Tuesday, 5 November 2019

Menakjubkan! Raup Pahala Besar Dengan Amal Sederhana (1)

 kita dituntut untuk memperhatikan hakikat Menakjubkan! Raup pahala besar dengan amal sederhana (1)

Pandai-pandailah melihat hakekat sebuah amal!
Syaikhul Islam Ibnu Taymiyyah dalam  kitabnya Al-Ubudiyyah berkata,
فالعاقل ينظر إلى الحقائق لا إلى الظواهر

(Ciri khas) orang yang pintar (sehat) yaitu (pandai) melihat hakikat (sesuatu), dan tidak terjebak dengan zahirnya (semata)”.
Benarlah apa yang dikatakan Syaikhul Islam Ibnu Taymiyyah rahimahullah di atas, alasannya yaitu dalam aliran Islam, kita dituntut untuk memperhatikan hakikat, bukan semata-mata memperhatikan sisi lahiriyyah (zhahir) amalan semata, walaupun kasus zhahir itu penting diperhatikan biar sesuai dengan Sunnah, namun hakikat dan kasus batin, hati, dan hakekat sebuah amal lebih penting lagi diperhatikan biar sesuai dengan Sunnah pula.
Berkata Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam Bada'iul Fawaid (3/244):

أعمال القلوب هي الأصل، وأعمال الجوارح تبع ومكملة، وإنّ النيّة بمنزلة الروح، والعمل بمنزلة الجسد للأعضاء، الذي إذا فارق الروح ماتت، فمعرفة أحكام القلوب أهم من معرفة أحكام الجوارح

Amal hati itu yaitu dasar (dari seluruh amal), dan anggota badan lahiriyyah pengikut dan penyempurna. Sesungguhnya niat itu ibarat kedudukan ruh, sedangkan amal ibarat kedudukan jasad pada tubuh, yang apabila ruh berpisah dengannya, maka akan mati (jasad tersebut), dengan demikian mengenal hukum-hukum amalan hati lebih penting daripada mengenal hukum-hukum amalan anggota badan lahiriyyah.


Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan dalam Majmu'ul Fatawa (11/81):
والأعمال الظاهرة لا تكون صالحة مقبولة إلا بتوسّط عمل القلب، فإن القلب ملكٌ، والأعضاء جنوده، فإذا خبث خبثت جنوده، ولهذا قال النبي صلى الله عليه وسلم: إنّ في الجسد مضغة... الحديث

Amal lahiriyyah tak akan menjadi shalih dan diterima kecuali dengan mediator amalan hati, alasannya yaitu hati itu raja, sedangkan anggota badan itu pasukannya, maka bila hati buruk, maka jelek pula pasukannya, oleh alasannya yaitu itu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إنّ في الجسد مضغة
Sesungguhnya didalam jasad terdapat segumpal daging...(Hadits)1
Di dalam Madarijus-Salikin (1/121), Ibnul Qoyyim rahimahullah menjelaskan macam-macam amal hati dan amal anggota badan lahiriyyah, dan keutamaan amalan hati, setelah dia menyebutkan beberapa teladan amal hati, Ibnul Qoyyim rahimahullah bertutur :

وغير ذلك من أعمال القلوب التي فرضها أفرض من أعمال الجوارح، ومستحبها أحب إلى الله من مستحبها، وعمل الجوارح بدونها إما عديمة أو قليلة المنفعة

Dan selainnya dari contoh-contoh amalan hati, yang mana amalan hati yang hukumnya wajib itu lebih wajib daripada amalan wajib lahiriyyah, sedangkan amalan sunnah hati lebih dicintai oleh Allah daripada amalan sunnah lahiriyyah. Amalan lahiriyyah tanpa amalan hati, berakibat pada tidak sahnya (tertolaknya) amalan lahiriyyah atau sedikit manfaatnya”
Kelurusan dan kebagusan hati, ibarat ikhlash, mengharap keridhoan Allah, tawakkal memohon taufik dan pertolongan-Nya biar sukses dalam beramal, bertekad biar sesuai amalannya dengan Sunnah, mengharap pahala-Nya, dan semacamnya, sangatlah diharapkan untuk sebuah hakekat amal dan kualitasnya.
Adapun kasus lainnya yang berpengaruh terhadap amal sholeh yaitu mutaba’ah (mengikuti Sunnah).
Sedangkan tulus dan mutaba'ah ini, keduanya adalah dua syarat diterimanya amal sholeh dan ibadah seorang hamba.

