menyampaikan hal yang baik itu. Jika tidak, hendaklah beliau menahan diri, baik perkataan itu hukumnya haram, makruh, atau mubah”. Dalam hal ini maka perkataan yang mubah diperintahkan untuk ditinggalkan atau dianjurkan untuk dijauhi Karena takut terjerumus kepada yang haram atau makruh dan seringkali hal semacam inilah yang banyak terjadi pada manusia.
Allah berfirman :
“Apapun kata yang terucapkan niscaya disaksikan oleh Raqib dan ‘Atid”. (QS.Qaaf : 18)

Para ulama berbeda pendapat, apakah semua yang diucapkan insan itu dicatat oleh malaikat, sekalipun hal itu mubah, ataukah tidak dicatat kecuali perkataan yang akan memperoleh pahala atau siksa. Ibnu ‘Abbas dan lain-lain mengikuti pendapat yang kedua. Menurut pendapat ini maka ayat di atas berlaku khusus, yaitu pada setiap perkataan yang diucapkan seseorang yang berakibat orang tersebut mendapat pembalasan.

Kalimat “hendaklah ia memuliakan tetangganya…….., maka hendaklah ia memuliakan tamunya” , menyatakan adanya hak tetangga dan tamu, keharusan berlaku baik kepada mereka dan menjauhi sikap yang tidak baik terhadap mereka. Allah telah menetapkan di dalam Al Qur’an keharusan berbuat baik kepada tetangga dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :
“Jibril selalu menasehati diriku wacana urusan tetangga, sampai-sampai saya beranggapan bahwa tetangga itu sanggup mewarisi harta tetangganya”.

Bertamu itu merupakan aliran Islam, kebiasaan para nabi dan orang-orang shalih. Sebagian ulama mewajibkan menghormati tamu tetapi sebagian besar dari mereka beropini hanya merupakan bab dari akhlaq yang terpuji.

Pengarang kitab Al Ifshah menyampaikan : “Hadits ini mengandung hukum, hendaklah kita berkeyakinan bahwa menghormati tamu itu suatu ibadah yang dilarang dikurangi nilai ibadahnya, apakah tamunya itu orang kaya atau yang lain. Juga proposal untuk menjamu tamunya dengan apa saja yang ada pada dirinya walaupun sedikit. Menghormati tamu itu dilakukan dengan cara segera menyambutnya dengan wajah senang, perkataan yang baik, dan menghidangkan makanan. Hendaklah ia segera memberi pelayanan yang gampang dilakukannya tanpa memaksakan diri”. Pengarang juga menyebutkan perkataan dalam menyambut tamu.

Selanjutnya ia berkata : Adapun sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam “maka hendaklah ia berkata baik atau diam” , memperlihatkan bahwa perkatan yang baik itu lebih utama daripada diam, dan membisu itu lebih utama daripada berkata buruk. Demikian itu alasannya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dalam sabdanya memakai kata-kata “hendaklah untuk berkata benar” didahulukan dari perkataan “diam”. Berkata baik dalam Hadits ini meliputi memberikan aliran Allah dan rasul-Nya dan memperlihatkan pengajaran kepada kaum muslim, amar ma’ruf dan nahi mungkar menurut ilmu, mendamaikan orang yang berselisih, berkata yang baik kepada orang lain. Dan yang terbaik dari semuanya itu ialah memberikan perkataan yang benar di hadapan orang yang ditakuti kekejamannya atau dibutuhkan pemberiannya.
banner
Previous Post
Next Post