Sunday 19 January 2020

Debat Bubuk Hanifah Dengan Ilmuan Kafir

Terdapat seorang ilmuwan besar yang sangat terkenal. Sayangnya, ilmuwan berbangsa Rom ini yaitu seorang atheis dan menolak mentah-mentah kewujudan Tuhan. Ketika itu,para ulama hanya berdiam diri dan tidak berusaha untuk menyedarkan si ilmuwan tersebut. Tentu sahaja tidak semua ulama yang berdiam diri, masih ada yang peduli dengan keadaan itu. Hal ini boleh mendatangkan ancaman kalau membiarkan ilmuwan mempengaruhi kepercayaan umat. Ulama yang dimaksudkan yaitu guru Abu Hanifah yang berjulukan Hammad.

Pada suatu hari, orang ramai sudah berkumpul di sebuah masjid. Si ilmuwan naik ke mimbar dan menentang sesiapa sahaja yang mahu berdebat dengannya. Ada maksud tersembunyi di sebalik saingan itu. Sesungguhnya,dia bermaksud menjatuhkan para ulama dengan perdebatan-perdebatan yang rasional.

Si ilmuwan semakin bongkak, apalagi sesudah tentangannya tidak bersambut. Dia menyangka semua ulama itu pengecut sehingga tidak ada seorang pun yang berani menyambut tentangannya. Hal ini semakin diperkuat dengan suasana di dalam masjid yang tiba-tiba menjadi hening. Beberapa orang saling berpandangan, ada pula yang mengarahkan pandangan ke gugusan paling hadapan di daerah duduk beberapa ulama.

Dari kebanyakan hadirin, ada seorang cowok yang merasa meluat melihat kesombongan si ilmuwan. Namun, ia berusaha menahan diri, barangkali ada ulama senior yang berani tampil menghadapi saingan itu.

Sang cowok menunggu lama. Setelah yakin tidak ada yang mahu tampil ke hadapan, barulah ia bangun dan melangkah menuju ke mimbar.

"Saya Abu Hanifah, bersedia untuk berdebat denganmu, "kata sang cowok sambil memperkenalkan diri.

Semua mata hadirin tertuju ke arah Abu Hanifah. Mereka merasa hairan melihat keberanian sang pemuda. Beberapa orang memperlihatkan tabik kagum kepada Abu Hanifah, manakala si ilmuwan sendiri merasa hairan melihat keberanian Abu Hanifah. Akan tetapi, kebanyakan hadirin bersikap sinis terhadap Abu Hanifah dan merendah-rendahkan kemampuannya. Ada pula yang mempersoalkan motif Abu Hanifah tampil ke depan. Apakah sekadar hanya menonjolkan diri atau mencari populariti?

Wajah Abu Hanifah tetap tenang. Beliau tidak terpengaruh oleh pelbagai bisikan yang ada, termasuk bernada sinis sekalipun. Sikap Abu Hanifah sangat rendah hati.Tanpa membuang masa,Abu Hanifah memulakan bicara.

"Silakan Tuan yang memulakan persoalan,"ujar Abu Hanifah memprsilakan ilmuwan itu dengan sopan.

"Baiklah, soalan pertama. Pada tahun berapakah Tuhan kau dilahirkan?"tanya ilmuwan kafir.

"Allah tidak melahirkan dan tidak pula dilahirkan, "jawab Abu Hanifah.

"Hmm, masuk nalar kalau dikatakan Tuhan mu tidak melahirkan dan tidak pula di lahirkan.Lalu, pada tahun berapa Dia ada?"

"Dia ada sebelum segala sesuatu ada,"tegas Abu Hanifah.

"Boleh berikan pola yang konkrit mengenai hal ini?"

"Tuan tahu wacana perhitungan?"Abu Hanifah kembali bertanya.

"Ya, aku tahu."

"Apakah angka sebelum angka satu?"

"Tidak ada,"jawab ilmuwan kafir.

"Tidak ada angka lain yang mendahului angka satu. Lalu mengapakah tuan hairan bahawa sebelum Allah itu tidak ada sesuatu pun yang mendahului-Nya?"

"Baiklah. Sekarang, di manakah Tuhan mu berada? Sesuatu yang wujud niscaya memerlukan tempat, bukan?" lanjut si ilmuwan.

"Tuan tahu bentuk susu?"tanya Abu Hanifah.

"ya,saya tahu,"jawab si ilmuwan.

"Apakah di dalam susu terdapat keju?"

"Ya, sudah tentu."

"Kalau begitu, cuba tunjukkan di mana daerah keju itu sekarang?"

