![]() |
squarespace.com |
Berdasarkan survei yang dirilis pada April 2013 oleh United Nations Entity for Gender Equality and the Empowerment of Women perihal pelecehan seksual, 99,3 persen perempuan di Mesir pernah mengalami pelecehan seksual, 96,5 persen menyebutkan bahwa mereka dilecehkan secara fisik, dan 95,5 persen mengaku dilecehkan secara verbal.
Hal ini juga dirasakan oleh banyak mahasiswi Indonesia yang menempuh studi di Mesir. Namun saya rasa, belum banyak yang berani berbicara terus jelas mengenai duduk perkara ini kepada publik. Mengapa? Karena duduk perkara ini dianggap terlalu tabu untuk dibicarakan, atau dengan alasan menjaga ‘izzah seorang perempuan. Tapi hey, kalau kita tidak berani bersuara, tidak akan ada yang sanggup mendengar. Memalukan memang, tapi paling tidak dengan bunyi kita perempuan lain sanggup lebih waspada, pun laki-laki sanggup lebih peduli sehingga sanggup ikut memberi sumbangan kalau dibutuhkan.
Sebagai seorang perempuan yang sudah beberapa tahun mencar ilmu di Mesir, saya pun beberapa kali pernah mengalami sexual harassment, baik secara fisik atau verbal. Juga hal yang sama sering saya dengarkan dari kakak-kakak, adik-adik atau sahabat seperjuangan. Ini sanggup terjadi di mana saja, di angkutan umum, di jalan atau di pasar. Hal ini tentu melukai harga diri kita yang tiba jauh-jauh dengan niat mulia untuk mencar ilmu ilmu agama. Saya takut dan murka ketika hal itu terjadi pada saya atau teman-teman yang lain.
Meski juga merasa takut, saya tidak mau tinggal diam. Postur mungil ala Indonesia dengan tinggi yang hanya 151 cm dan berat tubuh hanya 38 kg, tidak menghalangi saya untuk menciptakan dua laki-laki Mesir terpaksa turun dari bis. Kali pertama seorang laki-laki yang mencolek pundak saya dari kursi belakang, dan kali kedua seorang laki-laki yang dengan sengaja memegang tangan saya ketika saya berpegangan di tiang bis alasannya tidak menerima tempat duduk.
Saya juga pernah diikuti seorang laki-laki penjual parfum di pasar Khan Khalili, beliau terus menawari saya parfum meski saya tolak berkali-kali, sampai akibatnya beliau menarik hati saya untuk menikah yang menciptakan saya meledakkan amukan. Meski dengan rasa takut, aib dan bibir gemetar, saya meneriaki laki-laki itu abnormal dalam bahasa daerah. Karena menjadi sentra perhatian orang-orang yang sedang berbelanja di pasar tersebut, laki-laki tersebut akibatnya berhenti mengikuti saya.
![]() |
gov.uk |
Lalu apakah saya mengalami pelecehan alasannya saya anggun dengan paras ayu nan menawan? Sama sekali tidak. Wajah saya tidak termasuk tipikal anggun yang didengungkan media (you have to love yourself whatever media says, girls!). Sexual harassment ini sanggup mengenai perempuan mana saja tak peduli bagaimana parasnya. Bisa jadi saya, Anda, kakak, adik, ibu, sahabat atau calon istri siapa saja. Tapi satu hal yang masih patut disyukuri, menurut pengalaman dan pengamatan saya, umumnya laki-laki Mesir tidak berani menganggu secara terang-terangan. Mereka juga takut diteriaki dan jadi sentra perhatian.
Makara yang perlu kita lakukan cuma bersuara. Jangan takut kita jadi sentra perhatian, kita berada di pihak yang benar, kita mempertahankan harga diri kita. Kalau kita membisu saja, siapa yang akan tau dan siapa yang akan menolong kita? Atau kita takut alasannya tidak lancar berbahasa Arab? Kita tidak perlu bahasa Arab untuk marah. Hardik saja dengan bahasa Indonesia, atau dengan bahasa daerah. Yang penting orang lain sanggup tahu bahwa kita marah, dan pelaku juga sanggup tau bahwa kita bukan sasaran yang simpel dan lemah. Karena kalau kita hanya membisu dan mengatakan takut, pelaku sanggup bertindak lebih jauh, atau besok ia akan mengulang hal yang sama pada gadis-gadis lain.
Sebagai perempuan Indonesia, saya yakin dalam ruh kita mengalir semangat wanita-wanita pejuang menyerupai Cut Nyak Dhien atau R.A. Kartini. Saya pun yakin, mereka tak sanggup memperjuangkan martabat bangsanya tanpa menjaga martabat mereka sendiri.
Tidak ada maksud lain dari saya menceritakan kisah ini melainkan ingin membangkitkan keberanian kita, para perempuan, untuk bersuara. Jangan biarkan rasa takut menciptakan orang sanggup menodai martabat kita sekecil zarrah-pun. Jika orang berbuat salah saja berani, kita yang mempertahankan kebenaran harus lebih berani.
Sekali lagi, meski memalukan, bagi saya ini bukan hal yang patut kita diamkan. Saya tidak tau, sanggup jadi akan tetap ada orang-orang yang ignorant, yang menganggap perempuan yang menyuarakan perihal pemerkosaan sebagai perempuan yang tak tau aib atau tidak menjaga ‘izzah sebagai seorang muslimah apalagi Azhariyah. Tapi bagi saya, ini ialah bab dari saya menyuarakan hak dan martabat saya dan saudari-saudari saya yang ingin saya jaga, tanpa seorangpun berhak mengganggunya. Dan saya berpesan kepada teman-teman mahasiswi, jaga diri baik-baik, dan jangan tunjukkan rasa takut. Semoga Allah selalu menjaga kita semua.
#metoo.
Ukhtukum fillah, A.M.