Saturday 14 March 2020

Hadits - Melakukan Perintah Menjauhi Larangan

عَنْ أَبِيْ ثَعْلَبَةَ الخُشَنِيِّ جُرثُومِ بنِ نَاشِرٍ رضي الله عنه عَن رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: (إِنَّ اللهَ فَرَضَ فَرَائِضَ فَلا تُضَيِّعُوهَا، وَحَدَّ حُدُودَاً فَلا تَعْتَدُوهَا وَحَرَّمَ أَشْيَاءَ فَلا تَنْتَهِكُوهَا، وَسَكَتَ عَنْ أَشْيَاءَ رَحْمَةً لَكُمْ غَيْرَ نِسْيَانٍ فَلا تَبْحَثُوا عَنْهَا) – حديث حسن رواه الدارقطني وغيره

Terjemahan:

Dari Abu Tsa’labah Al Khusyani, jurtsum bin Nasyir radhiallahu ‘anhu, dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, ia telah bersabda : “ Sesungguhnya Allah ta’ala telah mewajibkan beberapa perkara, maka janganlah kau meninggalkannya dan telah menetapkan beberapa batas, maka janganlah kau melampauinya dan telah mengharamkan beberapa kasus maka janganlah kau melanggarnya dan Dia telah mendiamkan beberapa kasus sebagai rahmat bagimu bukan lantaran lupa, maka janganlah kau membicarakannya”. (HR. Daraquthni, Hadits hasan)
[Daruquthni dalam Sunannya no. 4/184]

Hadits ini dikatagorikan sebagai hadits dho’if. Lihat Qowa’id wa Fawa’id Minal Arbain An Nawawiah, karangan Nazim Muhammad Sulthan, hal. 262. Lihat pula Misykatul Mashabih, takhrij Syaikh Al Albani, hadits no. 197, juz 1. Lihat pula Jami’ Al Ulum wal Hikam, oleh Ibnu Rajab

Penjelasan:

Larangan membicarakan hal-hal yang didiamkan oleh Allah sejalan dengan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam :
“Biarkanlah saya dengan apa yang telah saya biarkan kepada kau sekalian, lantaran sebetulnya hancurnya umat sebelum kau disebabkan mereka banyak bertanya dan menyalahi nabi-nabi mereka”.

Sebagian ulama berkata : “Bani Israil dahulu banyak bertanya, kemudian diberi balasan dan mereka diberi apa yang menjadi impian mereka, hingga hal itu menjadi fitnah bagi mereka , lantaran itulah mereka menjadi binasa. Para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam memahami hal tersebut dan menahan diri untuk tidak bertanya kecuali hal-hal yang sangat penting. Mereka heran menyaksikan orang-orang Arab gunung bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, kemudian mereka mendengarkan jawabannya dan memperhatikannya dengan seksama.

Ada suatu kaum yang sikapnya berlebih-lebihan, hingga mereka berkata : “Tidak boleh bertanya kepada ulama mengenai suatu kasus hingga kasus tersebut benar-benar terjadi”. Ulama salaf ada juga yang beropini ibarat itu. Mereka berkata : “Biarkanlah suatu duduk kasus hingga benar-benar telah terjadi”. Akan tetapi, dikala para ulama merasa khawatir ilmu agama ini lenyap, maka mereka kemudian membahas masalah-masalah ushul (pokok), menguraikan masalah-masalah furu’ (cabang), memperluas dan menjelaskan banyak sekali hal.

Para ulama berselisih pendapat dalam banyak kasus yang agama belum menetapkan hukumnya. Apakah kasus tersebut termasuk yang haram atau mubah atau didiamkan. Ada tiga pendapat dalam hal ini, dan semuanya itu dibicarakan dalam kitab-kitab Ushul.
banner
Previous Post
Next Post