sumber gambar Google |
Oleh: Muhammad Daud Farma
Kmamesir.org. 13 Februari 2016. Abu Ja'far yaitu seorang raja yang kaya raya, bergelimang harta, emas dan permata. Hafalannya sangat kuat, sehingga sekali saja mendengar Penyair membacakan syair atau qasidah, ia akan eksklusif hafal. Para pengawal dan pekerja di istana juga dipilih mereka yang hafalannya kuat, sama menyerupai dirinya.
Sang raja sangat besar hati akan keakuratan hafalannya, maka pada suatu hari, diadakan sayembara, bagi siapa yang bisa membuat syair atau qasidah asli buatan sendiri dan belum pernah diperdengarkan kepada siapa pun khususnya Abu Ja'far. Barang siapa yang berhasil akan diberikan emas per-bait syairnya.
Mendengar isu tersebut, berdatanganlah para Penyair dari seantero negri demi mengikuti sayembara menggiurkan itu.
Penyair pertama pun membacakan syairnya. Begitu selesai, Abu Ja'far eksklusif bergumam:
"Sepertinya syair yang kamu bacakan ini sudah pernah saya dengar?!"
"Wallahi, Tuan! syair ini buatanku sendiri. Bagaimana mungkin tuan sudah pernah mendengarnya?" Sahut penerima pertama heran.
"Kalau kamu tidak percaya, mari kita tanyakan pengawalku," ucap Abu Ja'far sembari memanggil pengawalnya.
"Sudah pernahkah kamu mendengar syair yang dibacakannya barusan?" Tanya sang raja.
"Sudah Tuan," jawab pengawal, lalu pengawal tersebut membacakan syair persis sama menyerupai yang dibacakan oleh penerima pertama. Tidak ada satu aksara pun yang tertinggal. Si penyair duka bukan main, hasil kerja kerasnya yang belum pernah dibacakan kepada siapapun dianggap tidak otentik.
Hal serupa terjadi dengan penerima selanjutnya, semuanya gagal. Mereka semuanya sakit hati pada Abu Ja'far, sebab menyampaikan bahwa syair mereka sudah pernah didengarnya, bahkan ia sudah hafal.
Padahal, jelas-jelas syair-syair yang mereka bacakan belum pernah dipublikasikan sama sekali. Namun sebab hafalan raja yang sangat kuat, bait-bait syair tersebut menyerupai telah tertanam berpengaruh di kepalanya.
Para penyair kembali dengan wajah murung, mereka duka sekali. Di tengah perjalanan, mereka bertemu dengan Asmu'i yang dijuluki sebagai raja penyair.
"Kalian kenapa wahai para penyair? Wajah kalian menyiratkan kesedihan yang mendalam?" Tanya Ashmu'i kepada mereka.
"Kami gagal sayembara, syair yang kami bacakan sudah dihafal Abu Ja’far. Padahal syair kami yaitu buatan kami sendiri," jawab para penyair mengadu kepada Ashmu'i.
"Oh gitu, damai saja saya tahu apa yang harus saya lakukan padanya." Kata Asmu'i sambil pergi meninggalkan mereka.
Asmu'i mempunyai gaya hidup zuhud. Pakaiannya sangat sederhana, sangat berbeda dengan penyair semasanya. Oleh karenanya, begitu ia hingga di istana, Abu Ja'far eksklusif bertanya,
"Kamu penyair?" Abu Ja’far heran dan tak percaya ada penyair yang segembel dia.
"Iya tuan." Jawab Ashmu'i singkat. Mendengar jawabannya yang damai ia tertawa meremehkan sang raja penyair. Sambil tertawa Abu Ja'far mempersilahkan Asmu'I membacakan syairnya.
Begitu Ashmu'i simpulan membacakan syairnya, tercenganglah Abu Ja'far. Ia tidak bisa menghafal syair tersebut. Wazan yang dipakai terbilang gharib (aneh) dan sangat sulit diingat. Takut akan kalah, sang raja memanggil seluruh pegawai istana dengan impian mereka akan mem-back up ketidak mampuannnya.
"Wahai para pengawalku, sudahkan kalian mendengar syair yang dibacakannya?" Tanya Abu Ja'far.
"Tidak pernah tuan," jawab pengawalnya. Semua pegawai istana ditanyai hingga mereka yang bekerja di dapur, tidak ada satupun yang hafal. Abu Ja'far pun menyerah, kali ini ia mengaku kalah.
"Dari mana kamu dapatkan syair ini? dan tertulis dimana?" Tanyanya pada Ashmu'i.
"Wallahi, syair ini yaitu warisan dari ayahku dan tertulis di dinding rumahku." Sahut Asmu'i. Abu Ja’far menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia benar-benar mengaku kalah kali ini.
" Apa yang kamu inginkan Asmu'i?"
"Saya ingin hak para penyair tadi Tuan berikan. Saya yakin Tuan mengetahui bahwa setiap syair yang mereka bacakan yaitu otentik dan belum pernah dipublikasikan sama sekali. Saya hanya meminta Tuan menawarkan hak mereka demi membayar kerja keras dan perjuangan mereka mengarang syair tersebut." Kata Asmu'i sambil memasang seraya tersenyum.
Abu Ja'far memanggil semua penerima dan menawarkan hak mereka, sebagaimana pinta Asmu'i.