Bismillah walhamdulillah wash shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du:
Empat perilaku insan terhadap rezeki
Manusia di dalam menjalani kehidupannya di dunia, tidak sanggup terlepas dari rezeki, sesuatu yang ia butuhkan untuk keberlangsungan hidupnya di muka bumi ini. Sulit-mudahnya, riang-gembiranya serta susah-payahnya insan dalam mencari rezeki membuat mereka menentukan perilaku yang berbeda-beda dalam mencari dan menikmatinya. Ada orang yang miskin namun bersabar dengan kemiskinannya, ada pula orang yang kaya dan bersyukur dengan kekayaannya, sehingga semakin kaya semakin ta’at kepada Rabb nya. Namun ada pula yang rakus, tamak alias serakah dalam mencari rezeki, sehingga yang haram pun ia terjang, namun ada yang justru sebaliknya, bermalas-malasan bahkan berputus asa.
Tipe-tipe Manusia dalam Menyikapi Rezeki
Putus asa
Jenis orang yang pertama ini ialah jenis orang yang berputus asa dari rezeki Allah, lantaran pengetahuannya ihwal Allah sedikit dan ketipisan imannya ia merasa tidak berpengaruh menghadapi susah-payahnya mencari rezeki, bahkan tidak heran jikalau ia mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri.
Bermalas-malasan
Tipe ini ialah tipe orang yang cari enaknya sendiri, ia berharap dengan kerja yang semaunya kemudian sanggup mendapatkan rezeki yang sesuai dengan impiannya. Kalau sanggup malah muda foya-foya, renta kaya raya dan mati masuk Surga. Tipe orang menyerupai ini ialah tipe orang yang tertipu dengan iklan-iklan murahan semoga bisa kaya mendadak dengan modal dengkul yang menyesatkan, tanpa meninjau dari sisi Syar’inya.
Rakus atau tidak sabar
Tipe ini ialah sekelompok orang yang berlebihan (rakus) dalam mencari dunia dan ingin mendapatkan rezeki dengan cara yang cepat dan dalam jumlah yang sangat banyak. Ia tidak qona’ah (menerima dan ridho) terhadap pembagian rezeki dari Allah, sehingga terus merasa kurang dan kurang, hingga ia pun berusaha mencarinya dengan cara yang haram walaupun harta yang dimilikinya sudah banyak (kaya), maka korupsi, riba, perjuangan ilegal yang haram tidak jadi problem baginya, asal omsetnya milyaran atau bahkan trilyunan.
Tipe orang ini, sanggup jadi ia miskin, namun menyimpan ketamakan dalam hatinya, ia tidak sanggup bersabar menghadapi kemiskinannya, sehingga aneka macam perbuatan harampun dilakukan, mencuri, menipu, melacur, merampok, dan yang lainnya.
Tengah-tengah
Ini ialah perilaku yang benar terhadap rezeki, yaitu tengah-tengah diantara ifrath (berlebih-lebihan) dan tafrith (teledor). Sikap tengah-tengah ini ialah perilaku orang-orang yang bertakwa, yang tahu tujuan diciptakannya di muka bumi ini, ia tidak rakus berlebih-lebihan dalam mencari rezeki, sehingga tidak mau mencarinya dengan jalan yang haram, namun ia tidak pula bermalas-malasan dan teledor dalam mencari rezeki yang halal, apalagi hingga berputus asa. Jika ia kaya maka ia menjadi orang kaya yang bersyukur dan syukur itu baik baginya, semakin kaya maka semakin bertakwa.
Namun jikalau ia miskin, maka ia menjadi orang miskin yang bersabar dan kesabaran itu baik baginya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
عَجَبًا ِلأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ لَهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَلِكَ ِلأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْراً لَهُ
“Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin, sesungguhnya semua urusannya ialah baik baginya. Hal ini tidak didapatkan kecuali pada diri seorang mukmin. Apabila mendapatkan kesenangan, ia bersyukur, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya. Sebaliknya apabila tertimpa kesusahan, ia pun bersabar, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya” (HR. Muslim).
