Irsalur Rusul 'alaihimush sholatu was salamu – akhir
MATAN
“Allah mengutus seluruh rasul ‘alaihimus shalatu was salam sebagai pemberi kabar bangga dan pemberi peringatan. Dalilnya ialah firman Allah Ta'ala:
رُسُلًا مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ لِئَلَّا يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى اللَّهِ حُجَّةٌ بَعْدَ الرُّسُلِ
“(Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul pembawa info bangga dan pemberi peringatan semoga supaya tidak ada alasan bagi insan membantah Allah setelah diutusnya rasul-rasul itu.” [QS. An-Nisa` [4]: 165]
[Sampai disini perkataan penulis rahimahullah]
PENJELASAN
Penulis menjelaskan bahwa sebetulnya Allah mengutus seluruh rasul sebagai pembawa info bangga dan pemberi peringatan, yaitu : membawa kabar bangga bagi orang yang taat bahwa dijanjikan nirwana untuk mereka, dan memberi peringatan dengan neraka kepada orang yang durhaka
Pengutusan rasul mempunyai hikmah yang besar. Hikmah paling terbesar ialah menegakan hujjah kepada insan supaya tidak ada alasan bagi insan membantah Allah setelah diutusnya rasul-rasul itu.
MATAN
“Rasul yang pertama ialah Nuh ‘alaihis salam dan rasul yang terakhir ialah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dalil bahwa rasul yang pertama ialah Nuh 'alaihis salam adalah
إِنَّا أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ كَمَا أَوْحَيْنَا إِلَىٰ نُوحٍ وَالنَّبِيِّينَ مِنْ بَعْدِهِ
(163)Sesungguhnya Kami telah memperlihatkan wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah memperlihatkan wahyu kepada Nuh dan rasul-rasul yang kemudiannya.
[QS. An-Nisa` [4]: 163]”
[Sampai disini perkataan penulis rahimahullah]
PENJELASAN
Dalam QS. An-Nisa` [4]: 163 tersebut di atas didahulukan penyebutan Utusan Allah : Nuh daripada para rasul lainnya.
Disebutkannya nama Nuh pertama kali diantara para rasul lainnya ini memperlihatkan bahwa dia ialah Utusan Allah yang pertama.
Adapun dalil atas rasul yang terakhir ialah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah Al-Ahzaab: 40.
MATAN
“Setiap umat yang Allah Ta'ala mengutus seorang rasul kepada mereka dari Rasul Nuh sampai Rasul Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, semua rasul memerintahkan mereka untuk menyembah hanya kepada Allah dan melarang mereka menyembah thaghut. Dalilnya ialah firman Allah Ta'ala:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
“Dan sungguh telah Kami utus pada setiap umat seorang rasul (untuk mendakwahkan): ‘Sembahlah Allah saja dan jauhilah thaghut.’” [QS. An-Nahl [16]: 36]
Allah Ta'ala mewajibkan kepada seluruh hamba semoga mengingkari thaghut dan beriman kepada Allah. ”
[Sampai disini perkataan penulis rahimahullah]
PENJELASAN
QS. An-Nahl [16]: 36 memperlihatkan bahwa pengutusan rasul itu meliputi seluruh umat, dan tujuan pengutusan para rasul ialah mengajak insan mengesakan Allah dalam ibadah, dan meninggalkan syirik, ini memperlihatkan bahwa inti agama para rasul itu sama, yaitu: Tauhidullah, dan memperlihatkan bahwa tauhid itu wajib atas seluruh umat-umat, lantaran pada setiap umat diutus seorang rasul untuk mendakwahkan tauhid
Ayat ini juga memperlihatkan bahwa tauhid itu nafi dan itsbat, tidak akan terlaksana tauhid kecuali dengan nafi: mengingkari thagut, dan itsbat: beriman kepada Allah , beribadah hanya kepada Allah semata.
Adapun makna thaghut, beraneka ragam tafsir ulama terhadap kata thaghut, namun tidak saling bertentangan, bahkan saling melengkapi.
