Friday, 6 December 2019

Majalah Al-Azhar Selayang Pandang

Al-Azhar Magazine
Oleh: Nafis Akhtiar
(Mahasiswa tingkat II fakultas Ushuluddin, Universitas Al-Azhar) 

Ada dua hal yang selalu diperhatikan oleh perusahaan besar ketika menjual produk andalannya, kualitas karya dan megahnya nama. Namun, sebagian pengusaha ekstrem tidak peduli dengan mutu barang dagangan mereka. Bagi mereka nama yaitu segala-galanya. Sebagus apa pun sesuatu, kalau tidak ada yang tahu maka tidak ada artinya. Sedangkan barang yang jelek jikalau selalu dipuji-puji alhasil akan disukai banyak orang.

Karena dasar inilah pemikiran dan budaya busuk Eropa alhasil dikultuskanoleh khalayak umum di seluruh belahan dunia. Kultur sosial mereka dipersandingkan dengan kemajuan teknologi barat sehingga terlihat hebat dan berbau modern. Adapun tradisi agung keilmuan Islam harus pudar ditutup debu-debu ketidaktahuan.

Menyadari hal ini, maka pada tahun 1926 gagasan untuk menciptakan majalah khusus universitas mulai tersebar di Jami' Al-Azhar. Empat tahun kemudian wacana tersebut benar-benar terealisasi. Tepatnya, pada bulan Muharram 1349 H 1930 M terbitlah majalah berjulukan Nurul Islam di bawah pimpinan Syekh Muhammad Al-Khudhar Husein.

Majalah ini memfokuskan untuk menghidupkan kembali turats islami dan dakwah masyarakat kepada sunah. Materinya pula berkutat seputar tafsir, hadis dan kolom-kolom dakwah. Tanpa disangka, antusiasme masyarakat terhadap majalah gres ini sangatlah besar. Sehingga lebih 7000 naskah terjual pada empat tahun pertama penerbitannya.

Pada tahun 1935, atas perintah Syeikhul Azhar Syekh Musthafa Al-Maraghi nama majalah itu diubah menjadi Majalah Al-Azhar. Rubrik-rubriknya pun diperbanyak. Isi tulisannya mulai menyentuh permasalahan masyarakat modern Mesir ketika itu. Khususnya membantah syubhat-syubhat terhadap Islam, serta membetulkan pemahaman masyarakat wacana ilmu dan filsafat, sesudah sebelumnya menjadi kacau alasannya yaitu bahan kurikulum barat yang diajarkan di sekolah-sekolah umum.

Dari waktu ke waktu, majalah ini terus mengalami pertumbuhan yang membanggakan. Keyakinan umat Islam terhadap agamanya menciptakan mereka selalu haus akan pencerahan dari agama,tentang hal ihwal kehidupan mereka dan juga perihal dunia Islam secara umum. Mereka inginkan solusi untuk segala macam persoalan, tapi bukan dari pemikiran sinting dan interpretasi sesat orang-orang sekuler. Mereka butuh nasihat untuk terus maju, tapi tidak dari filosof dan pemikir atheis. Maka jadilah Majalah Al-Azhar menyerupai lentera yang terang ditengah gelapnya media sekuler dan zindiq.

Saking besarnya tugas majalah ini, sehingga Syekh Musthafa Abdul Raziq di awal masa jabatannya sebagai Syeikul Azhar melihat perlunya dibentuk hukum khusus untuk Majalah Al-Azhar. Hal ini supaya visi dan misi majalah menjadi lebih terperinci dan pengurusannya lebih teratur. Maka, pada tahun 1946 dirumuskan sebuah AD/ART untuk majalah ini. Intinya mengatur tujuan majalah, isi pembahasannya, ketentuan-ketentuan, serta soal dewan redaksi dan pegawai majalah.