Tiga kelompok pertama di atas ialah tiga kelompok yang salah dalam menyikapi rezeki, apakah gerangan penyebabnya? Di antara penyebab terbesar yang mendorong tiga kelompok pertama di atas bersikap dengan perilaku yang salah di atas, ialah mereka tidak mengenal Allah dengan benar.
Mereka tidak mengenal kemahaindahan nama-nama-Nya dan kemahamuliaan sifat-sifat-Nya dan tidak melaksanakan tuntutan peribadatan yang terkandung di dalam nama-nama-Nya dengan baik. Mengapa seseorang hingga berputus asa atau rakus terhadap rezeki, tidakkah mereka mengetahui bahwa Allah ialah الرَزَّاقُ (Yang Banyak Memberi rezeqi)?
Pentingnya ma’rifatullah (mengenal Allah) dan beribadah kepada-Nya
Seorang yang hidup di dunia ini hakikatnya sedang melaksanakan perjalanan hidup menuju kepada Tuhannya, ia harus mengetahui tujuan perjalanan hidupnya, untuk apa ia diciptakan di muka bumi ini.
Tujuan penciptaan insan (tujuan hidup) itu ada dua:
1. Ma’rifatullah, semoga insan mengenal siapa Rabb-nya melalui nama, sifat dan perbuatan-Nya.
Allah Ta’ala berfirman:
اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَمِنَ الْأَرْضِ مِثْلَهُنَّ يَتَنَزَّلُ الْأَمْرُ بَيْنَهُنَّ لِتَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ وَأَنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا
”Allah-lah yang membuat tujuh langit dan menyerupai itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, semoga klian mengetahui bekerjsama Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya benar-benar mencakup segala sesuatu” (QS.Ath-Thalaaq: 12).
2. Ibadatullah, semoga kita beribadah hanya kepada-Nya saja dengan benar.
Allah Ta’ala berfirman :
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
”Dan tidaklah Aku membuat jin dan insan melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku semata” (QS.Adz-Dzaariyaat : 56) [Fiqhul Asmaa`il Husnaa, hal. 8])
Ibnul Qoyyim rahimahullah menjelaskan ihwal tingginya kedudukan mengenal Allah (ma’rifatullah):
أن العلم بالله أصل كل علم، وهو أصل علم العبد بسعادته وكماله ومصالح دنياه وآخرته، والجهل به مستلزم للجهل بنفسه ومصالحها وكمالها وما تزكو به وتفلح به، فالعلم به سعادة العبد والجهل به أصل شقاوته
“Bahwa mengenal Allah ialah dasar dari seluruh ilmu (yang bermanfa’at), ia juga sebagai dasar ilmu seorang hamba ihwal kebahagiaan , kesempurnaan, maslahat dunia dan akheratnya.
Dan tidak mengenal Allah menjadikan (seseorang) tidak mengenal dirinya , tidak tahu maslahat dan kesempurnaan dirinya serta tidak mengetahui kasus yang menimbulkan suci dan beruntung dirinya. Maka mengetahui ihwal Allah lantaran kebahagiaan seorang hamba, sedangkan tidak mengetahui-Nya lantaran kesengsaraannya” (Miftah Daris Sa’adah1/312).
Mengenal Allah dengan mengenal nama-nama dan sifat-sifat-Nya
Sesungguhnya pintu ilmu dan keyakinan yang paling besar ialah mengenal Allah Tabaraka wa Ta’ala dengan mengenal nama-nama-Nya yang husna (terindah) dan sifat-sifat-Nya yang ‘ulya (termulia) yang terkandung dalam nama-nama-Nya tersebut, Allah Ta’ala berfirman:
وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ فَادْعُوهُ بِهَا
“Hanya milik Allah lah nama-nama yang terindah, maka berdo’a (dan beribadahlah) kalian kepada-Nya dengan nama-nama yang terindah itu” (Al-A’raaf:180).
