Saturday 2 November 2019

Hakekat Puasa (1)


Bismillah wal hamdulillah wash shalatu was salamu ‘ala Rasulillah. Seseorang yang beriman akan bisa mengetahui wacana hakikat puasa dengan mengenal karakteristik-karakteristiknya, baik itu hikmah pensyari’atan puasa, buah, tujuan, maksud, dan ruh ibadah puasa. Dalam beberapa seri artikel berikut, dengan taufik dan izin Allah, penulis akan nukilkan beberapa klarifikasi ulama wacana hal itu. Semoga bermanfaat,

Hikmah Puasa

Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa (Ramadhan) sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian semoga kalian bertakwa” (Al-Baqarah: 183).
Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di rahimahullah menafsirkan Ayat di atas,
يخبر تعالى بما منَّ به على عباده, بأنه فرض عليهم الصيام, كما فرضه على الأمم السابقة, لأنه من الشرائع والأوامر التي هي مصلحة للخلق في كل زمان. وفيه تنشيط لهذه الأمة, بأنه ينبغي لكم أن تنافسوا غيركم في تكميل الأعمال, والمسارعة إلى صالح الخصال, وأنه ليس من الأمور الثقيلة, التي اختصيتم بها.
“Allah Ta’ala memberitahukan wacana anugerah yang Allah anugerahkan untuk hamba-hamba-Nya, berupa diwajibkan bagi mereka berpuasa, sebagaimana diwajibkan bagi umat-umat sebelumnya, lantaran puasa termasuk syari’at dan perintah yang bermanfaat bagi makhluk di setiap zaman. Di dalamnya terdapat dorongan semangat bagi umat ini, yakni selayaknya kalian berlomba-lomba dengan (umat) sebelum kalian dalam menyempurnakan amal dan bersegera dalam kebaikan, dan (hal itu) bukanlah kasus berat yang (diwajibkan) bagi diri kalian saja” (Tafsir As-Sa’di).
Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan hikmah diperintahkannya berpuasa,
لما فيه من زكاة النفس وطهارتها وتنقيتها من الأخلاط الرديئة والأخلاق الرذيلة
“Karena di dalam ibadah puasa itu terdapat kesucian jiwa dan kebersihannya serta mensterilkan dari kotoran yang jelek dan adat yang hina” (Tafsir Ibnu Katsir).
Sedangkan Al-Baghawi rahimahullah, saat menjelaskan mengapa dengan berpuasa seorang hamba bisa meraih ketakwaan, berkata,
لما فيه من قهر النفس وكسر الشهوات
“Karena di dalam ibadah puasa itu terdapat pengendalian hawa nafsu dan penundukan syahwat” (Tafsir Al-Baghawi).
Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di rahimahullah menjelaskan lebih rinci wacana bentuk ketakwaan yang diperoleh dengan berpuasa, sehabis menyebutkan firman Allah,
لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Agar kalian bertakwa”, dengan mengatakan,
فإن الصيام من أكبر أسباب التقوى, لأن فيه امتثال أمر الله واجتناب نهيه
“Sesungguhnya puasa termasuk salah satu lantaran terbesar diraihnya ketakwaan, lantaran di dalam ibadah puasa terdapat bentuk melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya”
فمما اشتمل عليه من التقوى: أن الصائم يترك ما حرم الله عليه من الأكل والشرب والجماع ونحوها, التي تميل إليها نفسه, متقربا بذلك إلى الله, راجيا بتركها, ثوابه، فهذا من التقوى.
“Yang termasuk dalam cakupan takwa (yang terdapat dalam ibadah puasa ini, pent.) yaitu bahwa seorang yang berpuasa meninggalkan kasus yang diharamkan oleh Allah berupa makan, minum, bersetubuh, dan lainnya yang disenangi oleh nafsunya, dengan niat mendekatkan dirinya kepada Allah, mengharap pahala-Nya dengan meninggalkan perkara-perkara tersebut, maka ini termasuk bentuk ketakwaan.”
ومنها: أن الصائم يدرب نفسه على مراقبة الله تعالى, فيترك ما تهوى نفسه, مع قدرته عليه, لعلمه باطلاع الله عليه،
Dan diantara bentuk-bentuk ketakwaan dari ibadah puasa ini yaitu bahwa orang yang berpuasa melatih dirinya untuk senantiasa merasa diawasi oleh Allah Ta’ala, sehingga ia meninggalkan sesuatu yang disukai dirinya, padahal ia mempunyai kemampuan untuk melakukannya, lantaran ia meyakini bahwa Allah mengawasinya.
