Tuesday, 5 November 2019

Memaknai Tahun Gres Hijriyyah Bagi Seorang Muslim



 Segala puji bagi Allah yang menyebabkan malam dan siang silih berganti sebagai Memaknai Tahun Baru Hijriyyah Bagi Seorang Muslim

Segala puji bagi Allah yang menyebabkan malam dan siang silih berganti sebagai ‘ibrah (pelajaran) bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada suri tauladan kita, Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, hamba-Nya yang paling bersyukur, dan utusan-Nya yang mengajarkan bagaimana bersyukur dengan sebaik-baiknya kepada umatnya, amma ba’du.

“Di dalam berjalannya waktu, silih bergantinya hari dan berlalunya bulan dan tahun, terdapat pelajaran yang berharga bagi orang yang mau merenungkannya.
Tidak ada satu tahun pun berlalu dan tidak pula satu bulan pun menyingkir melainkan beliau menutup lembaran-lembaran peristiwanya ketika itu, pergi dan tidak kembali, jikalau baik amal insan pada masa tersebut, maka baik pula balasannya, namun jikalau buruk, penyesalanlah yang mengikutinya
Setiap masuk tahun gres (Hijriyyah), insan menitipkan lembaran-lembaran tahun yang telah dilewatinya, sedangkan dihadapannya ada tahun gres yang menjelang
Bukanlah inti problem ada pada kapan tahun gres usai dan menjelang, akan tetapi yang menjadi inti problem adalah dengan apa kita dahulu mengisi tahun yang telah berlalu itu dan bagaimana kita akan hiasi tahun yang akan datang.
Dalam menyongsong tahun gres (Hijriyyah), seorang mukmin ialah sosok insan yang suka tafakkur (berpikir) dan tadzakkur (merenung)”
Tafakkur (berpikir) yang pertama, yaitu tafakkur hisab (intropeksi)
Dia memikirkan dan menghitung-hitung amalannya di tahun yang telah silam, kemudian beliau teringat (tadzakkur) akan dosa-dosanya, hingga hatinya menyesal, lisannya pun beristighfar memohon ampun kepada Rabbnya.
Tafakkur yang kedua, yaitu tafakkur isti’daad (persiapan)
Dia mempersiapkan ketaatan pada hari-harinya yang menjelang, sembari memohon santunan kepada Tuhannya,agar sanggup mempersembahkan ibadah yang terindah kepada Sang Penciptanya, terdorong mengamalkan prinsip hidupnya yang terdapat dalam ayat,
{إياك نعبد وإياك نستعين }
“Hanya kepada-Mulah, kami beribadah dan hanya kepada-Mulah kami menyembah”.
(Olah artikel Syaikh Ibrahim Ar-Ruhaili, dalam halaman web http://www.al-rehaili.net/rehaili/index.php?page=article&action=article&article=23).
Bukankah hidup ini hakikatnya ialah perjalanan?
Rasulullah Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كلّ الناسِ يغدو؛ فبائعٌ نَفسَه فمُعتِقها أو موبِقها
“Setiap hari, semua orang melanjutkan perjalanan hidupnya, keluar mempertaruhkan dirinya. Ada yang membebaskan dirinya dan ada pula yang mencelakakannya” (Hadits Riwayat Imam Muslim).
Tujuan hidup seorang Muslim
Sesungguhnya seorang Muslim, ketika meniti perjalanan hidupnya mempunyai tujuan. Ia melaksanakan perjalanan hidupnya biar sanggup mengenal siapa Allah. Dengan mengetahui nama, sifat, dan perbuatan-Nya. Inilah tujuan perjalanan hidup yang pertama ma’rifatullah(dalilnya: QS.Ath-Thalaaq: 12). Kemudian beliau iringi  ma’rifatullah itu dengan ‘Ibadatullah (beribadah dan ta’at kepada Allah). Dan inilah tujuan perjalanan hidup yang kedua bagi seorang Muslim, yaitu biar beliau sanggup beribadah hanya kepada-Nya saja dengan benar (dalilnya QS.Adz-Dzaariyaat : 56), ia persembahkan jiwa raganya untuk Allah.
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
(162) “Katakanlah bekerjsama shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.”
لَا شَرِيكَ لَهُ ۖ وَبِذَٰلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ
(163) “Tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan saya ialah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)” (QS. Al-An’aam:162-163).

