Kiat Istiqamah (8)
10 Kiat Istiqomah (7)
Berdasarkan klarifikasi yang telah lalu, maka dalam pedoman Islam seorang hamba diperintahkan untuk melakukan as-sadad dalam melaksanakan pedoman Islam, dan jikalau ia tidak bisa maka beralih kepada muqarabah.
Jadi, seorang hamba teruntut untuk berusaha dengan sungguh-sungguh untuk melakukan as-sadad, dan ia tidak menyengaja untuk meninggalkan as-sadad.
Namun jikalau ia tidak bisa untuk melakukan as-sadad barulah ia beralih kepada muqarabah, sehingga ia tidak menyengaja untuk bersikap muqarabah, karena muqarabah ia tempuh ketika ia tidak bisa melakukan as-sadad.
Sedangkan as-sadad adalah anda bersedekah sesuai dengan sunah (syariat Islam), melakukan amalan yang paling tepat dan benar tanpa melampui batasan syariat serta tanpa menguranginya, benar dalam seluruh ucapan, perbuatan dan niat. Ibarat orang yang membidik suatu target kemudian tepat bidikannya mengenai target tersebut.
Adapun muqarabah adalah anda melaksanakan amalan mendekati tujuan (sunah) dan mendekati amalan yang paling sempurna, meski tidak tepat sesuai dengan tujuannya (sunah) dan tidak hingga paling tepat alasannya ketidakmampuan anda.
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah di dalam kitabnya Fathul Bari syarhu Shahihil Bukhari menukilkan perkataan Ibnul Munir rahimahullah, beliau berkata:
في هذا الحديث علم من أعلام النبوة ، فقد رأينا ورأى الناس قبلنا أن كل متنطع في الدين ينقطع
“Dalam hadits ini terdapat salah satu dari gejala kenabian, kami telah menyaksikan (sendiri), demikian pula orang-orang sebelum kamipun menyaksikan bahwa setiap orang yang melampui batasan (syariat) akan terputus (amalannya)”,
وليس المراد منع طلب الأكمل في العبادة فإنه من الأمور المحمودة ، بل منع الإفراط المؤدي إلى الملال ، أو المبالغة في التطوع المفضي إلى ترك الأفضل ، أو إخراج الفرض عن وقته
“Bukanlah maksudnya: melarang dari mencari amalan yang paling tepat dalam beribadah, alasannya gotong royong hal itu termasuk kasus yang terpuji, akan tetapi yang dimaksud ialah melarang dari bersikap melampui batas (syariat) yang mengakibatkan kebosanan atau berlebihan dalam amalan sunah (amalan yang tidak wajib) yang mengakibatkan kepada perilaku meninggalkan amalan yang lebih utama (afdhal) atau mengeluarkan amalan wajib dari waktunya”,
كمن بات يصلي الليل كله ويغالب النوم إلى أن غلبته عيناه في آخر الليل فنام عن صلاة الصبح في الجماعة ، أو إلى أن خرج الوقت المختار ، أو إلى أن طلعت الشمس فخرج وقت الفريضة
“Misalnya seseorang tidak tidur semalam suntuk untuk melaksanakan shalat malam kemudian tertidur hingga kedua matanya tak bisa terbuka di penghujung malam, sehingga tertinggal dari shalat subuh berjamaah atau hingga keluar dari waktu shalat yang diperbolehkan diakhirkan (mukhtar) atau hingga matahari terbit sehingga lewatlah waktu shalat wajib”.
Ibnul Munir rahimahullah berkata pula pada kalimat yang lainya:
وقد يستفاد من هذا الإشارة إلى الأخذ بالرخصة الشرعية ، فإن الأخذ بالعزيمة في موضع الرخصة تنطع ، كمن يترك التيمم عند العجز عن استعمال الماء فيفضي به استعماله إلى حصول الضرر
“(Dari hadits ini) sanggup diambil aba-aba kepada tuntutan mengambil keringanan (rukhshah) syar’i, alasannya tidak mengambil dispensasi pada dikala tertuntut mengambilnya merupakan perilaku melampui batas, menyerupai perilaku meninggalkan tayamum ketika tidak bisa memakai air sehingga (jika nekad) memakai air akan menjerumuskan kepada bahaya”.
Daftar link artikel ini:
- 10 Kiat Istiqamah (1)
- 10 Kiat Istiqamah (2)
- 10 Kiat Istiqamah (3)
- 10 Kiat Istiqamah (4)
- 10 Kiat Istiqamah (5)
- 10 Kiat Istiqamah (6)
- 10 Kiat Istiqamah (7)
- 10 Kiat Istiqamah (8)
Penulis: Ust.
Sumber : Muslim.or.id