ومنها: أن الصيام يضيق مجاري الشيطان, فإنه يجري من ابن آدم مجرى الدم, فبالصيام, يضعف نفوذه, وتقل منه المعاصي،
“Dan diantaranya juga bahwa orang yang berpuasa berarti menyempitkan jalan-jalan setan dalam tubuhnya, lantaran setan berjalan dalam diri keturunan Nabi Adam -‘alaihis salam- di daerah ajaran darah. Maka dengan puasa melemahkan kekuatan setan dan menjadi sedikit kemaksiatan karenanya.”
ومنها: أن الصائم في الغالب, تكثر طاعته, والطاعات من خصال التقوى،
“Di antaranya pula bahwa orang yang berpuasa pada umumnya banyak melaksanakan ketaatan, sedangkan ketaatan yaitu bab dari ketakwaan”
ومنها: أن الغني إذا ذاق ألم الجوع, أوجب له ذلك, مواساة الفقراء المعدمين, وهذا من خصال التقوى.
“Di antaranya yaitu orang yang kaya bila mencicipi lapar (saat berpuasa), hal itu mendorongnya untuk meringankan kesulitan orang-orang  fakir yang tak berharta, dan ini yaitu bab dari ketakwaan” (Tafsir As-Sa’di)
Kesimpulan:
Seseorang bila benar-benar berpuasa dengan lapang dada dan sesuai dengan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka akan menghasilkan,
  1. Puasa termasuk lantaran terbesar diraihnya ketakwaan, lantaran itu ia melahirkan banyak sekali bentuk pelaksanaan perintah Allah dan banyak sekali bentuk menjauhi larangan-Nya.Kesucian jiwa dan kebersihannya.
  2. Mensterilkan dari kotoran yang jelek dan adat yang hina.
  3. Pengendalian hawa nafsu dan penundukan syahwat.
  4. Orang yang berpuasa melatih dirinya untuk senantiasa merasa diawasi oleh Allah Ta’ala.
  5. Ibadah puasa hakikatnya merupakan bentuk tarbiyyah (pendidikan) sosial kemasyarakatan, mendidik pelakunya menjadi manusia yang peka terhadap masyarakatnya dan bentuk tarbiyyah tersebut berupa:
    1. Memperkuat kasih sayang dan semangat tolong menolong dalam kebaikan di antara kaum muslimin, antara si kaya dengan si miskin, lantaran si kaya mencicipi sebagian kesulitan si miskin berupa rasa lapar ketika berpuasa.
    2. Memupuk persatuan diantara kaum Muslimin, lantaran mengawali puasa Ramadhan dan mengakhirinya secara bersama-sama, sahur dan buka pun pada waktu yang bersamaan.
    3. Mengajarkan kesamaan kedudukan antara si kaya dan si miskin, pejabat dan rakyat, aristokrat bernasab tinggi, dan rakyat yang tak bernasab tinggi, tidak ada yang membedakan diantara mereka kecuali ketakwaannya. Masih banyak faidah-faidah lainnya, hal ini terisyaratkan dalam firman Allah,
      وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ ۖ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ“Dan berpuasa lebih baik bagi kalian bila kalian mengetahui” (Al-Baqarah: 184).
Syaikh Abu Bakr Al-Jazairi dalam kitabnya Aisarut Tafasir menjelaskan bahwa ayat di atas mengisyaratkan kepada faidah-faidah puasa yang banyak, baik faidah diniyyah (Agama) maupun Ijtima’iyyah (sosial kemasyarakatan).
Jadi, sosok manusia yang berpuasa dengan puasa yang benar dan tepat akan menghasilkan banyak sekali bentuk ketakwaan, namun sebaliknya, bila puasa seseorang tidak membuahkan banyak sekali bentuk ketakwaan maka curigailah puasanya tersebut! Bukan tidak mungkin yang didapatkannya yaitu haus dan lapar saja!
Secara lahiriyyah ia berpuasa, namun hakikatnya ia tidak berpuasa, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
رب صائم حظه من صيامه الجوع والعطش
“Betapa banyak orang berpuasa yang hanya memetik lapar dan dahaga” (HR. Ibnu Majah, Al-Hakim dan beliau menshahihkannya. Al-Albani menyampaikan hasan sahih)
Alangkah indahnya ungkapan Syaikhul Islam Ibnu Taymiyyah dalam  kitabnya Al-Ubudiyyah:
فالعاقل ينظر إلى الحقائق لا إلى الظواهر
“(Ciri khas) orang yang pintar yaitu melihat hakikat (sesuatu), tidak terjebak dengan lahiriyyahnya”.
[bersambung]
***
Penulis: Sa’id Abu Ukasyah
* Dipublikasi ulang dari Muslim.or.id"
banner
Previous Post
Next Post