Monday 25 November 2019

Dampak Fitnah (1)

 dasar yang sahih memperlihatkan kepada makna cobaan dan ujian Dampak Fitnah (1)


Makna Fitnah

Pakar bahasa Arab, Ibnu Faris rahimahullah menjelaskan huruf fa`, ta` dan nun yakni (huruf-huruf) dasar yang sahih memperlihatkan kepada makna cobaan dan ujian (Maqayisul Lughah: 4/472).

Ahli Nahwu, Al-Jurjani menyampaikan bahwa fitnah yakni sesuatu yang dengannya menjadi terperinci keadaan manusia, keadaan yang baik maupun buruk. (Dalam Bahasa Arab) disebutkan Anda menguji emas dengan api, jikalau api membakarnya. Dengannya sanggup Anda ketahui mana emas yang murni atau tercampur (kotoran) (At-Ta’rifat: 138)
Hal ini selaras dengan klarifikasi Ar-Raghib rahimahullah dalam Al-Mufrodatnya: 623 bahwa asal kata ‘fitnah’ yakni memasukkan emas kedalam api, semoga nampak yang baik dari yang buruk.

Ibnu Hajar rahimahullah dalam Fathul Bari: 11/176 membawakan salah satu pendapat yang menjelaskan perihal fitnah,

أصل الفتنة الاختبار، ثم استعملت فيما أخرجته المحنة والاختبار إلى المكروه، ثم أطلقت على كل مكروه أو آيل إليه كالكفر والإثم والتحريق والفضيحة والفجور وغير ذلك.

“Pada asalnya kata ‘fitnah’ bermakna ‘ujian’, kemudian kata tersebut digunakan untuk memperlihatkan kepada sesuatu yang dikeluarkan kepada sesuatu yang dibenci melalui cobaan dan ujian, kemudian kata ‘fitnah’ tersebut itu dimutlakkan untuk setiap yang dibenci atau hasilnya kembali kepada sesuatu yang  dibenci, menyerupai kekafiran, dosa, pembakaran, penyingkapan aib, kefajiran dan selainnya.”

Dalam Fathul Bari disebutkan salah satu bentuk fitnah adalah

الفتنة: ما ينشأ عن الاختلاف في طلب الملك حيث لا يعلم المحقّ من المبطل (فتح الباري [13/ 34]) 

Fitnah yakni sesuatu yang muncul dari perselisihan (manusia) dalam memperoleh kekuasaan hingga tidak diketahui siapa yang benar dan siapa yang salah.

Ibnul A’rabi telah meringkas makna-makna fitnah secara bahasa, yaitu,

الفتنة الاختبار، والفتنة المحنة، والفتنة المال، والفتنة الأولاد، والفتنة الكفر، والفتنة اختلاف الناس بالآراء والفتنة الإحراق بالنار (لسان العرب لابن منظور).

“Fitnah bermakna ujian, fitnah bermakna cobaan, fitnah bermakna harta, fitnah bermakna anak-anak, fitnah bermakna kekafiran, fitnah bermakna perselisihan pendapat di antara manusia,  fitnah bermakna pembakaran dengan api” (Lisanul Arab, Ibnu Manzhur).

Kata Fitnah dalam Al Qur’anul Karim dan As-Sunnah

Kata ‘fitnah’ dalam dalil mengandung banyak makna, di antara makna kata ‘fitnah’ dalam dalil, yaitu cobaan dan ujian, memalingkan dari jalan kebenaran dan menolaknya, siksa, syirik dan kekufuran, terjatuh di dalam kemaksiatan dan kemunafikan, samarnya antara kebenaran dengan kebatilan, penyesatan, pembunuhan dan penawanan, perselisihan pendapat dan tidak bersatunya hati orang-orang, dan selainnya. Demikan banyaknya makna kata ‘fitnah’ dalam dalil, sehingga pantas jikalau Al-Hafizh Ibnu 
Hajar rahimahullah menyimpulkan tips memaknai kata fitnah dalam sebuah kalimat,

ويعرف المراد حيثما ورد بالسياق والقرائن

“Dan dimanapun (kata fitnah) disebutkan, sanggup diketahui maksudnya dari konteks kalimat dan petunjuk-petunjuknya” (Fathul Bari 11/176).

Urgensi Mengetahui Bentuk Fitnah dan Dampak-Dampak Negatifnya

Ada suatu ungkapan indah,

كيف يتقي من لا يدري ما يتقي

“Bagaimana seseorang sanggup menjaga diri dari suatu bahaya, jikalau ia tidak mengetahui ancaman apa yang ia harus jaga dirinya darinya?”

Orang yang tidak mengetahui fitnah dan tidak mengetahui imbas buruknya, sangat mungkin ia akan terjatuh kedalam suatu fitnah dan bahkan bergelimang dengannya serta membahayakan kehidupannya, namun tidak menyadarinya, yang ada yakni penyesalan. Mengenal imbas jelek sesuatu dan bahaya-bahayanya, memperlihatkan bekal kepada seorang hamba berupa perilaku menjaga diri darinya dan perilaku berhati-hati terhadapnya.

Demikian pula, mengenal fitnah dan dampaknya sangat besar manfaatnya, alasannya hal ini termasuk perilaku melihat akhir dan kembalinya suatu perkara, dan perilaku ini terhitung sebagai perilaku budi seorang hamba sebelum melangkah dan tetapkan perkara, ia memandang jauh kedepan akhir dan imbas masalah tersebut. Oleh alasannya itulah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dan mengulangi sabdanya hingga tiga kali,

إن السعيد لمن جُنِّبَ الفتن

“Sesungguhnya orang yang berbahagia yakni orang yang dijauhkan dari fitnah-fitnah”.

[Bersambung]

Disarikan dari kitab Atsarul Fitan, Syaikh Abdur Razzaq, hal.5-6.

[serialposts]

Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah

Sumber : Muslim.or.id
banner
Previous Post
Next Post