Monday 11 November 2019

Sudah Saatnya Saya Pergi


sumber:google image

Oleh: Muhammad Syukran

Saat itu aku berada dalam sebuah kendaraan beroda empat box, mengenang sedikit insiden pilu dalam hidup, ketika Hagg Fudhail membungkusku dengan plastik putih. Aku melihat alisnya menurun menawarkan betapa lelahnya hidup, sambil memasukkanku ke dalam kotak besar. Ia mulai mengusap keringat di pelipis memakai handuk hijau muda, menatap jauh ke arahku.

Aku menangkap tatapan itu, aku berjanji akan melanjutkan impian Hagg Fudhail, menjadi alat yang berkhasiat bagi manusia. Seketika pintu kendaraan beroda empat pun ditutup rapat-rapat.

Beberapa waktu pun berlalu, aku tertidur pulas dalam kotak. Jika ditanya apa saja yang terjadi aku tidak tahu. Teman-teman bernyanyi sepanjang jalan, sedangkan aku menikmati perjalanan hingga lelap.

Diq! Ayo dong ikut kita nyanyi.


Iya, kalian saja, aku tak bakir menyanyi.Begitu terus, perjalanan berjalan damai.

Dum..Dum..Dum... Seseorang menggedor dinding box. Kotak yang sangat pengap menciptakan kami kepanasan dan wangi bensin. Tiba-tiba kunci box berbunyi, pintu belakang kendaraan beroda empat terbuka, aku tak sanggup menyaksikan apa-apa dari dalam kotak.

Aku hanya mendengar beberapa laki-laki berbicara dan mengeluarkan seluruh kotak dari mobil. Bau asap dan polusi mulai masuk melalui celah-celah kotak, ini bukti kami sudah hingga ke kota. Kotak kemudian bergerak, tercium aroma harum nan sejuk, sepertinya  kami sudah hingga ke toko penjualan.

Setelah diletakkan di atas lantai, sebuah pisau silet menyapa, Hai Pendatang Baru, selamat bergabung. Semoga betah.

Kotak pun terbuka, tampak seorang pegawai berkemeja ungu sambil memegang silet tersenyum lepas. Mostafa Atef tertulis di papan namanya, aku sangat beruntung bisa bertemu penyanyi populer itu, lagunya setiap hari diputar di pabrik oleh Hagg Fudhail. Tak usang kemudian beliau tertawa terbahak-bahak bersama temannya dengan bunyi cempreng, tampaknya beliau bukan penyanyi yang aku maksud.

Ranin sebuah toko besar dan luas berisi seluruh alat-alat dan keperluan manusia, dari alat dapur elektronik sampai alat kamar mandi. Sudah sebulan aku dipajang di rak bersama: ember, sikat, busa, alat pel, kawasan sabun, keranjang, dan alat kamar mandi lainnya. Aku sudah usang naksir dengan Linda, gayung terindah yang pernah kulihat. Dia cantik, baik, lembut, dan perhatian. Aku dan Linda berjarak dua meter, tidak mengecewakan jauh. Aku berharap suatu ketika Aku bisa berada sempurna di sampingnya.

Suatu hari seorang balita tiba menghampiri Linda, beliau ingin mengambilnya. Aku berharap sanggup menolong Linda kala itu,  dengan cepat aku sengaja menjatuhkan tubuhku ke lantai dengan ketinggian satu meter. Si balita pun terkejut dan menangis, kemudian ibunya tiba sambil menggendongnya semoga berhenti menangis. Si Ibu memegang tanganku kemudian meletakkan ku di samping Linda, aku tak menyangka insiden ini akan berbuah manis.

Terimakasih Diq, kau telah menolongku.

Iya, sama-sama Linda. Aku tersipu malu, sehingga teman-teman yang lain mengoda kami berdua.

Tak usang sesudah itu kami pun menikah. Aku merasa Linda yakni jodoh abadiku, kami tak terpisahkan saling melengkapi satu sama lain. Tapi, suatu hari seorang laki-laki muda berkaca mata dan berkulit sawo matang bangun sempurna di depan Linda. Aku mencicipi firasat yang sangat tidak enak, seolah angin kencang akan datang.

Bang Farhan, tolong ambilkan dua gayung untuk kamar mandi!

Oke bereh. Sahut orang yang dipanggil.

Dia sibuk membalas pesan di HP-nya, aku memperhatikannya dari ujung kaki hingga kepala. Dia tampak serius tak mau diganggu, sekejap beliau memasukkan HP-nya ke saku kemudian mengambil Linda dariku, kemudian melangkah pergi.

Bagai petir di siang bolong, kesedihan menyelimutiku kala itu. Tiba-tiba laki-laki itu kembali tanpa membawa Linda bersamanya, aku sangat cemas. Kemudian beliau mulai mengayunkan tangannya padaku meraih tanganku kemudian ikut pergi bersamanya.

