Friday 13 March 2020

Hadits - Wacana Bersodaqoh

عَنْ أَبي ذَرٍّ رضي الله عنه أَيضَاً أَنَّ أُنَاسَاً مِنْ أَصحَابِ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالوا للنَّبي صلى الله عليه وسلم يَارَسُولَ الله: ذَهَبَ أَهلُ الدثورِ بِالأُجورِ، يُصَلُّوْنَ كَمَا نُصَلِّيْ، وَيَصُوْمُوْنَ كَمَا نَصُوْمُ، وَيَتَصَدَّقُوْنَ بفُضُوْلِ أَمْوَالِهِمْ، قَالَ: (أَوَ لَيْسَ قَدْ جَعَلَ اللهُ لَكُمْ مَا تَصَّدَّقُوْنَ؟ إِنَّ بِكُلِّ تَسْبِيْحَةٍ صَدَقَة. وَكُلِّ تَكْبِيْرَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ تَحْمَيْدَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ تَهْلِيْلَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بالِمَعْرُوْفٍ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنْ مُنْكَرٍ صَدَقَةٌ وَفِيْ بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ قَالُوا: يَا رَسُوْلَ اللهِ أَيَأْتِيْ أَحَدُنَا شَهْوَتَهُ وَيَكُوْنُ لَهُ فِيْهَا أَجْرٌ؟ قَالَ: أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فَيْ حَرَامٍ أَكَانَ عَلَيْهِ وِزْرٌ؟ فَكَذَلِكَ إِذَا وَضَعَهَا فَي الحَلالِ كَانَ لَهُ أَجْرٌ) – رَوَاهُ مُسْلِمٌ

Terjemahan:

Dari Abu Dzar radhiallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, ia berkata: Sesungguhnya sebagian dari para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam : “Wahai Rasulullah, orang-orang kaya lebih banyak mendapat pahala, mereka mengerjakan shalat sebagaimana kami shalat, mereka berpuasa sebagaimana kami berpuasa, dan mereka bershadaqah dengan kelebihan harta mereka”. Nabi bersabda : “Bukankah Allah telah mengakibatkan bagi kau sesuatu untuk bershadaqah ? Sesungguhnya tiap-tiap tasbih yaitu shadaqah, tiap-tiap tahmid yaitu shadaqah, tiap-tiap tahlil yaitu shadaqah, menyuruh kepada kebaikan yaitu shadaqah, mencegah kemungkaran yaitu shadaqah dan persetubuhan salah seorang di antara kau (dengan istrinya) yaitu shadaqah “. Mereka bertanya : “ Wahai Rasulullah, apakah (jika) salah seorang di antara kami memenuhi syahwatnya, ia mendapat pahala?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menjawab : “Tahukah engkau jikalau seseorang memenuhi syahwatnya pada yang haram, beliau berdosa, demikian pula jikalau ia memenuhi syahwatnya itu pada yang halal, ia mendapat pahala”.

[Muslim no. 1006]

Penjelasan:

Hadits ini menandakan keutamaan tasbih dan semua macam dzikir, amar ma’ruf nahi mungkar, berniat alasannya Allah dalam hal-hal mubah, alasannya semua perbuatan dinilai sebagai ibadah bila dengan niat yang ikhlas. Hadits ini juga menawarkan dibenarkannya seseorang bertanya perihal sesuatu yang tidak diketahuinya kepada orang yang berilmu, bila ia mengetahui bahwa orang yang ditanya itu menawarkan perilaku bahagia terhadap permasalahan yang ditanyakan dan tidak dilakukan dengan cara yang buruk, dan orang yang bakir akan menandakan kepadanya apa yang tidak diketahuinya itu.

Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam “menyuruh kepada kebaikan yaitu shadaqah, mencegah kemungkaran yaitu shadaqah” menyatakan legalisasi bahwa setiap orang yan melaksanakan amar ma’ruf dan nahi mungkar dipandang melaksanakan shadaqah, yang hal ini akan memperjelas makna tasbih dan hal-hal yang disebut sebelumnya, alasannya amar ma’ruf dan nahi mungkar yaitu fardhu kifayah, sekalipun sanggup juga menjadi fardhu ‘ain. Berbeda halnya dengan dzikir yang merupakan perbuatan sunnah, pahala atas perbuatan wajib lebih banyak daripada perbuatan sunnah, menyerupai yang disebutkan dalam sebuah Hadits Qudsi yang diriwayatkan oleh Bukhari, Allah berfirman : “Tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan perbuatan yang Aku cintai yang Aku wajibkan kepadanya”.

Sebagian ulama berkata : “Pahala atas perbuatan wajib tujuh puluh derajat di atas perbuatan sunnah, menurut suatu Hadits”.

Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam “persetubuhan salah seorang di antara kau (dengan istrinya) yaitu shadaqah “. Telah disebutkan di atas bahwa perbuatan-perbuatan mubah yang dilakukan dengan niat menaati aturan Allah yaitu shadaqah. Jadi, persetubuhan dinilai sebagai ibadah apabila diniatkan oleh seseorang untuk memenuhi hak dan kewajiban suami istri secara ma’ruf atau untuk mendapat anak yang shalih atau menjauhkan diri dari zina atau untuk tujuan-tujuan baik lainnya.

Pertanyaan shahabat : “Wahai Rasulullah, apakah (jika) salah seorang di antara kami memenuhi syahwatnya, ia mendapat pahala?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menjawab : “Tahukah engkau jikalau seseorang memenuhi syahwatnya pada yang haram, beliau berdosa, demikian pula jikalau ia memenuhi syahwatnya itu pada yang halal, ia mendapat pahala” mengandung arahan dibenarkannya melaksanakan qiyas dalam hukum. Demikianlah pendapat para ulama pada umumnya kecuali fatwa Zhahiri.

Tentang riwayat yang diperoleh dari para tabi’in dan lain-lain mengenai celaan terhadap qiyas dalam hukum, maka yang dimaksud bukanlah qiyas yang terkenal dikenal oleh para jago fiqih mujtahid. Qiyas yang dimaksud yaitu qiyasul ‘aksi (qiyas sebaliknya, atau mafhum mukhalafah). Para jago ushul berbeda pendapat dalam mempraktekkan qiyas ini, tetapi Hadits di atas mendukung pendapat yang mengakibatkan qiyas ini sebagai satu cara menetapkan hukum.
banner
Previous Post
Next Post