Saturday 29 February 2020

Hadit Perihal Keikhlasan Niat

Hadits Tentang Keikhlasan Niat



عَنْ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ أَبِيْ حَفْصٍ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْت رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ : إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى . فَمَنْ كانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ .
رواه إماما المحدثين أبو عبد الله محمد بن إسماعيل بن إبراهيم بن المغيرة بن بردزبة البخاري وابو الحسين مسلم بن الحجاج بن مسلم القشيري النيسابوري في صحيحيهما اللذين هما أصح الكتب المصنفة



Arti Hadits / : ترجمة الحديث



Amirul mukminin, Umar bin khathab radhiyallahu anhu, ia berkata : “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda: “Segala amal itu tergantung niatnya, dan setiap orang hanya mendapat sesuai niatnya. Maka barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu kepada Allah dan Rasul-Nya. Barang siapa yang hijrahnya itu Karena kesenangan dunia atau alasannya seorang perempuan yang akan dikawininya, maka hijrahnya itu kepada apa yang ditujunya”.



Diriwayatkan oleh dua orang jago hadits yaitu Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughirah bin Bardizbah Al Bukhari (orang Bukhara) dan Abul Husain  Muslim bin Al Hajjaj bin Muslim Al Qusyairi An Naisaburi di dalam kedua kitabnya yang paling shahih di antara semua kitab hadits.



Penjelasan /Syarah :




Hadits ini yaitu Hadits shahih yang telah disepakati keshahihannya, ketinggian derajatnya dan didalamnya banyak mengandung manfaat. Imam Bukhari telah meriwayatkannya pada beberapa pecahan pada kitab shahihnya, juga Imam Muslim telah meriwayatkan hadits ini pada final pecahan Jihad.



Hadits ini salah satu pokok penting fatwa islam. Imam Ahmad dan Imam Syafi’I berkata : “Hadits wacana niat ini meliputi sepertiga ilmu.” Begitu pula kata imam Baihaqi dll. Hal itu alasannya perbuatan insan terdiri dari niat didalam hati, ucapan dan tindakan. Sedangkan niat merupakan salah satu dari tiga pecahan itu. Diriwayatkan dari Imam Syafi’i, “Hadits ini meliputi tujuh puluh pecahan fiqih”, sejumlah Ulama’ menyampaikan hadits ini meliputi sepertiga fatwa islam.



Para ulama gemar memulai karangan-karangannya dengan mengutip hadits ini. Di antara mereka yang memulai dengan hadits ini pada kitabnya yaitu Imam Bukhari.
Abdurrahman bin Mahdi berkata : “bagi setiap penulis buku hendaknya memulai tulisannya dengan hadits ini, untuk mengingatkan para pembacanya biar meluruskan niatnya”.


Hadits ini dibanding hadits-hadits yang lain yaitu hadits yang sangat terkenal, tetapi dilihat dari sumber sanadnya, hadits ini yaitu hadits ahad, alasannya hanya diriwayatkan oleh Umar bin Khaththab dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam. Dari Umar hanya diriwayatkan oleh ‘Alqamah bin Abi Waqash, lalu hanya diriwayatkan oleh Muhammad bin Ibrahim At Taimi, dan selanjutnya hanya diriwayatkan oleh Yahya bin Sa’id Al Anshari, lalu barulah menjadi populer pada perawi selanjutnya. Lebih dari 200 orang rawi yang meriwayatkan dari Yahya bin Sa’id dan kebanyakan mereka yaitu para Imam.


Pertama : Kata “Innamaa” bermakna “hanya/pengecualian” , yaitu menetapkan sesuatu yang disebut dan mengingkari selain yang disebut itu. Kata “hanya” tersebut terkadang dimaksudkan sebagai pengecualian secara mutlak dan terkadang dimaksudkan sebagai pengecualian yang terbatas. Untuk membedakan antara dua pengertian ini sanggup diketahui dari susunan kalimatnya.


Misalnya, kalimat pada firman Allah : “Innamaa anta mundzirun”
“Engkau (Muhammad) hanyalah seorang penyampai ancaman”. (QS. Ar-Ra’d : 7)


kalimat ini secara sepintas menyatakan bahwa kiprah Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam hanyalah memberikan bahaya dari Allah, tidak memiliki tugas-tugas lain. Padahal bahwasanya ia memiliki berbagai tugas, menyerupai memberikan kabar bangga dan lain sebagainya.


