Sunday 8 March 2020

Sejarah Penulisan Sirah


Tidak diragukan lagi, sirah (riwayat hidup) Rasulullah merupakan guru besar bagi pergerakan sejarah agung yang dilalui ummat Islam di seluruh dunia. Sirah menjadi titik awal bagi kaum muslimin untuk mengukir sejarah.

Hal ini dikarenakan materi pertama yang ditulis oleh sejarawan muslim tak lain yakni insiden yang bekerjasama dengan Rasullah SAW. Yang kemudian berlanjut menjadi mata rantai sejarah yang berkesinambungan hingga hari ini.

Bahkan sejarah jahiliah yang menjadi “latar belakang” pentas sejarah Islam di semenanjung Arab pun gres menerima perhatian para sejarawan lantaran adanya dorongan dari agama Islam yang muncul dengan alasannya yakni lahirnya nabi besar Muhammad SAW. Sejarah yang kemudian dituangkan dalam bentuk tulisan

Walhasil, sirah Nabi benar-benar menjadi sentra orbit bagi semua aktivitas penulisan sejarah Islam yang dilakukan di semenanjung Arab. Bahkan sirah ini pula yang menghipnotis terhadap pelbagai insiden penting dalam sejarah Islam di penjuru dunia, khususnya jazirah Arab.

Ummat Islam niscaya tidak akan pernah menemukan pedoman ilmiah yang sanggup diterapkan dalam penulisan sejarah, melainkan lantaran sirah Nabi telah mendorong mereka secara spiritual untuk menulis sejarah dengan cermat dan shahih. Supaya tidak tercemar oleh  kekeliruan dan manipulasai.

Pedoman ilmiah yang penulis maksudkan di sini lebih dikenal dengan ilmu Musthalah al-Hadist dan Ilmu al-Jarh wa al-Ta'dil. Kedua ilmu tersebut lahir untuk menjaga kesucian sunnah dan selanjutnya digunakan sebagai pedoman penulisan sejarah secara umum yang menjadi alat pemisah fakta sejarah dari banyak sekali distorsinya.

Awal Mula Penulisan Sirah 

Penulisan sirah  Rasulullah menduduki urutan ke dua setelah penulisan sunnah dia (baca: Hadist). Penulisan sunnah sudah dimulai ketika Rasulullah masih hidup atas perkenaannya, bahkan perintah pribadi dari beliau. Hal ini dilakukan oleh Rasulullah setelah merasa yakin para sobat sudah bisa membedakan antara struktur kata Quran dengan redaksi Hadist.

Adapun penulisan sirah Rasulullah gres dilakukan setelah penulisan sunnah. Namun, sebelumnya para sobat tetap memperlihatkan perhatian besar untuk melestarikan sirah dan sejarah Rasulullah secara lisan.

Dr. Said Ramahan Buthi dalam fiqih sirahnya menyebutkan, diduga berpengaruh orang pertama yang memberi perhatian besar terhadap penulisan sirah Nabi yakni Urwah ibn Zubair (wafat 92 H), kemudian disusul oleh Abban ibn Ustman (w. 105 H), Wahb ibn Munabbih (w. 110 H), Syarhabil ibn Sa'd (w. 123 H), dan Ibnu Syihab Az-Zuhri (w. 124 H).

Merekalah penggagas penulisan sirah Rasulullah. Berbagai goresan pena yang mereka susun menjadi literatur paling menonjol. Bahkan diyakini sebagai karya pertama dalam aktivitas ilmiah yang mendorong penulisan sejarah secara umum.

Tapi sangat disayangkan, semua naskah yang disusun oleh kelima tokoh tersebut sudah musnah ditelan waktu. Hanya beberapa fragment kecil yang hingga ke tangan kita. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam At-Thabari. Hanya naskah yang ditulis oleh Wahb ibn Munabbih saja kini masih tersimpan di museum kota Heidelburg, Jerman.