Syarat Diterimanya Ibadah

Ikhlas dan mutaba`ah (mengikuti sunnah) yaitu syarat diterimanya sebuah ibadah sekaligus  inti ujian hidup manusia, Allah Ta’ala berfirman,

الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا ۚ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ

Yang menyebabkan mati dan hidup, supaya Dia menguji kalian, siapa di antara kalian yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun” (QS. Al-Mulk: 2).
Al Fudhail bin ‘Iyadh menjelaskan makna أَحْسَنُ عَمَلًا :
هو أخلصه وأصوبه
yaitu yang paling tulus dan paling benar (sesuai tuntunan agama)”
Karena demikian tingginya kedudukan ikhlas dan mutaba’ah dalam agama Islam ini, maka pantas bila kedua hal ini sangat kuat terhadap amal yang kita lakukan.

Pengaruh Ikhlas

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الرَّجُلَ لَيَنْصَرفُ؛ وَمَا كُتِبَ إِلا عُشُرُ صلاتِهِ، تُسُعُها، ثُمنُها، سُبُعُها، سُدُسُها، خُمُسُها، رُبُعُها، ثلُثُها، نِصْفها

Sesungguhnya seseorang final dari shalatnya dan tidaklah dicatat baginya dari pahala sholatnya kecuali sepersepuluhnya, sepersembilannya, seperdelapannya, sepertujuhnya, seperenamnya, seperlimanya, seperempatnya, sepertiganya, setengahnya” (HR Abu Dawud dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani).
Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata,

فَإِنَّ الْأَعْمَالَ تَتَفَاضَلُ بِتَفَاضُلِ مَا في الْقُلُوْبِ مِنَ الإِيْمَانِ وَالْإِخْلاَصِ، وَإِنَّ الرَّجُلَيْنِ لَيَكُوْنَ مَقَامُهُمَا فِي الصَّفِّ وَاحِدًا وَبَيْنَ صَلاَتَيْهِمَا كَمَا بَيْنَ السَّمَاء وَالْأَرْضِ

Sesungguhnya amalan-amalan itu berbeda-beda tingkatannya sesuai dengan perbedaan tingkatan keimanan dan keikhlasan yang terdapat di hati. Dan sungguh ada dua orang yang berada di satu shaf shalat akan tetapi perbedaan nilai shalat mereka berdua sejauh antara langit dan bumi”.

Pengaruh Mutaba’ah
Disebutkan dalam hadits muttafaqun ‘alaih (riwayat Bukhari dan Muslim) bahwa ada salah seorang yang menyembelih binatang kurban sebelum shalat ‘Ied kemudian  rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (شَاتُكَ شَاةُ لَحْمٍ), maksudnya, “Kambingmu yaitu kambing yang hanya sanggup dimanfaatkan dagingnya (untuk dirimu sendiri dan tidak terhitung sebagai kambing kurban)”, mengapa demikian? Karena waktu ibadah menyembelih kurban itu sudah ada ketentuannya dalam sunnah rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dan tidak akan diterima ibadah kurban seseorang bila dilakukan di luar waktunya, walaupun niatnya baik.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam hadits tersebut,

مَنْ ذَبَحَ قَبْلَ الصَّلاَةِ يَذْبَحُ لِنَفْسِهِ، وَمَنْ ذَبَحَ بَعْدَ الصَّلاَةِ فَقَدْ تَمَّ نُسُكُهُ وَأَصَابَ سُنَّةَ الْمُسْلِمِينَ

Barangsiapa yang menyembelih binatang kurban sebelum shalat ‘Ied, maka dia menyembelih untuk (diambil keuntungannya ) oleh dirinya sendiri (tidak terhitung sebagai kambing kurban) dan barangsiapa yang menyembelih binatang kurban setelah shalat ‘Ied, maka telah tepat ibadahnya dan sesuai dengan sunnatul muslimin (tata cara kaum muslimin)”. 
(Bersambung, in sya Allah)
1. https://saaid.net/bahoth/76.htm
banner
Previous Post
Next Post