Thursday, 27 February 2020

Agama Bangsa Arab Sebelum Rosulullah

AGAMA BANGSA ARAB DAHULU


 Mayoritas Bangsa Arab masih mengikuti dakwah Nabi Ismail  AGAMA BANGSA ARAB SEBELUM ROSULULLAH
Mayoritas Bangsa Arab masih mengikuti dakwah Nabi Ismail 'alaihissalam dan menganut agama yang dibawanya. Beliau meneruskan dakwah ayahnya, Ibrahim 'alaihissalam, yaitu menyembah Allah dan mentauhidkanNya. Untuk beberapa usang mereka akibatnya mulai lupa banyak hal perihal apa yang pernah diajarkan kepada mereka. Sekalipun begitu, tauhid dan beberapa syiar agama Ibrahim masih tersisa pada mereka, hingga munculnya Amru bin Luhai, pemimpin Bani Khuza'ah. Dia tumbuh sebagai orang yang dikenal suka berbuat kebajikan, bershadaqah dan respek terhadap urusan-urusan agama, sehingga semua orang mencintainya dan hampir-hampir mereka menganggapnya sebagai salah seorang ulama besar dan wali yang disegani. Kemudian beliau mengadakan perjalanan ke Syam. Disana beliau melihat penduduk Syam yang menyembah berhala dan menganggap hal itu sebagai sesuatu yang baik serta benar. Sebab menurutnya, Syam ialah tempat para rasul dan kitab. Maka beliau pulang sambil membawa Hubal dan meletakkannya di dalam ka'bah. Setelah itu beliau mengajak penduduk Mekkah untuk mengakibatkan sekutu bagi Allah. Orang-orang Hijaz pun banyak yang mengiktui penduduk Mekkah karena mereka dianggap sebagai pengawas Ka'bah dan penduduk tanah suci.

Berhala yang paling dahulu mereka sembah ialah Manat, yang ditempatkan di Musyallal di tepi maritim Merah bersahabat Qudaid. Kemudian mereka menciptakan Lata di Thaif dan Uzza di lembah kurma (wadi nakhlah). Ketiga berhala tersebut merupakan yang paling besarnya. Setelah itu kemusyrikan semakin merebak dan berhala-berhala yang lebih kecil bertebaran di setiap tempat di Hijaz. Dikisahkan bahwa Amru bin Luhai mempunyai pembantu dari jenis jin. Jin ini memberitahukan kepadanya bahwa berhala-berhala kaum Nuh (Wud, Suwa', Yaghuts, Ya'uq dan Nasr) terpendam di Jeddah. Maka beliau tiba ke sana untuk mencari keberadaannya, kemudian membawanya ke Tihamah. Setelah tiba demam isu haji, beliau menyerahkan berhala-berhala itu kepada banyak sekali kabilah. Mereka membawa pulang berhala-berhala itu ke tempat mereka masing-masing. Sehingga di setiap kabilah dan di setiap rumah hampir niscaya ada berhalanya. Mereka juga memajang banyak sekali macam berhala dan patung di al-Masjidil Haram . Tatkala Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam menaklukkan Mekkah, di sekitar Ka'bah terdapat tiga ratus enam puluh berhala. Beliau menghancurkan berhala-berhala itu hingga runtuh semua, kemudian memerintahkan biar berhala-berhala tersebut dikeluarkan dari masjid dan dibakar.

Begitulah kisah kemusyrikan dan penyembahan terhadap berhala, yang menjadi fenomena terbesar dari agama orang-orang Jahiliyyah, yang menganggap dirinya masih menganut agama Ibrahim.

Mereka juga mempunyai beberapa tradisi dan upacara penyembahan berhala, yang hampir semuanya dibentuk oleh Amru bin Luhai. Sementara orang-orang mengira apa yang dibentuk Amru tersebut ialah sesuatu yang gres dan baik serta tidak merubah agama Ibrahim. Diantara upacara penyembahan berhala yang mereka lakukan ialah :
Mereka mengelilingi berhala dan mendatanginya, berkomat-kamit di hadapannya, meminta proteksi tatkala menghadapi kesulitan, berdoa untuk memenuhi kebutuhan, dengan penuh keyakinan bahwa berhala-berhala itu sanggup memperlihatkan syafa'at di sisi Allah dan mewujudkan apa yang mereka kehendaki.