Makna firman Allah : {فَادْعُوهُ بِهَا } “maka berdo’a (dan beribadahlah) kalian kepada-Nya dengan nama-nama yang terindah itu” mengandung tiga perkara:
Perintah untuk berdo’a dengan menyebut nama-nama-Nya yang husna (terindah) , menyerupai perkataan kita “Ya Ghaffar (Yang Maha Pengampun) ampunilah dosa-dosa kami”.
Perintah untuk memuji-Nya dengan menyebut nama-nama-Nya yang husna (terindah) , menyerupai perkataan kita “Subhanallah dan Alhamdulillah”
Perintah untuk beribadah kepada-Nya dengan melaksanakan tuntutan peribadatan yang terkandung dalam nama-nama-Nya yang terindah itu,
seperti Al-Khasyah (takut kepada Allah), menyayangi Allah, sabar ,ruku’, sujud, dan yang lainnya (Diolah dari Madarijus Salikin: 1/420).
Dari sinilah sanggup kita ambil pelajaran bahwa mempelajari nama-nama dan sifat-sifat Allah Ta’ala memiliki dampak besar dalam kehidupan seorang hamba. Ia akan terbimbing ucapan dan perbuatannya, lahir dan batinnya, dengan memahami nama-nama dan sifat Allah Ta’ala dan melaksanakan tuntutan peribadatan yang terkandung dalam nama dan sifat Allah tersebut.
Oleh lantaran itu berkata Ibnul Qoyyim rahimahullah
وأكمل الناس عبودية المتعبد بجميع الأسماء والصفات التى يطلع عليها البشر
“Manusia yang paling tepat ibadahnya ialah orang yang beribadah kepada Allah dengan melaksanakan tuntutan peribadatan yang terkandung dalam semua nama-nama dan sifat-sifat-Nya yang diketahui oleh manusia” (Madarijus Salikin: 1/420).
Mengenal nama Allah الرَزَّاقُ (Yang Banyak Memberi rezeqi)
Nama Allah itu banyak jumlahnya, diantara nama Allah ialah الرَزَّاقُ (Ar-Razzaaq). Menyebut suatu nama sebagai nama Allah haruslah menurut dalil atau yang diistilahkan oleh ulama kita dengan istilah tauqifiyyah.
Adapun dalil nama ini, telah disebutkan dalam Al-Quran Al-Karim,
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:
إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ
“Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezeki Yang mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh” (Surah Adz-Dzaariyaat:58).
Dan Ayat-Ayat lainnya, yang semakna dengan ini banyak jumlahnya, seperti:
وَارْزُقْنَا وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ
“Berilah kami rezeki, dan Engkaulah pemberi rezeki Yang Paling Utama” (Al-Maa`idah:114).
وَإِنَّ اللَّهَ لَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ
“Dan sesungguhnya Allah ialah sebaik-baik pemberi rezeki” (Al-Hajj: 58).
وَاللَّهُ خَيْرُ الرَّازِقِينَ
“Dan Allah Sebaik-baik Pemberi rezeki” (Al-Jumu’ah: 11) [Fiqhul Asmaa`il Husnaa, hal. 103].
In sya Allah akan berlanjut kepada artikel : Ar Razzaaq, Yang Banyak Memberi Rezeki (2).
***
Referensi :
- Miftah Daris Sa’adah, Imam Ibnul Qoyyim.
- Madarijus Salikin, Imam Ibnul Qoyyim.
- Fiqhul Asmaa`il Husnaa, Syaikh Abdur Razzaaq.
- Sittu Duror, Syaikh Ar-Ramadhoni.
- Mu’taqod Ahlis Sunnah wal Jama’ah, Syaikh Khalifah At-Tamimi.
—
Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah
Sumber : Muslim.Or.Id