Wednesday 22 January 2020

Menggempur Isis


Oleh : Amri Fatmi*
Mari memahami munculnya ISIS jauh dari hiruk-pikuk media.
Gerakan ISIS tidak muncul dadakan dan tanpa sebab. Gerakan ini berkembang dipicu oleh banyak faktor. Seterusnya lingkungan sekitar menjadikannya subur dan berkembang dengan baik.
Layaknya dipahami, bahwa ISIS bukan lah semata gerakan kelompok bersenjata, tetapi mereka gerakan pemikiran yang bermetamorfosis kelompok bersenjata lalu berhasil merebut tank-tank dan menjatuhkan pesawat musuh. Mereka lalu digambarkan (media barat) kejam dan bengis dari prilaku mereka, memancung dan memperbudak wanita.
Namun pertanyaan besar yang bisa menjawab teka-teki munculnya ISIS yaitu : kenapa kelompok Islam ibarat ini muncul di Irak dan Suriah? Kenapa ia berkembang dan berkuasa serta besar lengan berkuasa ketika ini?
Para analisi timur tengah mengetengahkan beberapa point penting dalam menjawab pertanyaan di atas. balasan pertanyaan tersebut bisa menafsirkan teka-teki kelompok ISIS yang nampak bengis. Kolumnis islami populer Mesir Fahmi Huwaidy dalam “Tafkirun Akhar fil Irhab” (Shouruk 22 September 2014) dan “Qashafu al-Daulah, Baqiyat al-Fikrah” (Shouruk 27 September 2014) memaparkan analisis kemunculan ISIS dan perkebangannya. Anlisis ini didasarkan pada pemahaman sosio-politik sekitar Suriah dan Iraq. Di samping itu, perlakuan Barat dan kaki tangan Barat di Negara sekitar juga menjadi imbas besar lengan berkuasa munculnya “wabah” ISIS.
Di Irak, selama pemerintahan Saddam Husein hingga ketika ini, sukuisme dan fanatisme-lah yang menguasai Negara. Pembantaian dan penyiksaan terhadap lawan politik dan rakyat merajalela. Kezaliman yang dilakukan penguasa terang melahirkan kebrutalan dan kekejaman selanjutnya dalam masyarakat. Munculnya ISIS bukanlah panorama bengis satu-satunya yang dikenal dikawasan itu. Tapi tak lain hanya penampakan dengan nama gres dari kelompok yang tidak mempunyai kekuasaan poitik diakui dunia. Di irak, masa Sadam Husein, senjata kimia digunakan untuk membantai kaum Kurdi, memenggal kepala dan pendengaran mereka yang lari dari perang dengan Iran.
Dan di pihak penguasa Suriah, senjata kimia terang telah digunakan untuk menggempur dan membasmi pemberontak di negara tersebut dengan korban banyak dan terus menerus tanpa pandang bulu. Nah, jikalau muncul kelompok yang memperlakukan agresi yang sama di daerah itu sebagai reaksi sebanding, gotong royong tidak mengherankan. Bedanya, agresi pertama dilakukan oleh penguasa politik yang diakui dunia, sementara agresi kedua reaksi sebanding yang dilakukan kelompok kecil yang ingin memeiliki kekuasaan politik. Namun media massa menjelaskan pada kita seakan panorama kekejaman ISIS berbeda dari kebengisan penguasa daerah itu. Kalau kita tidak tertipu, sebenarnya, Kedua-duanya sama saja.
Sepuluh tahun terakhir di Negara Irak, Ahlu Sunnah dimarginalkan dan menjadi korban adikara penguasa Negara dan sasaran kaum fanatic Syiah. Telah usang para Ulama Sunni meminta persamaan hak dan keluar dari kepungan zalim dengan membentuk front ulama Sunni dan berdemonstrasi damai. Namun semua itu tidak di gubris, bahkan dipandang sebelah mata. Drama kezaliman yang berkelanjutan ini-lah yang mendorong Ahlu Sunnah di Irak untuk menyokong usaha ISIS. Gerakan ISIS pun dengan gampang masuk dan berkembang di Irak di kalangan Ahlu Sunnah. Sokongan ini bukan berarti mereka setuju dengan segala praktik gerakan ISIS, namun tak lain yaitu sebagai jalan keluar menghadapi perilaku kaum fanatic Syiah. Perwujudan reaksi terhadap penghinaan dan kezaliman yang mereka terima selama ini.
Menilik dari uraian di atas, gampang untuk disimpulkan secara kebijaksanaan bahwa ISIS yaitu penjelmaan kekejaman penguasa Negara muslim dan politik Barat selama ini.
Selanjutnya kolumnis populer Saudi Arabia Dr. Khalid Ad-Dkhil dalam tulisan “Muraja’at Al-Wahhabiyah Taakharat Katsiran” (Al-Arabiyah 23 Sept 2014) mengetengahkan analisis fundamental dan historis sebagai akar pemikiran ISIS.
Menurutnya, latar belakang pemikiran ISIS yang menjadi pondasi gerakan tak terlepas dari imbas budaya kelompok Salafiyah Wahabiyah. Hal ini tercermin dengan gampang kala mereka mengkafirkan orang lain dan menuduh riddah terhadap sesama muslim. ISIS telah menggunakan dalil-dalil dan nash perkataan para syeikh-syeikh salafiyah di Jazirah Arab sebagai pembenaran parktik mereka. Perkataan syeikh-syeikh Salafiyah ini merupakan hujjah besar lengan berkuasa dikalangan mereka dalam ” penerapan syariah” terhadap siapa yang dianggap musuh dan oposisi.
Kalau dipikirkan dengan tenang, gotong royong gerakan apa saja yang punya basis pemikiran yang besar lengan berkuasa dan membudaya di masyarakat terang tidak akan bisa dibasmi dengan kekerasan. Apalagi dengan artiler imiliter. Kalaupun ia padam sejanak, ia akan muncul dengan nama dan jenis lain pada ketika yang lain.
Pemberitaan media menggiring kita seolah membenarkan pesawat-pesawat Barat bebas membunuh di atas tanah Negara kaum muslimin. Aksi itu seolah legal lantaran kekejaman ISIS yang dipasarkan selama ini. Tapi bukankah itu termasuk kekejaman juga dan telah merobek kedaulatan Negara umat Islam sendiri. Kalau ISIS digambarkan sebagai musuh manusia, maka pesawat Barat gotong royong pula musuh kedaulatan Negara.
Sebelum dianggap ancaman teroris dan kedaulatan Negara, ancaman ISIS gotong royong yaitu ancaman pemikiran, inspirasi dan ajaran. Menghadapi ISIS dengan cara “memenggal kepala” mereka bukan dengan memenggal pikiran mereka yaitu kurang sempurna untuk meluruskan gerakan ini. Aksi militer yang dilancarkan ketika ini justru akan mengakibatkan daerah Arab semakin porak-poranda dan panas, justru menguntungkan Israel dan Imperialis Barat.
Mahasiswa aktivitas Doctor di Universitas Al-Azhar Kairo, bermukim di Kairo, Mesir
Nb: Sudah terbit di http://www.eramuslim.com/
banner
Previous Post
Next Post