Monday 9 March 2020

Sudah Amat Dekat!


Gerak laju perubahan yang mengusung kebebasan tanpa batas sepertinya  berdasarkan segelintir orang merupakan solusi tunggal kesjahteraan dan kemapanan suatu bangsa. Nilai moral yang intinya senantiasa menyemat segala sistem juga telah perlahan dieliminasi banyak pihak dengan dalih pembangunan fisik tidak ada kaitannya dengan training moral. Betapa lucunya paham yang demikian, lantaran semua agama yang ada dipermukaan bumi ini percaya bahwa sistem akan melaju optimal jikalau pembangunan infrastruktur berjalan sejajar dengan pembangunan moral. Krisis moral meruapakan wabah yang amat membahayakan rekontruksi pembaharuan dan regenerasi. Di samping itu, menjamurnya generasi yang tak bisa berevolusi, gampang terprovokasi, menelan asumsi, serta meyakini selentingan miring  sebagai informasi konkrit yang seakan-akan bersifat mutawatir dan hirau akan fakta merupakan watu sandungan terbesar dalam menjalakan roda pemerintahan.

Beranjak dari tajuk ringkas di atas, sistem yang baik yaitu sistem yang mengusung tinggi nilai moral serta jauh dari paham Liberalis. Serta diterapkan oleh individu berelektabilitas, mempunyai etos kerja, cermat dan yang paling penting mempunyai pondasi agama yang kuat. Imam Abu Hamid Muhammad Ghazali menyebutkan bahwa setiap muslim telah dikarunia empat hidayah oleh Sang Pencipta, yaitu: Akal, Naql (Alquran dan Hadits), At-tajarubbah (percobaan atau penemuan), dan yang terakhir Al-wijdan (perasaan). Jika keempat pilar ini dikolaborasikan secara optimal dan diletakkan sesuai posisi dan fungsinya, maka fleksibilitas umat akan semakin terlaksana dan individu akan semakin lentur dalam mengeksplor skill yang sarat akan nilai moral. Berbalik kondisinya, jikalau keempat pundi ini tidak disandingkan atau bahkan diabaikan, maka yang akan terjadi yaitu sebaliknya, perpecahan,  lahirnya komunitas yang saling menyalahkan, selalu ingin mendapat hasil  instan dan jauh akan norma yang berlaku. Singkat dongeng fitnah akan bertebaran, paham yang diciptakan untuk saling menjatuhkan pun membanjir, mengalir di setiap sisi rasa dan hela nafas yang silih berganti.

Kondisi menyerupai ini layaknya tengah menimpa banyak negara Islam. Bisa dikatakan, pada ketika ini masing-masing negara Islam mendirikan aksara kebangsaannya sendiri sendiri seraya meninggalkan dan menanggalkan ikatan iman serta tabiat Islam sebagai identitas utama bangsa. Ditambah lagi dengan krisis regenerasi dan bertaburnya  individu nonakademis yang jauh akan norma dan  etika. Sehingga tidak terelakkan lagi umat Islam yang jumlahnya kurang lebih setengah milyar dan tersebar di aneka macam penjuru jagat raya tersebut semakin kehilangan wibawa. Bahkan dicap sebagai umat yang labil, tidak konsisten serta jauh dari kemajuan dan kemandirian. Rasulullah shallallahu alaihi was sallam sudah mensinyalir bahwa akan muncul babak keempat perjalanan umat Islam, yakni kepemimpinan para Mulkan jibriyyan (raja-raja yang memaksakan kehendak). Inilah babak yang sedang diarungi umat Islam remaja ini.

Sedemikian carut-marutnya kala yang sedang kita alami sekarang, sehingga seorang ulama Pakistan yang sempat tinggal usang di Amerika menyebutnya sebagai A godless civilization (peradaban yang tidak bertuhan). Ahmad Thompson, seorang penulis muslim berkebangsaan Inggris menyebutnya dengan sebutan sistem Dajjal. Ia menyampaikan bahwa semenjak runtuhnya khilafah Islam terakhir, dunia didomonasi oleh pihak kuffar (orang kafir). Perjalanan umat semakin jauh dari nilai-nilai kenabian. Berbagai sisi kehidupan diarahkan oleh nilai-nilai kekufuran. Sehingga kondisi yang menyerupai ini amat aman dan memuluskan datangnya fitnah kiamat yaitu Dajjal.

Jelaslah sudah, bahwa zaman sedang kita arungi yaitu zaman yang sarat akan fitnah. Di mana banyak di antara insan yang jauh lebih menentukan cekokan luar, anekdot parau dan bisikan-bisikan kesesatan yang gencar disunggukan oleh para kuffar. Pada kondisi menyerupai inilah tersingkap perbedaan yang amat real antara mereka yang mempunyai iman kolam watu pualam nan mengkilap dengan mereka yang lebih menentukan untuk menjadi hamba sahaya orientalis dan bernaung rasis di bawah ketiak Komunis.  Allah swt berfirman:

إِنْ يَمْسَسْكُمْ قَرْحٌ فَقَدْ مَسَّ الْقَوْمَ قَرْحٌ مِثْلُهُ وَتِلْكَ الْأَيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ النَّاسِ وَلِيَعْلَمَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَيَتَّخِذَ مِنْكُمْ شُهَدَاءَ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ الظَّالِمِينَ

Jika kau (pada perang Uhud) mendapat luka, maka sebenarnya kaum (kafir) itupun (pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) kami pergilirkan di antara insan itu (agar mereka mendapat pelajaran); Dan biar Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) supaya sebagian kau dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada’. Dan Allah tidak menyukai orang orang yang zalim”.