Setelah masa kelima tokoh di atas tadi berlalu, lahirlah generasi selanjutnya yang bisa menghimpun hampir semua goresan pena kelima tokoh itu. Sebagian besar karya generasi ke dua ini masih bisa kita baca hingga ketika ini. Tokoh paling utama dari generasi kedua ini yakni Muhammad ibn Ishaq (w. 152 H) dengan karya tulisnya berjulukan kitab Al-Maqhazi.

Para peneliti menyakini bahwa karya Ibn Ishaq merupakan karya tulis sirah yang paling otoritatif kala itu. Namun kitab dia tidak hingga ke tengah-tengah kita hari ini. Meskipun demikian Ibn Hisyam lah (Muhammad Abdul Malik) yang meriwayatkan kembali karya Ibn Ishaq sehabis diperbaiki. Ibn Hisyam meriwayatkan karya Ibn Ishaq sehabis 50 tahun setelah lahirnya karya Ibn Ishaq.

Menurut Ibn Khalikan, Ibn Hisyam menghimpun sirah Rasulullah SAW., dengan mengambil sumber dari banyak sekali cacatan Maghazi dan sirah yang ditulis Ibn Ishaq. Ibn Hisyam menyunting dan meringkas karya Ibn Ishaq yang kemudian dituangkan dalam karyanya yang diberi nama dengan Sirah Ibn Hisyam.

Metode Penulisan Sirah

Sirah Nabi merupakan bahagian dari sejarah. Karena apa yang ditulis dari sirah Rasulullah berangkat dari sejarah dan menyasar objek banyak sekali insiden historis dalam rangkaian insiden kronologis. Lalu metode apakah yang digunakan oleh para penulis sirah ketika itu?

Mereka memakai metode yang dalam penulisan sejarah dikenal sebagai “aliran objektif”. Disebut objektif lantaran para penulis sirah Nabi tidak mengandalkan karya mereka semata-mata untuk memotret insiden hidup Nabi. Melainkan untuk mengukuh informasi shahih dari beliau.

Jadi, dalam menulis sirah Nabi mereka memakai metode ilmiah yang tertuang dalam ilmu Musthalah Al-Hadist yang berkaitan dengan sanad dan matan. Dan ilmu Al-Jarh Wa At-Ta'dil yang bekerjasama dengan perawi.

Ketika menemukan sebuah insiden yang benar-benar kasatmata menurut kedua metode yang digunakna tadi, mereka pribadi menulisnya tanpa perhiasan ide, pemikiran, opini, ataupun hal-hal yang bekerjasama dengan kondisi mereka ketika itu.

Saat itu mereka selalu memandang keberhasilan dengan metode yang mereka gunakan yakni “realitas suci”. Mereka menyakini memasukkan opini dan tendensi pribadi ke dalam sirah Rasulullah merupakan pengkhianatan yang tak terampuni.

Dengan metode ilmiah ibarat inilah sirah Rasulullah hingga ke tangan kita secara lengkap mulai dari riwayat hidup dia sejak lahir, nasab, banyak sekali macam irhas yang dialaminya di masa belia dan remaja, pengangkatan sebagai Nabi, turunnya wahyu, ahklak dia yang luhur, fase dan tahapan dakwah yang dia lalui, aspek hukum, prinsip syariat, kandungan Quran dan hadist-hadist Nabi.

Oleh lantaran itu, sirah Rasulullah hingga ke tangan kita  benar-benar sangat terjaga dan terawat. Metode ilmiah yang digunakan kala itu menjamin kemurnian riwayat, baik menyangkut sanad atau orang-orang yang terlibat di dalamnya.

Semoga sirah Nabi serta metode penulisannya akan selalu terjaga tanpa ada unsur kontaminasi dan manipulasi. Dan kiranya sirah ini akan menjadi pegangan dalam hidup kita sehari-hari. Karena orang yang paling senang yakni mereka yang paling mengenal Rasulnya. Semoga!


Oleh: Abdul Hamid M Djamil
Penulis: Mahasiswa Aceh di Univrsitas Al-Azhar Mesir


banner
Previous Post
Next Post