"Jelas tidak ada daerah yang khusus. Keju itu bercampur dengan susu di seluruh bahagiannya."jawab si ilmuwan dengan bersemangat.

"Sekarang, keju sahaja tidak memiliki daerah yang khusus di dalam susu. Tuan tidak sepatutnya meminta aku untuk memperlihatkan daerah di mana Allah berada."

"Tolong jelaskan zat Tuhan mu. Apakah wujud-Nya itu benda ibarat batu, benda cair ibarat susu ataukah ibarat gas?"

"Tuan pernah mendampingi orang sakit yang akan meninggal dunia?"

"Pernah."

"Awalnya, bukankah orang sakit itu sanggup berkata-kata dan sanggup menggerakkan anggota badannya?"

"Ya, memang begitulah keadaannya."

"Tetapi, kenapa tiba-tiba orang sakit itu membisu tidak bergerak? Apa yang menyebabkan hal itu?"

"Itu kerana roh orang tersebut telah terpisah dari tubuhnya."

"Sewaktu roh itu keluar, apakah tuan masih berada di sana?"

"Saya masih berada di sana."

"Cuba jelaskan, apakah roh orang tersebut yaitu sesuatu benda yang padat, cair atau gas?"

"Wah,kalau soalan itu aku tidak tahu jawapannya."

"Tuan sendiri tidak sanggup mengambarkan bentuk roh, apalagi aku harus mengambarkan Zat Allah yang membuat roh."

"Lazimnya, sesuatu itu memiliki arah. Ke manakah Tuhan mu menghadapkan wajah-Nya sekarang?"tanya si ilmuwan lagi.

"Apabila tuan menyalakan lampu, ke arah manakah cahaya lampu itu menghadap?"

"Cahanya menghadap kesemua arah."

"Lampu yang buatan insan sahaja ibarat itu. Apalagi dengan Allah Sang Pencipta alam semesta. Allah yaitu cahaya langit dan bumi."

"Ada awal dan ada akhir. Seseorang masuk syurga itu ada awalnya, tetapi kenapa tidak ada akhirnya? Mengapa syurga dan para penghuninya kekal abadi?"kata si ilmuwa melanjutkan pertanyaannya.

"Untuk hal itu, Tuan boleh membandingkannya dengan perhitungan angka. Angka itu ada awalnya tidak ada akhirnya."

"Jadi,bagaimana pula para penghuni syurga itu makan dan minum tanpa buang hajat?"

"Ini pernah tuan alami sewaktu di dalam rahim ibu. Selama sembilan bulan tuan makan dan minum tanpa pernah buang hajat. Tuan membuang air besar dan air kecil beberapa ketika sesudah di lahirkan di dunia."

"Tolong jelaskan, bagaimana kenikmatan syurga itu boleh terus bertambah tanpa ada habisnya!"

"Ada banyak hal yang ibarat itu di dunia. Misalnya,ilmu. Ilmu tidak akan habis atau berkurang ketika dimanfaatkan, malah semakin bertambah."

"Jika segala sesuatu sudah ditakdirkan sebelum diciptakan, kemudian apakah pekerjaan Tuhan mu sekarang?"

"Sejak tadi tuan menjawab pertanyaan-pertanyaan aku dari atas mimbar, sedangkan aku hanya menjawab dari atas lantai masjid ini. Kali ini untuk menjawab pertanyaan Tuan, aku mohon tuan turun dari mimbar. Saya akan menjawab pertanyaan tuan tadi di mimbar."

Kemudian, si ilmuwan turun dari mimbar sementara Abu Hanifah naik ke mimbar.

"Saudara-saudara, dari atas mimbar ini aku akan menjawab pertanyaan tadi. Boleh tuan ulangi pertanyaan tadi?"tutur Abu Hanifah sesudah berada di atas mimbar masjid.

"Apakah pekerjaan Tuhan mu sekarang? "kata si ilmuwan menyebut intipati pertanyaannya.

"Pekerjaan Allah tentu sahaja ada perkejaan dari pekerjaan makhluk. Ada pekerjaan-Nya yang sanggup dijelaskan, dan ada pula yang tidak sanggup dijelaskan. Pekerjaan Allah kini yaitu menurunkan orang kafir ibarat tuan dari atas mimbar, kemudian menaikkan seorang Mukmin ke atasnya. Seperti itulah citra pekerjaan Allah setiap waktu."

Akhirnya,hadirin yang ada di dalam masjid merasa puas dengan jawapan-jawapan Abu Hanifah. Jelas,mudah,tegas,dan gampang difahami,bahkan oleh orang awam sekalipun.


banner
Previous Post
Next Post