Didalam ayat ini Allah Swt. menjelaskan bahwa kemenangan dan kekalahan akan berjalan menyerupai roda, silih berganti menyerupai malam dan siang. Ada di mana umat muslim berada di puncak kemenangan dan ada pula di mana umat muslim mencicipi hal sebaliknya. Yang terpenting dari putaran roda ini adalah: Allah ingin melihat keteguhan hati hambanya, sebesar mana wujud cinta sang hamba terhadap tuhannya, sejauh mana kebenaran iman dan deklarasi kepercayaannya, dan sejauh mana ia menyayangi saudaranya.

We are living  in the darkest ages of the Islamic history. Ya, kita memang sedang hidup dalam masa kegelapan. Di mana dunia morat-marit dan sarat fitnah. Dunia dikendalikan dengan nilai-nilai jahiliah modern, didominasi oleh paham Materialisme, Liberalisme dan Sekularisme diberbagai aspek. Baik di bidang perekonomian, sosial, budaya bahkan dalam bidang keagamaan.  Sungguh miris melihat kenyataan, bahwa masa di mana kita bertapak, menjalani sisa kehidupan merupan masa kiamat yang diindikaskan Rasulullah Saw. di dalam sabdanya:

Dari Abu Sa’id al-Khudri  Ra., bahwa Rasulullah Saw. bersabda: “Akan turun kepada umatku di kiamat nanti cobaan yang dahsyat dari pemimpin mereka. Belum pernah terdengar yang lebih dahsyat darinya sehingga bumi yang luas itu terasa sempit bagi mereka lantaran bumi dipenuhi oleh kejahatan dan kezaliman. Seorang mukmin tidak mendapat daerah berpindah dari kezaliman itu…” (HR Hakim)

Menyelami lebih dalam hadits di atas tentunya tergurat terang siluet konflik Mesir yang tak kunjung usai. Bahkan kepak sayapnya semakin melebar dan meninggalkan bercak merah yang tak mungkin hilang. Coba kita amati secara seksama, bagaimana rentetan episode permasalahan tersebut semakin hari semakin saja menuju titik selesai yang mengisyaratkan bahwa konflik yang terjadi merupakan konflik kiamat yang amat diwanti-wanti adanya oleh Rasulullah. Setiap harinya bertabur berita-berita bohong yang amat jauh dari fakta yang sengaja diracik untuk memperseru pergulatan yang terjadi. Konspirasi  bernaung di bawah topeng inspeksi, semua hal dibungkus dengan rapi hingga masyrakat awam tak sanggup membedakan mana yang orisinil dan mana yang imitasi. Darah kaum muslimin dijadikan parsel ambisi segelintir kelompok yang bersembunyi dibalik label legitimasi.

Ingatlah walau kita terpisah oleh demografi dan topografi yang berbeda. Namun syariat dan iman tidak ada yang berbeda, setiap poin yang tertera dalam Quran baik yang tersurat maupun yang tersirat tidak ada yang sanggup membenarkan bencana demi bencana yang terjadi. Islam senatiasa menyingkirkan segala sesuatu yang sanggup memicu perpecahan dan pertikaian, dari hal yang terkecil hingga yang paling besar.

Banyak pandai Arab dan tokoh tokoh besar lengan berkuasa dunia ikut berkomentar akan bencana tersebut. Di antaranya Imam Yusuf al-Qardhawi yang mengritik pembantaian sipil tak berdosa Sabtu, 27 juli 2013. Di antara poin yang diutarakan oleh sang Imam mengenai hal tersebut adalah: Sisi hanya mengaggap puluhan/ratusan ribu demonstran yang berada di Tahrir dan Ittihadiyah dan melupakan puluhan juta demonstran lain di jalan-jalan. Menumpahkan darah Abriya’ (sipil tak berdosa) yaitu kriminal berat dalam agama. Apapun alasannya tidak dibenarkan membunuh orang yang sedang melakukan shalat tarawih dan qiyam. Dan ingatlah, mereka yang turun kejalan bukanlah semata-mata bahagian dari Ikhwan, melainkan banyak pula dari mereka yang bergabung menguatkan barisan hanya untuk mengembalikan kostitusi dan legitimasi.

Konflik Mesir bukan hanya sekedar konflik lokal, melainkan problematika umat Islam sedunia. Sudah layaknya negara-negara Islam lain menunjukkan bukti kepedulian konkrit akan permasalahan ini. Bagi para individu yang mempunyai kecenderungan dalam menganalisa dan berperan aktif di dunia maya akan prihal tersebut,  selayaknya menjadi lentera penerang dan senantiasa menunjukkan kritik positif tanpa harus memperkeruh keadaan. Apalagi hingga mengeluarkan cibiran dan ketus pedas  yang nantinya akan menjulur kepada permasalahan baru.

Dalam kutipan perkataan Imam Ghazali tertera bahwa memahami ilmu pengetahuan layaknya memahami ilmu Matematika. Bilangan, rumus serta proses penjumlahan yang nantinya akan mewujudkan hasil selesai merupakan proses penjelajahan bilangan yang tidak terselip di dalamnya keraguan. Oleh lantaran itu, hati hati dalam berucap! Pahami sesuatu yang anda ingin amati, kemudian perdalam hal tersebut, gres sesudah itu anda sanggup berargumen! itupun jikalau argumen yang anda lontarkan dibalut dengan kode etik yang berlaku. Karena ditakutkan, jikalau hal di atas tidak diindahkan, anda hanya akan menjadi bahar bakar menyulut nyalanya kobar  fitnah selesai zaman. Naudzu billahi min dzalik.

Oleh: Tgk. Alwin Abdillah
Penulis: Mahasiswa Aceh, sedang menuntaskan Program Master (S2) di Sudan

banner
Previous Post
Next Post