![]() |
Dr. Fachrul Ghazi, Lc. MA |
Oleh: Muhammad Najid Akhtiar
Seperempat abad. Menginjak usia yang tidak lagi muda, tentunya aneka macam dongeng berita serta insiden yang mewarnai hidup el Asyi. Tersebut bahwa pandangan gres pertama pembuatan induk media telah muncul sejak selesai tahun 80-an.
Ketika itu masyarakat Aceh di Mesir berselisih pandang mengenai organisasi dan hal-hal non-akademis lainnya. Sebagian beropini bahwa kegiatan ekstrakurikuler bukanlah hal yang perlu kita fokuskan di perantauan ini. Kewajiban kita hanya kuliah dan talaqqi. Sementara sebagian yang lain mendukung penuh pengembangan kemampuan non-akademis mahasiswa. Menurut mereka selaku perjaka Muslim impian bangsa, hendaknya mengasah bakat serta mempunyai multi talenta.
Perbedaan pendapat ini berimbas kepada geliat abjad yang merupakan salah satu kegiatan non-akademis mahasiswa. Namun demikian, kontroversi tersebut tak menyurutkan semangat para pemrakarsa media penemuan ini. Terbukti dengan sampainya salah satu buletin tertua Masisir ini di genggaman kita hingga hari ini. Pencapaian ini pastinya tak lepas dari usaha dan kerja keras para tokoh mubtakir yang luar biasa hebatnya.
Salah satu tokoh yang sangat besar kiprahnya dalam melahirkan el Asyi ialah Dr. Fachrul Ghazi, MA. Di sela kesibukannya yang luar biasa dikala itu, tak berkurang usaha dia untuk menciptakan el Asyi tetap eksis. Maka tak heran bila kala itu dia didaulat menjadi Pemimpin Redaksi el Asyi yang pertama.
***
Fachrul Ghazi lahir di Jakarta, 11 Februari 1962. Putra dari pasangan H. M. Nur Asjik dan Rohama Dawood ini mengecap pendidikan formal pertamanya di Taman Kanak-kanak Prapanca, Jakarta Selatan, selesai tahun 1974. Beliau melanjutkan pendidikan di Pondok Modern Gontor Ponorogo. 16 Januari 1981 dia menginjakkan kaki untuk pertama kalinya di Bumi Kinanah, Republik Arab Mesir. Beliau mendaftarkan diri di MA’had Bu’uts Al Azhar dan selesai tahun 1982.
Fakultas Bahasa Arab merupakan fakultas pilihan dia di Universitas Al Azhar. Fachrul Ghazi muda menggondol License pada tahun 1986. Gelar License tak lantas menciptakan dia berhenti menyelami samudera ilmu di Bumi Anbiya ini. Cucu dari ulama fenomenal Aceh Tgk. Daud Beureueh ini justru menyusupkan namanya dalam rentetan mahasiswa strata dua Fakultas Bahasa Arab Konsentrasi Balaghah dan Kritik Sastra Arab. Selain kesibukan dia dalam organisasi baik di KMA maupun PPMI, dia juga meniti karirnya sebagai local staff Bidang Pendidikan dan Kebudayaan KBRI Kairo tahun 1992-1997.
Di antara kesibukan dia kala itu antara lain; sebagai sesepuh KMA Mesir, senior IKPM Mesir, Ketua MPA HPMI (PPMI sekarang) tahun 1990/1991, Pemred Buletin Forum Sumatera tahun 1992. Selain itu, dia juga dikenal sebagai salah satu penggagas buku Panduan ke Mesir dan Al Azhar. Beliau juga merupakan pencetus terbentuknya tim tarian Saman KMA yang pernah berjaya di Mesir.
Akhir 80-an Tgk. Fachrul bersama rekan seperjuangannya mencetuskan pandangan gres untuk mendirikan buletin el Asyi. Pada suatu kesempatan dia menyampaikan bahwa pandangan gres membentuk buletin el Asyi muncul dikala buletin Terobosan mulai terbit. Beliau membawa Terobosan kepada rekan-rekannya serta meyakinkan bahwa KMA bisa menciptakan buletin menyerupai ini sebagai wadah asah tulis-menulis warga KMA.
Buletin tersebut berjulukan el Asyi. Dinamakan el Asyi untuk mencerminkan orisinalitas serta karakter karya tulis rakyat Aceh di Mesir. Walhasil, tanggal 1 Januari 1991, Allah Swt. mengizinkan el Asyi hadir menyapa hangat udara sejuk Kota Kairo, sebagai salah satu buletin tertua dalam ranah mahasiswa Indonesia di Mesir.
Tahun 1995 Tgk. Fachrul mengakhiri masa single dengan menikahi perempuan pujaan, Ustadzah Harina Hasan, Lc. Pada tahun yang sama pula, tepatnya 10 Desember 1995, dia dianugerahkan seorang putri yang diberi nama Zulva Fachrina.