Akhir perjalanan hidup seorang Muslim

Demikianlah kehidupan seorang Muslim terus melaksanakan perjalanan hidup, berpindah dari satu bentuk ibadah ke bentuk ibadah yang lainnya, baik dengan ibadah lahiriyah, hati, maupun keduanya, tanpa henti-hentinya.
وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّىٰ يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ
“Dan sembahlah Tuhanmu hingga tiba kepadamu sesuatu yang diyakini (ajal)” (QS. Al-Hijr: 99).
Adapun tamat perjalanan ialah surga, di dalamnyalah kawasan peristirahatan muslim yang abadi, istirahat dari letihnya perjalanan sewaktu di dunia dahulu, menikmati kenikmatan yang tidak pernah dilihat mata, tak pernah didengar telinga, dan tak pernah terbetik dalam hati manusia.
وَسَارِعُوا إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
”Dan bersegeralah kau kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada nirwana yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa” (QS.Ali ‘Imran : 133).
Lebih dari itu, ia akan mencicipi kenikmatan tertinggi, yaitu sanggup melihat wajah Allah Ta’ala.
Allah Ta’ala berfirman,
لَهُمْ مَا يَشَاءُونَ فِيهَا وَلَدَيْنَا مَزِيدٌ
Mereka di dalamnya memperoleh apa yang mereka kehendaki; dan pada sisi Kami ada tambahannya” (QS.Qaaf : 35). (Olah dari artikel Syaikh Abdur Razzaq, dalam halaman web http://al-badr.net/detail/OYHpkq7Dav5t).
Ironis
Negara kita yang tercinta ini, dengan penduduk yang lebih banyak didominasi kaum muslimin, yang seharusnya mempunyai prinsip dan perilaku menyerupai apa yang telah disebutkan di atas ternyata setiap malam tahun gres masehi, di setiap kota besar khususnya, marak bermunculan acara-acara besar untuk merayakan tahun gres tersebut. Dan jujur kita katakan, bahwa barangkali tidak ada satu pun dari acara-acara tersebut yang terbebas dari kemaksiatan. Bahkan, mungkin Anda bergumam Bukan hanya maksiat, tapi juga menelan dana yang besar.
Coba renungkan, berapa puluh milyar anggaran yang dikeluarkan untuk menyambut tahun gres di ibu kota negara maupun kota-kota provinsi? Dengan biaya itulah, ratusan panggung “hiburan” di aneka macam penjuru kota-kota besar justru difasilitasi secara resmi dengan segala hingar bingarnya yang didukung dengan besarnya dana. Uang pun dihambur-hamburkan untuk menghiasi jalan-jalan kota, “pesta” terompet, mercon, dan kembang api .
Berbagai bentuk kemaksiatan pun sanggup gampang ditemukan di banyak tempat, bukan hanya di tengah kota, jalan besar, taman kota, hotel, dan kafe. Sampai-sampai di sebagian lapangan desa dan jalan kampung pun, tidak jarang kemaksiatan gampang ditemukan di malam tahun gres masehi itu.
Pertanyaannya:
Kapan kemaksiatan-kemaksiatan itu dan pemborosan tersebut terjadi?
“Hanya di satu malam saja.”
Dimana terjadinya ?
“Di negara kaum muslimin ini.”
Padahal kemaksiatan hakikatnya ialah peristiwa alam yang menimpa agama seorang muslim, sedangkan pemborosan uang ialah peristiwa alam yang menimpa dunianya. Kita berlindung kepada Allah dari terkena peristiwa alam yang menimpa agama dan dunia kita, amiin.
Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukkasyah
Sumber : Muslim.Or.Id
banner
Previous Post
Next Post