Oleh: Hendri Julian Ibrahim*
 |
| images6.alphacoders.com |
Jika tersebut kata turast, secara tak eksklusif niscaya akan terlintas dipikiran para penuntut ilmu sesuatu yang berkaitan dengan hal yang berbau klasik, sulit dan naskah lama. Namun jikalau dilihat lebih dalam, Islam sendiri merupakan agama yang sangat kaya akan ilmu pengetahuan. Dan khazanah ini secara berabad-abad tercatat rapi dalam literatur atau buku-buku usang yang biasa disebut dengan turast ataupun kitab turast. Di Indonesia sendiri, kitab turast ini lebih sering disebut dengan kitab kuning, ini disebabkan lembaran kitabnya yang memang berwarna kuning.
Salah satu kekayaan Islam yang sangat-sangat penting untuk digali oleh semua penuntut ilmu yaitu fikih. Fikih sendiri merupakan kumpulan keputusan aturan agama sepanjang masa yang mempunyai sistematika terstruktur. Sebagai perangkat disiplin ilmu, fikih tidak bangun sendiri, namun dibantu oleh sejumlah kerangka teoritik layaknya ushul fikih, kaidah fikih, ilmu-ilmu Al-Quran, Hadist serta gramatikal bahasa arab.
Baca juga: Fikih, Fatwa dan Qadhak
Belum lagi memahami perkataan ulama yang dijadikan tumpuan oleh ulama setelahnya dalam kitab turast. Identitas para ulama dalam pembahasan literatur klasik sering disematkan dalam bentuk kode, inisial atau gelar, dalam bahasa Arab disebut laqab (gelar/julukan). Hal ini disematkan sesuai dengan kapasitas, kepedulian, dan tingkatan kedudukan seorang ulam dalam disiplin ilmu tersebut.
Berikut gelar Ulama dalam literatur fikih mazhab Syafi’i :
الإمام : Jika sebutkan kata al-Imam dalam kitab fikih, maka ini yaitu gelar yang disematkan kepada Imam al- Haramain Abul al-Ma’ali Abd. Malik bin Abi Muhammad al-Juwaini (419 – 478 H).
الشيخ : Ketika disebutkan al-Syaikh dalam kitab fikih, maka itu gelar yang diberikan untuk Abu Ishaq Ibrahim bin Ali bin Yusuf as-Syairazi (393 – 476 H).
شيخان : Dalam kitab fikih laqab Syaikhani yaitu gelar yang disematkan kepada dua ulama; Muhyiddin Abu Zakaria Yahya bin Syaraf al-Nawawi (631-676 H) dan Abu al-Qasim abdu al-Karim bin Muhammad al-Rafi’i (623 – 624 H)
الشيوخ : Al-Syuyukh yaitu gelar kepada tiga ulama; Al-Nawawi, al-Rafi’I dan As-Subki (Taqiyuddin Abu Husain bin Ali Abdu al-Kafi bin Tamam (683 – 755 H).
شيخنا : Ketika kata Syaikhuna diucapkan oleh al-Mahalli, Ibnu Hajar al-Haitami dalam kitab Tuhfahnya dan Muhammad al-Khatib al-Syarbini, yang dimaksud yaitu Syaikhul Islam Zakariya al-Anshari (841-925/826 – 926 H).
الشيخ : Jika istilah al-Syaikh diucapkan oleh imam al-Ramli (Syamsuddin Muhammad bin Agmad al-Ramli (919 – 1004 H)) maka yang dimaksud yaitu Abu Zakariya al-Anshari.
شيخي : Jika istilah Syaikhi disebutkan oleh al-Khatib al-Syarbini maka yang dimaksud yaitu Syihabuddin Ahmad bin Hamzah al-Ramli.
القاضي : Bila al-Qadhi disebutkan dalam kitab-kitab al-Mutaakhirin, maka yang dimaksud yaitu Husain bin Muhammad bin Ahmad al-Marwazi (Wafat 462 H). dan bila disebutkan dalam kitab-kitab al-Mutaqaddimin maka yang dimaksud yaitu al-Qadli Abu Hamid al-Marwarruzi.
الشارح \ الشارح المحقق : Al-Syarih atau al-Syarih al-Muhaqqiq yaitu gelar untuk Imam Jaluddin al-Mahalli (791 – 864 H.
الشراح : Jika dalam fikih disebutkan kata al-Syurrah, maka ini untuk menjelaskan ulama-ulama yang mensyarahi (mengomentari) kitab Minhaju al-Thalibin karya Imam al-Nawawi.
ابن حجر : Ini yaitu gelar untuk Ibnu Hajar al-Haitami atau nama lengkapnya Syihabuddin Ahmad bin Ahmad bin Hajar al-Haitami (909 – 903 H).
السيكي : Jika disebutkan al-Subki maka merujuk kepada Taqiyuudin Subki (683-758 H), ayah dari Tajuddin al-Subki.
السبكي التاج : Maka yang dimaksud yaitu Tajuddin al-Subki (wafat 771 H), putra dari Taqiyuddin al-Subki.
حجة الإسلام : Hujjatul Islam yaitu gelar yang dimaksudkan untuk Imam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Thusi al-Ghazali (450-505 H).
سلطان العلماء : Yang dimaksud yaitu Izzuddin Abdu al-Aziz bi Abdi al-Salam bin Abi al-Qasim al-Salami al-Dimasyqi (577-660 H).[]
*Penulis yaitu alumni Universitas Islam Indonesia Ar-Raniry Banda Aceh dan kini sedang menempuh studi magister di Institute of Arabic Research and Studies.
