Monday 2 March 2020

Ibnu Bajjah (Cendikiawan Andalusia)



Keberhasilan Thariq bi Ziyad Bersama  pasukannya menaklukkan Andalusia(Sekarang Spanyol) pada bulan Mei tahun 771 M/92 H, merupakan cikal bakal bagi umat Islam untuk menyebarkan  dan mengembangkan kebudayaan Islam serta mendirikan kerajaan-kerajaan Islam di sana.

Dalam masa lebih kurang delapan masa lamanya, kaum muslimin sanggup menguasai beberapa kota penting di Andalusia seperti, Toledo, Saragossa, Cordoba, Valencia, Malaga, Sevilla, Granada dan beberapa kota penting lainnya. Mereka membawa panji-panji ke Islaman, baik dari segi ilmu agama, pengetahuan, budaya maupun arsitek bangunan.

Ternyata kemajuan dalam aspek-aspek ke-Islaman ini begitu pesat, maka tak heran jikalau pada dikala itu Andalusia menjadi sentra kebudayaan Islam dan ilmu pengetahuan yang sangat hebat sesudah Konstantinopel dan Baghdad, hingga banyak bangsa-bangsa Eropa lainnya yang mulai berdatangan kesana untuk mempelajari aneka macam ilmu pengetahuan.

Di negeri inilah yang kemudian lahir para cendekiawan-cendekiawan muslim ternama, di mana karya-karya monumentalnya mencakup aneka macam bidang keilmuan, ibarat ilmu Matematika, Metafisika, Kedokteran, Sain, Filsafat, Sastra, Astronomi, Politik dan sebagainya.

Abu Bakar Muhammad Ibn Yahya al-Saigh yang lebih dikenal dengan Ibn Bajjah merupakan salah satu di antara para para brilyan tersebut. Ia dilahirkan di Saragossa tepatnya pada tahun 1089 M. Ibnu Bajjah ialah seorang sastrawan dan mahir bahasa yang unggul, karenanya ia pernah menjadi penyair bagi golongan al-Murabbithin yang dipimpin oleh Abu Bakar Ibrahim Ibn Tafalwit. Selain itu, ia juga piawai dalam bermain music gambus. Ia juga penghafal Al-Qur’an.

Keahliannya tidak hanya terlihat dalam bidang sastra, namun juga di bidang perobatan hingga ia menjadi seorang dokter yang populer di Andalusia. Di samping itu juga, Ibnu Bajjah merupakan pakar politik dan menjadi mentri pada masa pemerintahan Abu Bakr Ibrahim di Saragossa. Keunggulannya juga terlihat dari penguasaannya terhadap ilmu Matematika, Fisika, Ilmu Falak dan juga Filsafat.

Kemampuannya dalam Filsafat setara denga al Farabi dan Aristoteles. Setengah pandangan Filsafatnya banyak digunakan oleh para ilmuwan sekarang, ibarat ungkapan “Manusia sebagai makhluk social dan juga konsep masyaarakat madani.”

Ibnu Bajjah mengemukakan bahwa insan bisa mendekati Tuhan melalui amalan berfikir dan tidak mesti melalui tasawwuf ibarat yang dikemukakan oleh imam al-Ghazali. Karena dengan ilmu dan amalan berfikir, insan sanggup mengarahkan keutamaan dan perbuatan moral, serta sanggup menguasai jiwanya sendiri. Sehingga sifat hewaniah yang bersarang pada diri insan sanggup ditumpaskan.

Banyak di antara pandangan filsafah Ibn Bajjah yang dipengaruhi oleh pandangan-pandangan al Farabi, dan itu bisa dilihat dalam karyanya “Risalah al-Wida” dan Kitab “Tadbir al-Muttawwadid”. Sekalipun ada sebagian pemikiran yang menyampaikan bahwa kitab itu sama dengan kitab “al Madinah al Fadhilah” yang dikarang oleh al Farabi.

Kesamaan persepsi antara Ibn Bajjah dan al Farabi yang sangat kelihatan ialah keduanya menggunakan ilmu untuk mengatasi segala-galanya, sehingga mereka beropini bahwa logika dan  wahyu ialah suatu hakikat yang padu, dan jikalau dipisahkan akan menjadikan masyarakat dan Negara yang pincang. Ibn Bajjah beropini bahwa logika bisa mengakibatkan insan mengenali apa saja kewujudan benda atau dewa tanpa harus dipengaruhi oleh unsur-unsur kerohanian melalui amalan tasawwuf.

Sekalipun ia menguasai aneka macam keahlian, namun perhatiannya sangat tertumpu pada perkara yang berkaitan denga ke-Tuhan-an dan Metafisika dan ia memahami metafisika ini dengan perantaraa ilmu lain. Misalnya ilmu sains dan fisika yang ia gunakan untuk menguraikan dilema benda dan rupa. Menurutnya, benda tidak akan terwujud tanpa rupa, tapi rupa bisa terwujud tanpa benda. Karenanya kita bisa saja menggambarkan sesuatu dalam bentuk dan rupa berbeda-beda.

Karangannya yang populer ialah “an Nafs (jiwa)”, di dalamnya dikupas perihal permasalahan yang berkaitan dengan keadaan jiwa dan pembahasannya banyak tergoda oleh gagasan pemikiran filsafat Yunani, ibarat Aristoteles, Galenos, al Farabi dan Al Razi.

Pada dasarnya, masih banyak lagi pandangan filsafat Ibn Bajjah dan juga karya tulisnya. Namun alasannya ialah sebagian besarnya telah dimusnahkan, jadi yang hingga kepada kita kini ini hanya sebagian kecil dari karangannya yang masih tersisa dan tersimpan di beberapa perpustakaan di Eropa. Sekalipun banyak hasil karyanya dimusnahkan , namun fatwa dan pemikirannya banyak mempengaruhi para ilmuwan berikutnya di tanah Andalusia.

Ibn Bajjah merupakan seorang cendikiawan muslim yang tersohor. Dengan ketinggian ilmunya ia telah meletakkan dasar yang kokoh bagi perkembangan ilmu dan fisafat di bumi Andalusia, namun ternyata kehebatannya telah mengundang kecemburuan dan kedengkian beberapa pihak, hingga hasilnya ia diracuni dan meninggal dunia pada tahun 1138 M dalam usia 56 tahun. Semoga semua jerih payahnya dan sumbangsih karya-karyanya untuk Islam menjadi amal jariyah dan mendapat jawaban yang setimpal dari Allah Swt. Di simpulan kelak. Amin.

Penulis
Zaitun Muzana A.R
Tulisan ini telah terbit di bulletin el Asyir edisi 82


banner
Previous Post
Next Post