Secara garis besar terbagi menjadi dua macam tafsiran, yaitu:
1. Ada yang menafsirkan dengan memberi contoh, semisal : setan, sihir, dan, patung.
2. Ada pula yang menfsirkan dengan tafsir yang menyeluruh, sebagaimana disebutkan oleh Al-Baghawi rahimahullah :
و هو كل معبود من دون الله
“Segala sesuatu yang disembah selain Allah”, dan tafsiran Ibnul Qoyyim rahimahullah yang akan kita pelajari setelah ini, dan inilah definisi thoghut yang paling menyeluruh.
MATAN
“Ibnul Qayyim rahimahullah berkata:
الطَاغُوْتُ مَا تَجَاوَزَ بِهِ العَبْدُ حَدَّهُ مِنْ مَعْبُوْدٍ، أَوْ مَتْبُوْعٍ، أَوْ مُطَاعٍ.
“Thaghut ialah sesuatu yang dengan alasannya ialah itu seorang hamba melampui batasannya, baik dengan cara disembah, atau diikuti, atau ditaati.
Thaghut ada banyak jumlahnya dan tokohnya ada lima:
Iblis –semoga laknat Allah atasnya-,
seseorang yang ridha disembah,
seseorang yang mengajak insan semoga menyembahnya,
seseorang yang mengaku mengetahui ilmu ghaib,
dan seseorang yang berhukum dengan selain aturan yang Allah turunkan.”
[I’lamul Muwaqqi’in (I/50) oleh Ibnul Qayyim, cet. Darul Jabal Beirut, tahqiq: Thaha Abdur Rauf Sa’ad–penj]”
[Sampai disini perkataan penulis rahimahullah]
PENJELASAN
Definisi thogut :
Thogut, secara bahasa ialah segala sesuatu yang melampui batas.
Ibnul Qoyyim berkata :
“Thaghut ialah sesuatu yang dengan alasannya ialah itu seorang hamba melampui batasannya, baik dengan cara disembah, atau diikuti, atau ditaati.
Disembah, yaitu seorang ridho disembah.
Diikuti : ( diikuti secara melampui batas), mirip para dukun, tukang sihir, dan semisalnya yang diikuti ucapan mereka yang mengajak kepada kesyirikan dan kekufuran.
Ditaati: (ditaati secara melampui batas)
dalam menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal.
Inti thogut:
Inti dari definisi thaghut ialah saat seorang hamba bersikap melampui batasannya sebagai seorang hamba yang batasan tersebut telah ditetapkan dalam Syari'at Islam, atau seorang hamba yang disikapi oleh orang lain secara melampui batas, sedangkan ia ridho disikapi melampui batas.
Adapun bentuk-bentuk perilaku melampui batas yang ada pada thoghut ialah disembah, ditaati secara melampui batas, dan diikuti secara melampui batas.
Kalau seseorang disembah dan dia ridho, maka dia thoghut, kalau tidak ridho, maka bukan thogut, mirip : Nabi Isa 'alaihis salam disembah, namun dia tidak ridho, maka dia bukan thoghut, bahkan dia ialah seorang nabi dan rasul.
Tokoh-tokoh thoghut :
Thaghut ada banyak jumlahnya dan tokohnya ada lima:
Iblis –semoga laknat Allah atasnya-,
seseorang yang ridha disembah,
seseorang yang mengajak insan semoga menyembahnya,
seseorang yang mengaku mengetahui ilmu ghaib (karena ini ialah kekhususan Allah),
dan seseorang yang berhukum dengan selain aturan yang Allah turunkan.”
Sedangkan “ seseorang yang berhukum dengan selain aturan yang Allah turunkan:” , dalam Quran terdapat perinciannya :
قال تعالى : ( َمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللّهُ فَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ ) ، وقوله : ( وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أنزَلَ اللّهُ فَأُوْلَـئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ ) ، وقوله : ( وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللّهُ فَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ ).
هل هذه الأوصاف الثلاثة تتنزل على موصوف واحد ؟ بمعنى أن كل من لم يحكم بما أنزل الله فهو كافر ظالم فاسق ، لأن الله وصف الكافرين بالظلم والفسق فقال تعالى : ( وَالْكَافِرُونَ هُمُ الظَّالِمُونَ ) ، وقال تعالى : ( إِنَّهُمْ كَفَرُواْ بِاللّهِ وَرَسُولِهِ وَمَاتُواْ وَهُمْ فَاسِقُونَ ) ؛ فكل كافر ظالم فاسق ..