Geliat acara serta kesibukan dia tidak lantas menciptakan dia lupa tujuan utama di Mesir. Tepat tahun 1997 dia berhasil meraih gelar Master of Art sesudah merampungkan tesis dengan judul "Al Mushthalahat Al Balaghiyah fi Kitab Kasysyaf Ishthilahat Al Funun li At Tahanawi."
Sekian usang hidup di perantauan, Tgk. Fachrul Ghazi memutuskan untuk kembali ke tanah air. Meskipun telah berpindah melintasi negara dan benua, tak berarti kesibukan yang dihadapinya akan berkurang apalagi berakhir. Berganti kawasan hanyalah pergantian kesibukan. Sekembalinya ke Indonesia, dia ditunjuk untuk menjadi dosen honorer di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Institut Ilmu Al Alquran (IIQ) dan Universitas Islam Jakarta (UIJ) pada tahun 1997. Tahun 1998 dia diangkat menjadi dosen tetap STAIN Samarinda, Kalimantan Timur.
Tahun 2000, dia memutuskan untuk kembali melanjutkan studi di Mesir. Universitas Al Azhar tetap menjadi pilihan. Sama halnya dengan acara Magister, waktu yang ditempuh untuk merampungkan acara doktoral juga tidak mengecewakan lama.
“Menyelesaikan studi terutama di Universitas Al Azhar sanggup dituntaskan dalam jangka waktu yang singkat dengan syarat niat lillahi ta’ala, penuh konsentrasi berguru dan persiapkan mental yang gigih serta giat. Kami teringat pesan Kiai, “Utruk ma siwa ad dars. Tinggalkan segalanya kecuali belajar. Yang menjadikan kami cukup usang merampungkan acara S2 dan S3 di Al Azhar, ya alasannya ialah tidak mengindahkan pesan Kiai tadi,” pesannya.
Tapi masuk akal saja alasannya ialah selama merampungkan acara Magister dia disibukkan oleh kegiatan keorganisasian dan profesi di KBRI. Sedangkan dikala menempuh doktoral dia disibukkan dengan mengabdi untuk tanah air.
Selain kiprah dia sebagai dosen STAIN Samarinda, dia juga pernah menggeluti beberapa profesi lainnya, menyerupai dosen Sekolah Tinggi Ilmu Syariah (STIS) Samarinda, staf pengajar PGTKI Yayasan Al Azhar Samarinda, pengurus MUI Kaltim, dewan pakar Ikatan Da’i Indonesia (IKADI) Kaltim, anggota Forum Komunikasi Alumni Timur Tengah (FKAT), pengasuh Pesantren Mahasiswa Jabal Rahmah Samarinda dan sebagainya.
Tepat pada 22 Oktober 2008 dia disidang untuk mempertahankan disertasinya. Pada hari yang bersejarah tersebut dia sukses menorehkan prestasi yang sangat membanggakan Indonesia dan Aceh khususnya. Dengan judul disertasi "Asy Syawahid Al Balaghiyah fi Kitab Al Muthawwal li Sa’diddin At Taftazani, Dirasah wa Muqaranah," beliau dikokohkan sebagai Doktor Konsentrasi Balaghah dan Kritik Sastra Arab, Fakultas Bahasa Arab Universitas Al Azhar dengan predikat Mumtaz Syaraf Ula (Summa Cumlaude).
Prestasi ini bukan hanya milik Aceh atau Indonesia, bahkan Asia Tenggara, karena dia merupakan Doktor lulusan Universitas Al Azhar pertama seluruh wilayah Asia Tenggara untuk spesialisasi Balaghah dan Kritik Sastra. “Anta al awwil ya Fakhr,” begitu kata pembimbing dia Prof. Dr. Mahmoud Abdul Azhim Abdullah Shafa.
Setelah merampungkan jenjang pendidikannya, dia pribadi kembali ke kampung halaman untuk menyambung pengabdian untuk umat. Termaktub hingga hari ini dia aktif sebagai dosen Pascasarjana IAIN Samarinda, Ketua BAZNAS Prov. Kaltim, Wakil Ketua PWNU Kaltim, pengurus BWI Kaltim dan Pengurus Ittiihad Mudarrisi Al Lugah Al Alrabiyah (IMLA) Kaltim.
Baca juga: Biografi Singkat Syekh Hisyam Kamil Hamid
Kepada kita mahasiswa Indonesia di Mesir dia berpesan biar mengingat selalu tujuan berguru dengan niat lillahi ta’ala. Semoga kita diberi kemampuan untuk menjejaki langkah dia bahkan lebih, dalam menorehkan prestasi dan pengabdian untuk umat. Semoga semua usaha serta amal baik dia menjadi pemberat timbangan kebaikan dia kelak di hari pembalasan. Wa ladzikrullahi akbar.[]
*Mahasiswa Tingkat Akhir Fakultas Bahasa Arab Universitas Al Azhar. Pemimpin Redaksi el Asyi 2017. Tulisan ini sebelumnya sudah tayang di buletin el Asyi edisi 125.