Mereka menunaikan haji dan thawaf di sekeliling berhala, merunduk dan sujud di hadapannya.

Mereka bertaqarrub kepada berhala mereka dengan banyak sekali bentuk taqarrub/ibadah; mereka menyembelih dan berkorban untuknya dan dengan namanya. Dua jenis penyembelihan ini telah disebutkan Allah di dalam firmanNya :

"…Dan apa yang disembelih untuk berhala…." (al-Maidah: 3)

"Dan jagnanlah kalian memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya". (Al-An'am: 121).

Jenis taqarrub yang lain, mereka mengkhususkan sebagian dari makanan dan minuman yang mereka pilih untuk disajikan kepada berhala, dan juga mengkhususkan penggalan tertentu dari hasil panen dan binatang ternak mereka. Diantara hal yang amat gila ialah perbuatan mereka mengkhususkan penggalan yang lain untuk Allah. Banyak sebab-sebab yang mereka jadikan alasan kenapa mereka memindahkan sesembahan yang bahwasanya mereka peruntukkan untuk Allah kepada berhala-berhala mereka, akan tetapi mereka tidak memindahkan sama sekali sesembahan yang sudah diperuntukkan untuk berhala mereka. Allah berfirman :

"Dan, mereka memperuntukkan bagi Allah satu penggalan dari flora yang diciptakan Allah, kemudian mereka berkata sesuai dengan persangkaan mereka, ' Ini untuk Allah dan ini untuk berhala-berhala kami'. Maka saji-sajian yang diperuntukkan bagi berhala-berhala mereka tidak hingga kepada Allah; dan saji-sajian yang diperuntukkan bagi Allah, maka sajian itu hingga kepada berhala-berhala mereka. Amat buruklah ketetapan mereka itu". (Al-An'am: 136).

Diantara jenis taqarrub yang mereka lakukan ialah dengan bernazar menyajikan sebagian hasil flora dan ternak untuk berhala-berhala. Allah berfirman :

" Dan, mereka mengatakan,'inilah binatang ternak dan flora yang dilarang; tidak boleh memakannya, kecuali orang yang kami kehendaki', berdasarkan anggapan mereka, dan binatang ternak yang mereka tidak menyebut nama Allah di waktu menyembelihnya, semata-mata membuat-buat kedustaan terhadap Allah". (Al-An'am: 138).

Diantaranya lagi ialah ritual al-bahirah, as-sa'ibah, al-washilah, al-hami . Ibnu Ishaq berkata: "al-bahirah ialah anak as-sa'ibah yaitu onta betina yang telah beranak sepuluh betina secara berturut-turut dan tidak diselingi sama sekali oleh yang jantan. Onta semacam inilah yang dilakukan terhadapnya ritual sa'ibah; ia tidak boleh ditunggangi, tidak boleh diambil bulunya, susunya tidak boleh diminum kecuali oleh tamu. Jika kemudian melahirkan lagi anak betina, maka telinganya harus dibelah. Setelah itu ia harus dilepaskan secara bebas bersama induknya, dan juga harus menerima perlakuan yang sama menyerupai induknya. Al-Washilah ialah domba betina yang lahir dari lima perut; kalau kemudian lahir sepuluh betina secara berturut-turut dan tidak diantarai lahirnya yang jantan, mereka mengadakan ritual washilah. Mereka berkata: "aku telah melaksanakan washilah". Kemudian bila domba tersebut beranak lagi, maka mereka persembahkan kepada kaum laki-laki saja kecuali ada yang mati maka dalam hal ini kaum laki-laki dan perempuan gotong royong melahapnya. Sedangkan Al-hami ialah onta jantan yang sudah membuahkan sepuluh anak betina secara berturut-turut tanpa ada jantannya. Punggung onta menyerupai ini dijaga, tidak boleh ditunggangi, tidak boleh diambil bulunya, harus dibiarkan lepas dan tidak dipakai kecuali untuk kepentingan ritual tersebut. Berkenaan dengan hal tersebut, Allah menurunkan ayat :

"Allah sekali-kali tidak pernah mensyari'atkan adanya bahirah, sa'ibah, washilah dan hami. Akan tetapi orang-orang kafir membuat-buat kedustaan terhadap Allah, dan kebanyakan mereka tidak mengerti". (al-Maidah: 103).

Allah juga menurunkan ayat :

" Dan, mereka menyampaikan :'apa yang di dalam perut binatang ternak ini ialah khusus untuk laki-laki kami dan diharamkan atas perempuan kami', dan kalau yang dalam perut itu dilahirkan mati, maka laki-laki dan wantia sama-sama boleh memakannya". (Al-An'am: 139).

Sa'id bin al-Musayyab telah menegaskan bahwa binatang-binatang ternak diperuntukkan bagi taghut-taghut mereka. Di dalam hadits yang shahih dan marfu', bahwa Amru bin Luhai ialah orang pertama yang melaksanakan ritual saibah (mempersembahkan onta untuk berhala).

Bangsa Arab berbuat menyerupai itu terhadap berhala-berhalanya, dengan disertai keyakinan bahwa hal itu sanggup mendekatkan mereka kepada Allah, menghubungkan mereka kepadaNya serta meminta syafa'at kepadaNya, sebagaimana yang dinyatakan dalam AlQur'an :

"Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya". (Az-Zumar:3).
"Dan, mereka menyembah selain daripada Allah apa yang tidak sanggup mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula) manfaat, dan mereka berkata: 'mereka itu ialah pemberi syafa'at kepada kami disisi Allah". (Yunus: 18).

Orang-orang Arab juga mengundi nasib dengan sesuatu yang disebut al-azlam atau anak panah yang tidak ada bulunya. Anak panah itu ada tiga jenis: satu jenis ditulis dengan kata "ya", satu lagi ditulis dengan kata "tidak" dan jenis ketiga dengan kata "dibiarkan". Mereka mengundi nasib untuk memilih apa yang akan dilakukan, menyerupai bepergian, menikah atau lain-lainnya, dengan memakai anak panah itu. Jika yang keluar goresan pena "ya", mereka melaksanakannya, dan kalau yang keluar ialah goresan pena "tidak" , mereka menangguhkannya pada tahun itu hingga mereka melakukannya lagi. Dan kalau yang mncul ialah goresan pena "dibiarkan" mereka mengulangi undiannya. Ada lagi jenis lain, yaitu goresan pena "air" dan "tebusan", begitu juga goresan pena "dari kalian", "bukan dari kalian" atau "disusul". Bila mereka ragu terhadap nasab seseorang mereka membawanya ke hubal dan membawa serta juga seratus binatang kurban kemudian diserahkan kepada pengundi. Dalam hal ini, kalau yang keluar ialah goresan pena "dari kalian", maka beliau diangkat sebagai penengah/pemutus perkara diantara mereka. Jika yang keluar goresan pena "bukan dari kalian" maka beliau diangkat sebagai sekutu. Sedangkan kalau yang keluar ialah goresan pena "disusul" maka kedudukannya di tengah mereka ialah sebagai orang yang tidak bernasab dan tidak diangkat sebagai sekutu.

Tak beda jauh dengan hal ini ialah perjudian dan undian. Mereka membagi-bagikan daging unta yang mereka sembelih berdasarkan undian tersebut.

Mereka juga percaya kepada perkataan peramal, dukun (para normal) dan hebat nujum (astrolog). Peramal ialah orang yang suka memperlihatkan informasi perihal hal-hal yang akan terjadi di masa depan, mengaku-aku dirinya mengetahui rahasia-rahasia. Diantara para peramal ini, ada yang mendakwa dirinya mempunyai pengikut dari bangsa jin yang memperlihatkan informasi kepadanya. Diantara mereka juga ada yang mendakwa mengetahui hal-hal yang ghaib berdasarkan pemahaman yang diberikan kepadanya. Ada lagi dari mereka yang mendakwa dirinya mengetahui banyak hal dengan mengemukan premispremis dan sebab-sebab yang sanggup dijadikan materi untuk mengetahui posisinya berdasarkan kepada ucapan si penanya, perbuatannya atau kondisinya; inilah yang disebut dengan 'arraf (dukun/para normal) menyerupai orang yang mendakwa dirinya mengetahui barang yang dicuri, letak terjadinya pencurian, juga orang yang tersesat, dan lain-lain. Sedangkan hebat nujum (astrolog) ialah orang yang mengamati keadaan bintang dan planet, kemudian beliau menghitung perjalanan dan waktu peredarannya, biar dengan begitu beliau sanggup mengetahui banyak sekali keadaan di dunia dan peristiwa-peristiwa yang bakal terjadi di kemudian hari. Membenarkan ramalan hebat nujum/astrolog ini pada hakikatnya merupakan bentuk kepercayaan terhadap bintang-bintang. Diantara keyakinan mereka terhadap bintang-bintang ialah keyakinan terhadap anwa' (simbol tertentu yang dibaca sesuai dengan posisi bintang) ; oleh karenanya mereka selalu menyampaikan ; 'hujan yang turun ke atas kami ini karena posisi bintang begini dan begitu'.

Di kalangan mereka juga beredar kepercayaan ath-Thiyarah yaitu merasa nasib sial atau meramal nasib jelek (karena melihat burung, binatang lainnya atau apa saja) . Pada mulanya mereka mendatangi seekor burung atau kijang, kemudian mengusirnya. Jika burung atau kijang itu mengambil arah kanan, maka mereka jadi bepergian ke tempat yang hendak dituju dan hal itu dianggap sebagai menunjukan baik. Jika burung atau kijang itu mengambil arah kisri, maka mereka tidak berani bepergian dan mereka meramal hal itu sebagai tanda kesialan. Mereka juga meramal sial kalau di tengah jalan bertemu burung atau binatang tertentu.

Tak bebeda jauh dengan hal ini ialah kebiasaan mereka yang menggantungkan ruas tulang kelinci (dengan kepercayaan bahwa hal itu sanggup menolak bala'-penj). Mereka juga menyandarkan kesialan kepada hari-hari, bulan-bulan, hewan-hewan, rumah-rumah atau wanita-wanita. Begitu juga keyakinan terhadap penularan penyakit dan binatang berbisa. Mereka percaya bahwa orang yang mati terbunuh, jiwanya tidak tenteram kalau dendamnya tidak dilampiaskan. Ruhnya sanggup menjadi binatang berbisa dan burung hantu yang beterbangan di padang sahara/tanah lapang seraya berteriak: 'Haus! haus! beri saya minum! beri saya minum!', dan bila telah dilampiaskan dendamnya maka ruhnya merasa hening dan tentram kembali.

Orang-orang Jahiliyah masih dalam kondisi kehidupan demikian, tetapi aliran Ibrahim masih tersisa pada mereka dan belum ditinggalkan sama sekali, menyerupai pengagungan terhadap baitullah (ka'bah), thawaf, haji, umrah, wukuf di 'Arafah dan Muzdalifah, serta ritual mempersembahkan onta sembelihan untuk ka'bah. Memang, dalam hal ini terjadi hal-hal yang mereka ada-adakan. Diantaranya; orang-orang Quraisy berkata, 'kami anak keturunan Ibrahim dan penduduk tanah haram, penguasa ka'bah dan penghuni Mekkah. Tak seorangpun dari Bangsa Arab yang mempunyai hak dan kedudukan menyerupai kamidalam hal ini, mereka menjuluki diri mereka dengan alhums (kaum pemberani)- ; oleh karena itu tidak selayaknya kami keluar dari tanah haram menuju tanah halal (di luar tanah haram). Mereka tidak melaksanakan wuquf di Arafah, juga tidak ifadhah dari sana, tapi melaukan ifadhah dari Muzdalifah. Mengenai hal ini,turun firman Allah:

"Kemudian bertolaklah kalian dari tempat bertolaknya orang-orang banyak" . (al-Baqarah: 199).

Diantara hal-hal lain yang mereka katakana ialah : "tidak selayaknya alhums mengkonsumsi keju, memasak dan menyaring samin/mentega dikala mereka sedang berihram, serta memasuki rumah-rumah dengan pakaian dari bulu/wol. Juga tidak selayaknya berteduh ketika lagi berteduh kecuali di rumah-rumah yang terbuat dari kulit selama mereka dalam keadaan berihram".

Mereka juga berkata: "Penduduk di luar tanah haram tidak boleh memakan makanan yang mereka bawa dari luar tanah haram ke tanah haram, kalau kedatangan mereka itu dimaksudkan untuk melaksanakan haji atau umrah".

Hal-Hal lainya yang mereka buat-buat ialah mereka melarang orang yang tiba dari luar tanah haram bila mereka tiba dan berthawaf untuk pertama kalinya kecuali dengan mengenakan pakaian kebesaran alhums dan kalau mereka tidak mendapatkannya maka kaum laki-laki harus thawaf dalam keadaan telanjang. Sementara perempuan juga harus menanggalkan seluruh pakaiannya kecuali pakaian rumah yang longgar,kemudian gres berthawaf dan melantunkan :

"Hari ini tampak sebagian atau seluruhnya apa yang nampak itu tiadalah ia perkenankan"

Dan berkaitan dengan itu, turun firman Allah :
"Hai anak Adam! Pakailah pakaian yang indah di setiap (memasuki) masjid". (al-A'raf: 31).

Jika salah seorang dari laki-laki dan perempuan merasa lebih hormat untuk thawaf dengan pakaian yang dikenakannya dari luar tanah haram maka sesudah thawaf beliau harus membuangnya dan ketika itu tak seorangpun yang boleh menggunakannya lagi; baik dari mereka maupun selain mereka.

Hal lainya lagi ialah perlakuan mereka yang tidak mau masuk rumah dari pintu depan bila sedang berihram, tetapi mereka melubangi penggalan tengah rumah untuk tempat masuk dan keluar, dan mereka manganggap pikiran sempit semacam ini sebagai kebaktian (birr); maka hal semacam ini kemudian tidak boleh oleh Al-Qur'an dalam firmanNya :

"Dan bukanlah kebaktian itu memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebaktian itu ialah kebaktian orang yang bertakwa". (al-Baqarah: 189).

Kepercayaan semacam ini ; kepercayaan bernuansa syirik, penyembahan terhadap berhala, keyakinan terhadap hipotesis-hipotesis lemah dan khurafat-khurafat ialah merupakan kepercayaan/agama lebih banyak didominasi Bangsa Arab. Disamping itu juga, ada agama lain seperti; Yahudi, Nashrani, Majusi dan Shabi'ah. Agama-agama ini juga mendapatkan jalan untuk memasuki pemukiman Bangsa Arab.

Ada dua periode yang sempat mewakili keberadaan orang-orang Yahudi di jazirah Arab:

Proses hijrah yang mereka lakukan pada periode penaklukan Bangsa Babilonia dan Assyiria di Palestina; tekanan yang dialami oleh orang-orang Yahudi, luluh lantaknya negeri dan hancurnya rumah ibadah mereka oleh Bukhtanashshar pada tahun 587 SM serta ditawan dan dibawanya sebagian besar mereka ke Babilonia mengakibatkan sebagian mereka yang lain meninggalkan negeri Palestina menuju Hijaz dan bermukim di sekitar belahan utaranya.

Diawali dari semenjak pendudukan yang dilakukan oleh Bangsa Romawi terhadap Palestina dibawah komando Pettis pada tahun 70 M; adanya tekanan dari orang-orang Romawi terhadap bangsa Palestina, hancur dan luluh lantaknya rumah ibadah mereka membuahkan berimigrasinya banyak suku dari bangsa Yahudi ke Hijaz dan menetap di Yatsrib (Madinah sekarang-penj), Khaibar dan Taima'. Disana mereka mendirikan perkampungan, istana-istana dan benteng-benteng. Agama Yahudi tersebar di kalangan sebagian bangsa Arab melalui kaum imigran Yahudi tersebut. Di kemudian harinya mereka mempunyai tugas yang sangat signifikan dalam percaturan politik pada periode tersebut sebelum munculnya Islam. Ketika Islam muncul, suku-suku Yahudi yang sudah ada dan masyhur ialah Khaibar, an-Nadhir, al-Mushthaliq, Quraizhah dan Qainuqa'. Sejarawan, as-Samhudi menyebutkan dalam bukunya "wafâul wafa' " halaman 116 bahwa suku-suku Yahudi yang mampir di Yatsrib dan tiba ke sana dari waktu ke waktu berjumlah lebih dari dua puluh suku.

Sementara itu, masuknya agama Yahudi di Yaman ialah melalui penjual jerami, As'ad bin Abi Karb. Ketika itu, beliau pergi berperang ke Yatsrib dan disanalah beliau memeluk agama Yahudi. Dia membawa serta dua orang ulama Yahudi dari suku Bani Quraizhah ke Yaman. Agama Yahudi tumbuh dan berkembang dengan pesat di sana, terlebih lagi ketika anaknya, Yusuf yang bergelar Dzu Nuwas menjadi penguasa di Yaman; beliau menyerang penganut agama Nashrani dari Najran dan mengajak mereka untuk menganut agama Yahudi, namun mereka menolak. Karena penolakan ini, beliau kemudian menggali parit dan mencampakkan mereka ke dalamnya kemudian mereka dibakar hidup-hidup. Dalam tindakannya ini, beliau tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan, belum dewasa kecil dan orang-orang berusia lanjut. Sejarah mencatat, bahwa jumlah korban pembunuhan massal ini berkisar antara 20.000 hingga 40.000 jiwa. Peristiwa itu terjadi pada bulan Oktober tahun 523 M. Al-Qur'an menceritakan sebagian dari drama tragis tersebut dalam surat al-Buruj (tentang Ashhabul Ukhdud).

Sedangkan agama Kristen masuk ke jazirah Arab melalui pendudukan orang-orang Habasyah dan Romawi. Pendudukan orang-orang Habasyah yang pertama kali di Yaman terjadi pada tanun 340 M dan berlangsung hingga tahun 378 M. Pada masa itu, gerakan kristenisasi mulai merambah pemukiman di Yaman. Tak berapa jauh dari masa ini, seorang yang yang dikenal sebagai orang yang zuhud, doanya mustajab dan juga dianggap mempunyai kekeramatan. Orang ini dikenal dengan sebutan Fimiyun; dialah yang tiba ke Najran. Dia mengajak penduduk Najran untuk memeluk agama Masehi. Mereka melihat gejala kejujuran pada dirinya dan kebenaran agamanya. Oleh karena itu mereka mendapatkan dakwahnya dan bersedia memeluk agama Nasrani.

Tatkala orang-orang Habasyah menduduki Yaman untuk kedua kalinya pada tahun 525

Sebagai jawaban atas perlakuan Dzu Nuwas yang dulu pernah dilakukannya, dan tampuk pimpinan dipegang oleh Abrahah, maka beliau membuatkan agama Kristen dengan gencar dan sasaran sasaran yang luas hingga mencapai puncaknya yaitu tatkala beliau membangun sebuah gereja di Yaman, yang diberi nama "Ka'bah Yaman". Dia menginginkan biar haji yang dilakukan oleh Bangsa Arab dialihkan ke gereja ini. Disamping itu,dia juga berniat menghancurkan Baitullah di Mekkah, namun Allah membinasakannya dan akan mengazabnya di dunia dan akhirat.