Begitu juga kalimat pada firman Allah : “Innamal  hayatud dunyaa la’ibun walahwun” “Kehidupan dunia itu hanyalah kesenangan dan permainan”. (QS. Muhammad : 36)



Kalimat ini (wallahu a’lam) menunjukkan pembatasan berkenaan dengan akhir atau dampaknya, apabila dikaitkan dengan hakikat kehidupan dunia, maka kehidupan sanggup menjadi wahana berbuat kebaikan. Dengan demikian apabila disebutkan kata “hanya” dalam suatu kalimat, hendaklah diperhatikan betul pengertian yang dimaksudkan.



Pada Hadits ini, kalimat “Segala amal hanya berdasarkan niatnya” yang dimaksud dengan amal disini yaitu semua amal yang dibenarkan syari’at, sehingga setiap amal yang dibenarkan syari’at tanpa niat maka tidak berarti apa-apa berdasarkan agama islam. Tentang sabda Rasulullah, “semua amal itu tergantung niatnya” ada perbedaan pendapat para ulama wacana maksud kalimat tersebut. Sebagian memahami niat sebagai syarat sehingga amal tidak sah tanpa niat, sebagian yang lain memahami niat sebagai penyempurna sehingga amal itu akan tepat apabila ada niat.


Kedua : Kalimat “Dan setiap orang hanya mendapat sesuai niatnya” oleh Khathabi dijelaskan bahwa kalimat ini menunjukkan pengertian yang berbeda dari sebelumnya. Yaitu menegaskan sah tidaknya amal bergantung pada niatnya. Juga Syaikh Muhyidin An-Nawawi menunjukan bahwa niat menjadi syarat sahnya amal. Sehingga seseorang yang meng-qadha sholat tanpa niat maka tidak sah Sholatnya, wallahu a’lam.



Ketiga : Kalimat “Dan Barang siapa berhijrah kepada Allah dan Rosul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rosul-Nya” berdasarkan penetapan jago bahasa Arab, bahwa kalimat syarat dan jawabnya, begitu pula mubtada’ (subyek) dan khabar (predikatnya) haruslah berbeda, sedangkan di kalimat ini sama. Karena itu kalimat syarat bermakna niat atau maksud baik secara bahasa atau syari’at, maksudnya barangsiapa berhijrah dengan niat alasannya Allah dan Rosul-Nya maka akan mendapat pahala dari hijrahnya kepada Allah dan Rosul-Nya.
Hadits ini memang muncul alasannya adanya seorang lelaki yang ikut hijrah dari Makkah ke Madinah untuk mengawini perempuan berjulukan Ummu Qais. Dia berhijrah tidak untuk mendapat pahala hijrah alasannya itu ia dijuluki Muhajir Ummu Qais.


 Pelajaran yang terdapat dalam Hadits / : الفوائد من الحديث
1. Niat merupakan syarat layak/diterima atau tidaknya amal perbuatan, dan amal ibadah tidak akan mendatangkan pahala kecuali berdasarkan niat (karena Allah ta’ala).
2. Waktu pelaksanaan niat dilakukan pada awal ibadah dan tempatnya di hati.
3. Ikhlas dan membebaskan niat semata-mata alasannya Allah ta’ala dituntut pada semua amal shaleh dan ibadah.
4. Seorang mu’min akan diberi ganjaran pahala berdasarkan kadar niatnya.
5. Semua pebuatan yang bermanfaat dan mubah (boleh) jikalau diiringi niat alasannya mencari keridhoan Allah maka dia akan bernilai ibadah.
6. Yang membedakan antara ibadah dan etika (kebiasaan/rutinitas) yaitu niat.
7. Hadits diatas menunjukkan bahwa niat merupakan pecahan dari iman alasannya dia merupakan pekerjaan hati, dan iman berdasarkan pemahaman Ahli Sunnah Wal Jamaah
adalah membenarkan dalam hati, diucapkan dengan ekspresi dan diamalkan dengan perbuatan.



wallahu a’lam –
banner
Previous Post
Next Post