Aku tak tahu mau dibawa kemana. Dari kejauhan aku melihat Linda sedang bangun di atas meja kasir menunggu giliran.

Hai Sayang, alhasil kita bersama lagi. Aku sangat rindu padamu.” Ucapku.

Alasan, padahal gres sebentar berpisah.

Giliran kami pun tiba, aku dan Linda di bungkus ke dalam kantong plastik putih. Aku masih mencicipi firasat jelek itu.

Linda, mungkin ini sudah menjadi takdir kita. Jika nanti terjadi sesuatu kau harus tabah mendapatkan apapun yang terjadi.

Kamu kenapa bicara begitu?

Tidak, aku merasa kebersamaan kita tidak akan lama. Takdir kita sudah ditentukan apapun yang terjadi kau harus kuat. Kita akan bertemu di kawasan lain jikalau memang berjodoh.”

Aku dan Linda pun tiba di sebuah rumah luas. Pria tadi mengeluarkanku dan Linda dari kantong plastik.

Yang warna pink ke kamar mandi ikhwan dan yang satu lagi ke kamar mandi akhwat. Katanya pada seseorang.

Jaga dirimu baik-baik suamiku, pesan Linda. Mataku mulai berbintang menggenang air mata. Itu terakhir kalinya aku bertemu Linda.

Sudah lima tahun berlalu. Aku ditemani Pak Ember yang sudah tua, Westafel, Kaca, Penyumbat Wc, Sikat Baju, Kloset, Tuan Kran, Sabun dan keluarga besar Sikat Gigi. Tiap hari aku menghabiskan umurku di dalam baskom bau tanah ini. Terkadang aku iba melihatnya tapi kadang-kadang juga menjengjelkan, namanya juga orang tua.

Sudah sangat banyak pengalaman yang aku dapatkan dengan manusia, suka dan duka. Awalnya Aku menganggap mereka semuanya sama, ternyata berbeda dari anggapanku. Aku sering memperhatikan siapa saja yang masuk ke kamar mandi, ada orang yang mandi dengan cepat, ada juga sebaliknya. Terkadang saya dijadikan alat musik dipukul-pukul ke westafle, saya menganggap biasa saja walau kadang terasa sakit, saya malah menikmati alunan musiknya.

Di sisi lain Pak Ember dan teman-teman menegurku.

Hei, Gayung! Apa kau gak capek di siksa melulu? Mengapa kau gak akal-akalan sakit atau bunuh diri saja. Jika aku jadi dirimu aku lebih menentukan mati ketimbang menjadi materi siksaan manusia.

Sudahlah Pak, tidak apa-apa. Selagi aku bisa itu tidak jadi masalah. Toh saya ini dibentuk memang untuk dipergunakan manusia.”

Iya aku ngerti, tapi gak harus dirusak toh! Ucap Sikat. Aku yakin jikalau kau terus digituin umurmu tidak akan lama.

Huss jangan ngomong gitu, sahut Tuan Kran.

Waktu pun berlalu. Suatu hari seorang laki-laki masuk ke kamar mandi. Dia membawa aroma ketakutan bagi seluruh penghuni, Pak Ember saja tak berani menatapnya. Dia tampak kesal, membuka bajunya sambil mengumpat, beliau kemudian mengambilku mengisi air penuh kemudian menuangkan ke atas rambutnya. Setelah tuangan pertama beliau menatap ke arah kaca, matanya memendam amarah. Aku yakin beliau sedang punya masalah.

Tiba-tiba beliau memukulkanku ke wajah Westafle. Aku merintih kesakitan, perutku mulai sakit. Ternyata bab lambungku pecah, aku mencicipi sakit yang teramat dan tak bisa menjerit. Ini sebuah insiden aneh, kemudian beliau mengeringkan rambutnya kemudian pergi keluar. Aku memendam benci padanya, tapi apa boleh buat. Aku tak punya daya.
Di ketika ini aku berharap sanggup bertemu Linda di sisa-sisa hidupku. Tapi sudah bertahun-tahun aku menampung air dengan lambung yang bocor, aku tak berkhasiat lagi di KMA. 

Mungkin sudah saatnya aku pergi memohon maaf pada mereka yang selama ini masih percaya padaku. Luka di lambungku kian hari makin bertambah. Aku berpesan semoga sebaiknya mencari pengganti yang baru. Aku sudah tidak becus lagi, tidak berkhasiat bagi manusia. 

Aku berharap semoga penghuni rumah ini membelikan gayung mandi yang gres untuk menggantikan tugasku, dan menjualku ke penjual barang bekas. Agar Aku sanggup diaur ulang dan bertemu Linda kembali.

*Penulis yakni mahasiswa Universitas Al-Azhar Kairo-Mesir
banner
Previous Post
Next Post