- أو هذه الأوصاف تتنزل على موصفين بحسب الحامل لهم على عدم الحكم بما أنزل ( يعني : قد يكون كافراً ـ فاسقاً ـ ظالماً ) الله ؟ هذا هو الأقرب عندي والله أعلم .
- أو هذه الأوصاف تتنزل على موصفين بحسب الحامل لهم على عدم الحكم بما أنزل ( يعني : قد يكون كافراً ـ فاسقاً ـ ظالماً ) الله ؟ هذا هو الأقرب عندي والله أعلم .
• فنقول : من لم يحكم بما أنزل الله استخفافاً به أو احتقاراً أو اعتقاداً أن غيره أصلح منه ، وأنفع للخلق أو مثله فهو كافر كفراً مخرجاً عن الملة .
• ومن لم يحكم بما أنزل الله وهو لم يستخف به ، ولم يحتقره ، ولم يعتقد أن غيره أصلح منه لنفسه أو وأنفع للخلق أو مثله ؛ فهذا ظالم وليس بكافر وتختلف مراتب ظلمه بحسب المحكوم به ووسائل الحكم .
• ومن لم يحكم بما أنزل الله لا استخفافاً ولا احتقاراً ولا اعتقاداً أن غيره أصلح ، إنما محاباة للمحكوم له ، أو مراعاة رشوة وغيرها ؛ فهذا فاسق
Vonis kafir ini ialah vonis umum (takfir muthlaq), yaitu klarifikasi ihwal peraturan dalam agama Islam, namun untuk vonis kafir terhadap orang tertentu (takfir mu'ayyan), maka haruslah terpenuhi syarat dan hilang penghalangnya, kita serahkan kepada ulama yang mempunyai ilmunya, bukanlah domain setiap orang dalam menvonis dengan vonis kafir terhadap orang tertentu ini.
MATAN
“Dalilnya ialah firman Allah Ta'ala:
لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لَا انْفِصَامَ لَهَا
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam). Sesungguhnya telah terang kebenaran (Islam) dari kesesatan (dan ingkar kepada Allah). Karena itu, barangsiapa yang ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah, maka sebetulnya ia telah berpegang kepada simpul tali yang amat berpengaruh yang tak akan putus.” [QS. Al-Baqarah [2]: 256]
Inilah makna لَا إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ "
[Sampai disini perkataan penulis rahimahullah]
PENJELASAN
Ini ialah dalil dari perkataan Penulis :
“Allah Ta'ala mewajibkan kepada seluruh hamba semoga mengingkari thaghut dan beriman kepada Allah. ”
Dan inilah makna لَا إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ , karena ada dua rukunnya : nafi dan itsbat,
فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ
Barangsiapa yang ingkar kepada thaghut, ini ialah rukun nafi (Peniadaan/Penolakan), sama dengan لا إلَهَ , rukun ini diambil mengandung :
- Meniadakan seluruh sesembahan selain Allah dan benci kepada sesembahan selain Allah yang ridho disembah.
- Menolak penujuan ibadah kepada selain Allah (syirik) dan benci terhadap syirik.
وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ
dan beriman kepada Allah, ini ialah rukun itsbat (Penetapan), إِلاَّ اللهُ , rukun ini mengandung:
- Menetapkan satu-satunya Sesembahan yang haq ialah Allah Ta'ala dan mencintai-Nya dengan kecintaan ibadah.
- Menetapkan peribadatan hanya ditujukan kepada Allah saja, dan beriman terhadap Syari'at-Nya dan beribadah dengan Syari'at-Nya.
Maka orang yang mirip ini telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat, tak akan putus, maksudnya berpegang teguh dengan لَا إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ atau Islam atau Tauhid atau Iman, menjadi seorang muslim muwahhid yang beriman kepada Allah.
MATAN
“Dalam sebuah hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam disebutkan:
« رَأْسُ الْأَمْرِ الْإِسْلَامُ وَعَمُوْدُهُ الصَّلَاةُ وَذِرْوَةُ سَنَامِهِ الْجِهَادُ فِي سَبِيْلِ اللَّهِ »
“Kepala urusan (agama ini) ialah Islam, tiangnya ialah shalat, dan puncaknya ialah jihad di jalan Allah.” [Shahih: Musnad Ahmad (no. 22016) dari Mu’adz bin Jabal. Dinilai hasan shahih oleh At-Tirmidzi dan Al-Albani : Shahih?]
