Monday 9 March 2020

Pengalaman Ramadan Mahasiswa Aceh Di Tengah Gejolak Negara Mesir

INI merupakan bulan berkat kelima aku di Mesir semenjak tahun 2009. Duka jauh dari keluarga terperinci lebih terasa jikalau dibandingkan dengan bulan biasanya. Namun tidak pulang kampung bukan hal yang patut ditangisi, alasannya berpuasa bulan berkat di Mesir menawarkan kejutan yang tak mungkin aku temui di negeri sendiri.

bulan berkat di Mesir seringkali bertepatan dengan liburan kuliah. Sebagian teman-teman memakai kesempatan ini untuk pulang kampung. Namun aku dan sebagian sahabat tetap bertahan di Mesir. Sebagian gres pulang kampung sesudah lebaran nanti.

bulan berkat di Mesir memang terlihat sedikit berbeda. Beberapa ahad sebelum bulan berkat tiba, hampir di setiap toko dan sentra belanja ramai yang menjual masakan khas bulan berkat seperti, kurma, kismis, misy-misy dan sebagainya. Tidak hanya itu, Mesir juga sangat identik dengan vanus, sejenis lampu hias kuno yang sangat gampang dijumpai di pinggiran jalan.

Masyarakat Mesir memang dikenal sangat luar biasa dalam menyambut bulan Ramadan. Tenda-tenda dibentangkan, vanus bercahaya, spanduk-spanduk bertuliskan "Marhaban Ya Ramadhan… Kullu Sanah wa Antum ilallahi Aqrab" (selamat tiba bulan Ramadhan.. agar kita senantiasa semakin bersahabat kepada Allah) ada di mana-mana.  Semuanya menjadi identitas bulan berkat di negeri para Anbiya ini.

Adalagi yang menarik dengan bulan berkat di negeri ini, yaitu budaya maidah al-rahman. Maidah al Rahman yakni hidangan berbuka puasa yang diberikan individu atau forum yang disalurkan melalui tubuh khusus.
Maidah al-rahman kerap aku jumpai di mesjid atau tenda khusus sepanjang bulan Ramadan. Biasanya disiapkan sesudah salat ashar atau menjelang berbuka puasa.

Bahkan belakangan, tidak sengaja aku menjumpai maidatu al-rahman juga menyediakan hidangan untuk sahur. Nikmat apalagi yang tidak diberikan oleh Mesir khususnya bagi mahasiswa yang sering khawatir jikalau kantong mulai menipis.

Meski kesan gratis identik dengan asal dan tidak memuaskan, namun tidak dengan maidatu al-rahman. Menu yang disajikan sangat glamor dan bervariasi, menyerupai nasi ayam atau daging, 'isy dan kuftah atau kibdah  (makanan khas Mesir). Siapa saja boleh berbuka puasa di sini, renta muda, lelaki perempuan, miskin atau kaya tidak masalah.

Namun kedermawanan orang Mesir di bulan bulan berkat tidak hanya terbatas pada maidah al-rahman saja. Menjelang berbuka puasa, aku juga sering menjumpai para cowok dan belum dewasa bangun di pinggir jalan sambil menenteng kardus dan nampan. Mereka membagikan kurma dan air kepada pengguna jalan. Bahkan seringkali mereka berhamburan ke dalam bis kota sekedar membagikan air dan kurma pagi para penumpang.

Ini merupakan pengalaman yang langka dan mahal bagi saya. Terkadang aku membayangkan jikalau mengalami kemacetan di simpang lima atau simpang Jambo Tape Banda Aceh, kemudian tiba sekelompok cowok membagikan kurma sekedar untuk berbuka. Indah sekali bukan?

Inilah Mesir dengan segala keindahannya. Gejolak revolusi yang sedang terjadi sama sekali tidak mengurangi kenikmatan berpuasa dan beribadah di bulan yang mulia ini. Vanus tetap bercahaya, maidah al-rahman tetap ramai, dan tenda-tenda dibentangkan masih tetap sama menyerupai tahun-tahun sebelumnya.

Bahkan di tengah informasi politik Mesir yang sedang memanas ini, alhamdulillah masyarakat Aceh di Mesir masih dapat berkumpul Meuligoe KMA (Keluarga Mahasiswa Aceh) untuk berbuka puasa bersama, walaupun tinggal dititik berjauhan.[]


Humaira Syukri Mahasiswi S1 fak. Dirasat Islamiyah wal Arabiyah, Jur. Bahasa Arab di Universitas Al-Azhar, Kairo-Mesir
Repost : www.atjehpost.com, Senin, 29 Juli 2013

banner
Previous Post
Next Post