Friday 20 December 2019

Penjelasan Kitab Tauhid: Perihal Jimat Gelang (2)

Bismillah wal hamdulillah wash shalatu was salamu  Penjelasan Kitab Tauhid: Tentang Jimat Gelang (2)1 maupun Qadari/Kauni2.
ثانيها: أن لا يعتمد العبد عليها، بل يعتمد على مسببها ومقدرها، مع قيامه بالمشروع منها، وحرصه على النافع منها.
Kedua: Seorang hamba tidak bersandar (hatinya) kepada sebab, namun bersandar kepada Allah, Sang Penyebab berpengaruhnya suatu lantaran dan Sang Pentakdirnya, diiringi dengan perjuangan yang disyari’atkan (untuk dilakukan) dan semangat melaksanakan yang (paling) bermanfa’at diantaranya.
ثالثها: أن يعلم أن الأسباب مهما عظمت وقويت فإنها مرتبطة بقضاء الله وقدره لا خروج لها عنه،
Ketiga: (Wajib) diketahui bahwa suatu sebab, meskipun besar dan kuat (pengaruhnya), maka bergotong-royong tetap terikat dengan taqdir Allah, tidak sanggup terlepas darinya”.
Beliau rahimahullah menjelaskan bahwa Allah Ta’ala mengatur makhluk-Nya sesuai dengan kehendak-Nya,
  • Jika Allah menghendaki, maka Allah akan takdirkan suatu lantaran besar lengan berkuasa sesuai dengan tuntutan hikmah-Nya, semoga seorang hamba mengetahui dengan baik kesempurnaan hikmah-Nya, lantaran Allah telah mentakdirkan terjadinya akibat, dikala seorang hamba melaksanakan sebabnya.
  • Namun, jikalau Allah menghendaki sesuatu yang lain, maka Allah takdirkan suatu lantaran tidak besar lengan berkuasa dan tidak berakibat, semoga hati seorang hamba tidak bergantung kepada lantaran dan semoga ia mengetahui kesempurnaan kekuasaan Allah atas hamba-Nya dan kesempurnaan kehendak-Nya dalam mengatur alam semesta.
Beliau rahimahullah berkata :
فهذا هو الواجب على العبد في نظره وعمله بجميع الأسباب.
“Inilah perilaku wajib seorang hamba dalam memandang dan melaksanakan aneka macam macam lantaran (dalam aktivitasnya)”.
Kemudian beliau rahimahullah menyimpulkan,
إذا علم ذلك فمن لبس الحلقة أو الخيط أو نحوهما قاصدا بذلك رفع البلاء بعد نزوله، أو دفعه قبل نزوله فقد أشرك ;
“Jika sudah diketahui hal itu, maka barangsiapa yang memakai sesuatu yang melingkar danmemakai benang (yang dilingkarkan) serta selain keduanya, dengan tujuan untuk menyingkirkan mara bahaya setelah menimpanya atau menolaknya sebelum menimpanya (padahal hal itu bukan sebagai sebab, pent.), maka ia telah melaksanakan perbuatan syirik.
Selanjutnya, beliau rahimahullah menjelaskan kapan seseorang yang menggunakan jimat divonis telah melaksanakan syirik besar dan kapan divonis sebagai syirik kecil, berikut penjelasannya:

Tentang aturan syirik besar

إن اعتقد أنها هي الدافعة الرافعة فهذا الشرك الأكبروهو شرك في الربوبية حيث اعتقد شريكا مع الله في الخلق والتدبيروشرك في العبودية حيث تأله لذلك وعلق به قلبه طمعا ورجاء لنفعه،
Jika seseorang meyakini bahwa jimat tersebut menolak atau menyingkirkan mara ancaman (dengan sendirinya, terlepas dari kekuasaan Allah, pent.), maka ini yaitu perbuatan syirik besar. Yaitu syirik dalam Rububiyyah, yang mana ia meyakini ada selain Allah, yang menjadi tandingan-Nya dalam membuat dan mengatur alam semesta.
Disamping itu, (perbuatan tersebut juga) termasuk bentuk kesyirikan dalam ibadah, yang mana ia telah menyembah jimat tersebut dan menggantungkan ketamakan dan harapannya kepadanya, guna mendapat manfa’at darinya”.