Allahu A’lam. Semoga shalawat dan salam tercurah kepada Muhammad, keluarganya, dan shahabatnya.”[Sampai disini perkataan penulis rahimahullah]
PENJELASAN
Setelah Penulis membawakan ayat di atas bahwa berpegang teguh dengan لَا إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ atau Islam atau Tauhid atau Iman, menjadi seorang muslim muwahhid yang beriman kepada Allah, maka pada tamat dari kitab beliau, Penulis mempertegas dengan hadits hasan shahih yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dan selainnya ini memperlihatkan bahwa
Islam yang inti ajarannya ialah لَا إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ,
kalimatut Tauhid, dengannya lah seseorang disebut sebagai seorang muslim, dan bila hilang dari diri seorang muslim, maka akan hilang pula status keislamannya, menyerupai kepala yang terpotong dari jasadnya, maka menjadi mati.
Dalam hadits ini diumpamakan Islam sebagai kepala dari urusan agama,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
« رَأْسُ الْأَمْرِ الْإِسْلَامُ وَعَمُوْدُهُ الصَّلَاةُ وَذِرْوَةُ سَنَامِهِ الْجِهَادُ فِي سَبِيْلِ اللَّهِ »
“Kepala urusan (agama ini) ialah Islam, tiangnya ialah shalat, dan puncaknya ialah jihad di jalan Allah.”
Maksud : “Kepala urusan (agama ini) ialah Islam”
adalah Islam, yang dimaksud dalam pertemuan terdahulu telah dijelaskan :
اْلاِسْتِسْلاَمُ لِلَّهِ بِالتَّوْحِيْدِ، وَالْاِنْقِيَادُ لَهُ بِالطَّاعَةِ، وَالْبَرَاءَةُ مِنَ الشِّرْكِ وَأَهْلِهِ
“Berserah diri kepada Allah dengan mentauhidkan-Nya, tunduk patuh dengan mentaati-Nya, dan berlepas diri dari kesyirikan dan pelakunya.” yang inti Islam ialah Tauhid.
Tauhid ini diibaratkan kepala, yang kalau terputus atau hilang dari jasad, maka tidak ada kehidupan pada diri seseorang dalam beragama Islam alias terjatuh kedalam kekafiran.
Maksud: “tiangnya ialah shalat” , jika diibaratkan agama ini sebuah bangunan, maka sholat ialah tiangnya, maka bila seseorang tinggalkan sholat sama sekali, akan roboh bangunan agamanya.
Maksud :
ذِرْوَةُ سَنَامِهِ الْجِهَادُ فِي سَبِيْلِ اللَّهِ
“puncaknya ialah jihad di jalan Allah”.
Pada asalnya :
ذِرْوَةُ سَنَامِ
adalah punuk onta,
Agama Islam dalam hadits ini diperumpamakan dengan onta, sedangkan jihad yang terpenuhi syaratnya, dan yang benar (bukan jihad dengan pemahaman yang salah, mirip bom bunuh diri teroris yang sebetulnya ini bukan jihad), jihad yang benar diperumpamakan dengan punuk onta, yaitu sesuatu yang tertinggi di badan onta -yang diartikan : “Puncak”-.
Berarti jihad ialah fatwa yang menonjol dan nampak terang dari agama Islam yang membedakan dengan agama selainnya (jihad sebagai keistimewaan agama Islam), sebagaimana onta terbedakan dengan hewan lainnya dengan adanya punuk di punggungnya.
Dari sisi yang lain, ciri khas punuk onta ialah bergoyang kekanan kekiri, lantaran onta hewan yang aktif bergerak, maka jihadpun juga demikian, sifatnya aktif menjadikan tersebarnya Islam rahmatan lil'aalamiin di aneka macam penjuru dunia.
***
Referensi terjemah matan :
https://www.ayohijrah.net//search?q=al-ushul-ats-tsalatsah-dan-terjemah dengan perubahan seperlunya.