Majalah Al-Azhar mulai menulis rubrik dalam bahasa asing, untuk pembaca yang tidak sanggup berbahasa Arab.Rubrik dalam bahasa Prancis dan Inggris. Selain itu, semua majalah yang dijual disertakan satu buku kecil karya ulama sebagai hadiah setiap edisi. Buku-buku ini dibutuhkan sanggup menambah wawasan pembaca wacana ilmu-ilmu agama.

Mutu Sebuah Karya
Sejak pertama kali diedarkan hingga kini, aneka macam hal-hal positif yang didapat pembaca Majalah Al-Azhar, lebih-lebih lagi para penuntut ilmu. Yang paling istimewa dari majalah ini yaitu kualitas tulisannya sendiri.

Bagaimana tidak, rubrik-rubrik majalah ini diisi dengan karya tulis para ulama Azhar, yang telah diakui keilmuannya oleh seluruh dunia Islam. Ide dan pemikiran di dalamnya hasil pemahaman mereka yang mendalam terhadap pelbagai macam ilmu yang telah dikuasai. Sehingga kita tidak ragu dengan kebenaran fakta dan kejernihan pikiran itu. Pelajaran-pelajaran yang mereka sampaikan semuanya bertujuan untuk membuka hati dan pikiran kita mengenal Islam yang seutuhnya. Inilah yang membuatkannya jurnalilmiah buruan para pencinta ilmu.

Kelebihan lain majalah ini yaitu harganya yang sangat murah. Harga satu naskah Majalah Al-Azhar edisi paling gres hanya Le 3 (sekitar Rp 4500). Sedangkan harga majalah di Indonesia kini berada di kisaran Rp 20000. Murahnya harga menjadikan ramai kalangan mau berlangganan majalah ini. Apalagi mahasiswa Al-Azhar banyak yang tiba dari mancanegara. Bahan bacaan yang berkualitas dan murah merupakan sebuah berkat bagi mereka di tengah kondisi keuangan langsung yang tidak menentu di tanah rantau.

Majalah Al-Azhar juga menghadirkan buku-buku kecil yang bernilai tinggi sebagai hadiah pada setiap edisi. Buku mirip ini kalau dibeli dari sumber lain harganya jauh lebih mahal dari harga majalah yang cuma Le 3. Sangat masuk akal jikalau ramai yang ingin mengoleksi sebanyak-banyaknya buku hadiah dari majalah ini. Tidak heran juga apabila mahasiswa-mahasiswa sukses Indonesia di Mesir punya tumpukan Majalah Al-Azhar di rumahnya.

Majalah Al-Azhar dan Tantangan dari Luar
Seperti media cetak Islam lainnya, Majalah Al-Azhar juga tidak luput dari gangguan-gangguan pembenci Islam yang mau menjatuhkannya. Terakhir majalah pujian umat Islam itu pernah dituntut di pengadilan alasannya yaitu dianggap 'mengusik' perasaan umat Kristiani. Tak sungkan, mereka melabelnya dengan gelar media bernuansa Taliban dan menuduh pemred-nya ketika itu, Dr. Muhammad 'Imarah dengan macam-macam tuduhan.

Namun, sesudah ditelusuri lebih dalam, ternyata kalimat yang dikatakan menghujat Kristiani itu yaitu kutipan kata-kata seorang orientalis, Montgomery Watt, yang menggambarkan agama Kristensesuai kajian dan pemerhatiannya. Nah, wajarkah seseorang dituntut alasannya yaitu kata-kata orang lain?

Begitulah besarnya tantangan yang harus ditempuh sebuah media Islam untuk memberikan idealismenya. Isi penyampaiannya harus mengedepankan kebenaran dan membangun jiwa, namun tetap menjaga korelasi dengan pemerintah dan mengindahkan perasaan pihak lain supaya tidak merasa dirugikan.

Semoga Majalah Al-Azhar terus maju sesuai zaman yang terus berubah, serta terus membesar sebesar cita-cita dan tujuan yang ia emban.


*Tulisan ini telah dimuat pada Buletin el Asyi edisi khusus Seperempat Abad
banner

Related Posts: