Saturday, 15 February 2020

Tingkat Korupsi Uni Eropa Mencengangkan


Tingkat korupsi di Eropa mengejutkan dan membebani ekonomi Uni Eropa sekitar 185 miliar dollar (atau Rp 2.233 triliun) per tahun. Demikian kata Komisi Eropa.

Laporan yang gres pertama kali ada perihal korupsi di 28 negara Uni Eropa itu menempatkan Uni Eropa, yang sering digambarkan sebagai salah satu tempat paling higienis dari korupsi di dunia, dalam sebuah sorotan yang tak menyenangkan.

Di kalangan pebisnis ada keyakinan yang tersebar luas bahwa satu-satunya cara untuk berhasil ialah melalui koneksi politik dan hampir separuh dari perusahaan yang melaksanakan bisnis di Eropa menyampaikan bahwa korupsi merupakan problem bagi mereka.

Semakin banyak jumlah warga-warga Uni Eropa yang berpikir bahwa korupsi kian parah, meskipun pengalaman terkait korupsi berbeda-beda di blok itu. Hampir semua perusahaan di Yunani, Spanyol, dan Italia percaya korupsi meluas. Namun, hal itu dinilai langka di Denmark, Finlandia, dan Swedia.

Inggris termasuk di antara negara yang dikritik sebab gagal membersihkan dan mengatur pembiayaan partai politik, sebuah problem yang komisi itu tentukan sebagai faktor utama dalam korupsi.

Cecilia Malmstrom, komisioner urusan dalam negeri Uni Eropa, mengatakan, korupsi mengikis kepercayaan dalam demokrasi. "Korupsi merusak kepercayaan warga terhadap lembaga-lembaga demokrasi dan rule of law. Hal itu merugikan perekonomian Eropa dan mengurangi penerimaan pajak yang sangat dibutuhkan," katanya.

"Satu hal yang sangat jelas: tidak ada zona bebas korupsi di Eropa. Komitmen politik untuk benar-benar membasmi korupsi sepertinya hilang. Ongkos sebab tidak bertindak menjadi terlalu tinggi."

Dia menyampaikan angka korupsi yang bahwasanya "mungkin jauh lebih tinggi" dari 185 miliar dollar itu.

Sebagaimana diperlihatkan oleh survei komisi itu, banyak warga Uni Eropa yakin korupsi telah menjadi lebih jelek sebagai akhir dari masalah-masalah ekonomi dan keuangan di zona euro akhir krisis utang. Warga juga menduga korupsi merupakan hal lumrah dalam bisnis. Delapan dari 10 orang yakin bahwa hubungan bersahabat antara bisnis dan politik menimbulkan korupsi.

"Secara keseluruhan problem Eropa tidak banyak terkait dengan soal suap kecil-kecilan," kata Carl Dolan dari Transparency International di Brussels. "Hal itu terkait dengan kelas politik dan industri. Telah terjadi kegagalan untuk mengatur konflik kepentingan para politisi dalam menangani bisnis."

Karena itu, Komisi Eropa merekomendasikan kontrol yang lebih baik dan kerja keras dalam penegakan hukum. Dalam sejumlah rekomendasi yang tidak mengikat, Inggris diminta untuk "menghentikan pemberian kepada partai politik, membatasi pengeluaran kampanye pemilu dan memastikan monitoring yang proaktif dan penuntutan terhadap pelanggaran potensial".

Kurang dari satu persen orang Inggris, atau lima orang dari 1.115 orang yang disurvei oleh komisi itu, melaporkan bahwa mereka telah diminta untuk memberi suap. Itu merupakan "hasil terbaik di Eropa". Sebaliknya, 6 sampai 29 persen orang di Kroasia, Ceko, Lituania, Bulgaria, Romania, dan Yunani menyampaikan mereka telah dibutuhkan untuk membayar suap.

Para pejabat dikritik sebab tidak memasukkan sebuah penggalan dari laporan itu yang mencantumkan korupsi di lembaga-lembaga Uni Eropa. Paul Nuttall, wakil pemimpin Partai Kemerdekaan Inggris, mengatakan, Komisi Eropa sebaiknya juga menganalisis dan mengubah budaya korusi di lingkungannya sendiri. Komisi itu jangan malah menutupi atau bungkam perihal apa yang terjadi di dalam dinding temboknya sendiri. (kompas).


banner
Previous Post
Next Post