Tentang hukum syirik kecil

وإن اعتقد أن الله هو الدافع الرافع وحده ولكن اعتقدها سببا يستدفع بها البلاء، فقد جعل ما ليس سببا شرعيا ولا قدريا سببا، وهذا محرم وكذب على الشرع وعلى القدر.
“Sedangkan, jikalau ia berkeyakinan bahwa hanya Allah lah satu-satunya Sang Penolak dan Penyingkir mara bahaya, akan tetapi ia meyakini bahwa jimat tersebut merupakan sebuah lantaran yang dengannya tertolak mara bahaya, maka hakekatnya ia telah mengakibatkan sesuatu yang bukan sebab, baik secara Syar’i maupun Qadari, sebagai sebuah sebab. Ini hukumnya haram dan dusta atas nama Syar’i dan Qadar/Kauni”.
Benarlah apa yang dikatakan Syaikh Abdur Rahman As- Sa’di di atas, lantaran bergotong-royong dalam syari’at, Allah melarang seorang hamba menggunakan jimat dengan setegas-tegasnya, maka sesuatu yang dihentikan dalam syari’at pastilah bukan merupakan suatu lantaran yang bermanfa’at.
Disamping itu, jimat tidak terbukti secara ilmiyyah sebagai sebuah lantaran yang bermanfa’at, apalagi mengenakan jimat merupakan perbuatan yang menghantarkan kepada kesyirikan akbar.

Nasehat Syaikh Abdur Rahman As- Sa’di rahimahullah

Kemudian beliau rahimahullah menasehati,
Maka seorang yang beriman wajib meninggalkan jimat tersebut, semoga tepat keimananan dan tauhidnya, lantaran jikalau tepat tauhid seseorang, maka hatinya tidak tergantung kepada sesuatu yang bertentangan dengan tauhidnya.
Dan (pemakaian) jimat itu mengatakan kekurangan nalar pemakainya, yang mana ia bergantung kepada sesuatu yang tidak layak hatinya bergantung kepadanya, serta bergantung kepada sesuatu yang tidak bermanfaat (baginya), ditinjau dari sisi manapun juga, bahkan justru hal itu murni membahayakan(nya)!”.
والشرع مبناه على تكميل أديان الخلق بنبذ الوثنيات والتعلق بالمخلوقين، وعلى تكميل عقولهم بنبذ الخرافات والخزعبلات، والجد في الأمور النافعة المرقية للعقول، المزكية للنفوس، المصلحة للأحوال كلها دينيها ودنيويها والله أعلم.
“Syari’at Islam ini terbangun di atas penyempurnaan agama manusia, dengan meninggalkan keberhalaan dan ketergantungan (hati) kepada makhluk.
(Syari’at Islam ini juga) terbangun pula di atas penyempurnaan nalar manusia, dengan meninggalkan dongeng dusta (khurafat) dan keyakinan batil, serta bersungguh-sungguh dalam kasus yang bermanfa’at, yang hal ini meningkatkan (kesempurnaan) akal, membersihkan jiwa dan memperbaiki seluruh keadaan, baik Diniyyah maupun duniawi. Wallahu a’lam”.[Kitab Al-Qaulus Sadiid Fii Maqaashidit Tauhid, hal. 34 – 37].
***
[Bersambung, in sya Allah]
Catatan kaki
1Harus terdapat dalil dari Quran atau As-Sunnah yang shahih, yang mengatakan bahwa sesuatu itu merupakan sebab.
2Terbukti secara ilmiah atau menurut pengalaman yang terang bahwa sesuatu itu merupakan sebab.
[serialposts]
Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah
Sumber : Muslim.or.id
banner
Previous Post
Next Post