Wednesday 22 January 2020

Membantai Ideologi Ke-Aceh-An


Oleh: Muhibussabri Hamid*

Dalam sebuah temu ramah sesudah penjemputan mahasiswa gres (maba) saat sesi perkenalan seorang maba menyampaikan “saya ingin masuk KMA, supaya bernafsu aja”. Sontak kalimat tersebut menciptakan KMA riuh dengan tawa dan tepuk tangan. Dalam kesempatan yang lain, kita juga dihadapkan dengan situasi “menghajar broker nakal” yang hampir saja menculik mereka.

Bahasa lembutnya yaitu kita masih menghargai idealism keacehan kita, sehingga dalam banyak sekali kesempatan kita juga harus berhadapan dengan rangkaian keadaan manifestasi pergolakan terhadap nilai keacehan kita. Dalam kata lain, kita memang harus all out menjadi Aceh atau tidak sama sekali.

Kedatangan maba tahun ini lebih signifikan jikalau dibandingkan dengan dua tahun belakangan ini. Ditambah dengan kehadiran mahasiswa S2 dan akan menyusul beberapa yang S3 tentu akan menciptakan kita semakin bahagia. Dengan kehadiran mereka ditegah-tengah kita tentu akan menciptakan warna-warni gres bagi KMA, mengharumkan wajah Aceh dan menjadi pilar-pilar supaya tegaknya ideologi keluarga yang selama ini terus kita pupuk.

Disadari atau tidak moment kedatangan mahasiswa gres juga menunjukan adanya keberadaan sebuah kekeluargaan dan kabar baik bagi keberlangsungan mereka di ranah masisir. Ketika sebuah kekeluargaan regenerasinya tersedak, mereka akan dihantui rasa takut akan kehilangan entitas sebagai salah satu aksara ideologi kedaerahan. Pun kita Provinsi Aceh memilik kemajemukan ideologi kesukuan.

Ideologi dan harga persatuan kita

Kita dihadapkan dengan fakta unik, tahun ini maba tempat perbatasan juga mendominasi. Dalam arti lain, Islam dan ghirah masyarakat Aceh yang akrab dengan perbatasan semakin menggembirakan. Geliat masyarakat untuk menjaga keislaman mereka patut diacungi jempol. Ditambah dengan perwakilan maba untuk kuliyah di Universitas Al-Azhar, tentu ini akan menjadi sebuah jaminan masa depan syariat di perbatasan pecahan tanah rencong. Tentu hal ini sangat membahagiakan.

Pesona ideologi masyarakat Aceh di Mesir tidak dipandang sebelah mata. Nilai budaya yang kita punya dan tawarkan tidak pernah beradu dengan syariat. Sehingga wacana Aceh sebagai bumi syariat terasa lebih kental. Pun promosi alat kebudaayan Aceh dalam banyak sekali kesempatan mendominasi.

Secara matematis kita bukanlah apa-apa dibandingkan dengan keberadaan masyarakat Indonesia lain, namun kesolidan dan kekentalan nilai yang kita bawalah yang menyebabkan masisir respek dan mau meilhat kita sebagai sebuah entitas yang bernilai.

Ada yang menarik saat melihat dan membahas geliat kesukuan sesama Aceh. Walaupun agak risih dan tidak nyaman, tapi hal ini harus diingatkan. Sejatinya kita harus berusaha untuk mengacehkan KMA. Berangkat dari judul, membantai ideologi Aceh keacehan bukan berarti kita harus berganti kekeluargaan, mengikuti dan menyebabkan budaya barat sebagai konsumsi sehari-hari. Atau Beralih membunuh nilai keacehan kemudian menggantingan dengan nilai yang bertentangan dengan perintah Allah Swt.

Melainkan perjuangan untuk menanggalkan pakaian suku, almamater dan daerah. Gantilah dengan pakaian kesatuan kita, dengan pakaian merek sebagai baju kebesaran kita bersama. Sebagai payung utama wadah bersatunya warga Aceh.

Aceh bukanlah mereka yang dapat berbicara bahasa aceh dengan fasih, bukan juga mereka yang mengklaim diri sebagai suku asli. Pun bukan suku-suku perbatasan dan pedalaman. Melainkan kesatuan seluruh kultur, budaya, adat, suku dan insan yang mewarnai, kesatuan dari semua hal tersebut yaitu kita. kita yaitu orang Aceh, yang selalu menjunjung tinggi persatuan dan mengharumkan nama Aceh.

Keberadaan goresan pena ini bukanlah sebagai bentuk talqin penafian keberadaan KMA sebagai bab dari masyarakat masisir, keberadaan Provinsi Aceh sebagai bab dari Republik Indonesia. Namun lebih sebagai himbauan kepada kita, saya dan anda untuk menjaga kesolidan dan nilai-nilai keacehan demi terjaganya nilai ukhuwah sesama warga KMA di Mesir.

Kita juga sebagai bab dari masisir, bab dari wafidin ghair arab kita juga punya hak bergabung dan mewarnai circle kultur mahasiswa. Namun ingat, ingatkan mereka bahwa Aceh punya cita rasa yang tinggi dengan budaya yang selalu sejalan dengan syariat Allah Swt. Semoga!

*Ketua KMA Periode 2014-2015
banner
Previous Post
Next Post