Agama Nashrani dianut oleh kaum Arab Ghassan, suku-suku Taghlib dan Thayyi' dan selain kedua suku terakhir ini. Hal itu disebabkan mereka bertetangga dengan orang-orang Romawi. Bukan itu saja, bahkan sebagian raja-raja Hirah juga telah memeluknya.
Sedangkan agama Majusi lebih banyak berkembang di kalangan orang-orang Arab yang bertetangga dengan orang-orang Persia yaitu orang-orang Arab di Iraq, Bahrain (tepatnya di Ahsa'), Hajar dan daerah tepi pantai teluk Arab yang bertetangga dengannya. EliteElite politik Yaman juga ada yang memeluk agama Majusi pada masa pendudukan Bangsa Persia terhadap Yaman.

Adapun agama Shabi'ah; berdasarkan inovasi yang dilakukan melalui penggalian dan penelusuran peninggalan-peninggalan mereka di negeri Iraq dan lain-lainnya memperlihatkan bahwa agama tersebut dianut oleh kaum Ibrahim Chaldeans. Begitu juga, agama tersebut dianut oleh lebih banyak didominasi penduduk Syam dan Yaman pada zaman purbakala. Setelah beruntunnya kedatangan beberapa agama gres menyerupai agama Yahudi dan Nasrani, agama ini mulai kehilangan identitasnya dan aktivutasnya mulai redup. Tetapi masih ada sisa-sisa para pemeluknya yang membaur dengan para pemeluk Majusi atau hidup berdampingan dengan mereka, yaitu di masyarakat Arab di Iraq dan di daerah tepi pantai teluk Arab.

Kondisi Kehidupan Agama

Agama-agama tersebut merupakan agama yang sempat eksis sebelum kedatangan Islam. Namun dalam agama-agama tersebut, sudah terjadi penyimpangan dan hal-hal yang merusak. Orang-orang Musyrik yang mendakwa diri mereka ialah penganut agama Ibrahim, justeru keadaannya teramat jauh dari perintah dan larangan syariat Ibrahim. Ajaran-ajaran perihal akhlaq mulia mereka sudah abaikan sehingga maksiat tersebar dimana-mana. Seiring dengan peralihan zaman secara sedikit demi sedikit terjadi perkembang yang sama menyerupai ajpa yang dilakukan oleh para penyembah berhala (paganis). Adat istiadat dan tradisi-tradisi yang berlaku telah bermetamorfosis khurafat-khurafat dalam agama dan ini mempunyai imbas negatif yang amat parah terhadap kehidupan sosio politik dan religi masyarakat.

Lain lagi perubahan yang terjadi terhadap orang-orang Yahudi; mereka telah menjadi insan yang dijangkiti penyakit riya' dan menghakimi sendiri. Para pemimpin mereka menjadi sesembahan selain Allah; menghakimi masyarakat seenaknya dan bahkan menvonis mereka seakan mereka mengetahui apa yang terbetik dihati dan dibibir mereka. Ambisi utama mereka hanyalah bagaimana mendapatkan kekayaan dan kedudukan, sekalipun berakibat lenyapnya agama dan menyebarnya kekufuran serta pengabaian terhadap ajaran-ajaran yang telah diperintahkan oleh Allah dan yang harus dijunjung tinggi oleh setiap orang.

Berbeda dengan agama Nashrani, ia bermetamorfosis agama berhala (paganisme) yang sulit dipahami dan mengalami pencampuradukan yang amat janggal antara pemahaman terhadap Allah dan manusia. Agama semacam ini tidak besar lengan berkuasa banyak dan secara signifikan terhadap bangsa Arab karena ajaran-ajarannya jauh dari gaya hidup yang mereka kenal dan lakoni. Karenanya, mustahil pula mereka jauh dari gaya hidup tersebut.

Sementara kondisi semua agama bangsa Arab, tak ubahnya menyerupai kondisi orang-orang Musyrik; perasaan hati yang sama, kepercayaan yang beragam, tradisi dan kebiasaan yang saling sinkron.
banner
Previous Post
Next Post