I‘Rab Lā Ilāha Illallāh Dan Dampak Maknanya (5)
in
Aqidah
on December 02, 2019
Ibnu Malik menjelaskan bahwa banyak tersebar dalam potongan (lā nafiyyah liljinsi) penghilangan khabar, kalau telah terang maksud khabar dengan penghilanganya tersebut.
Demikianlah, khabar lā itu banyak dihilangkan (tidak disebutkan), dan ditentukan khabar yang tidak disebutkan tersebut sesuai dengan konteksnya. Hal ini sebagaimana dalam teladan berikut.
أ: هل في البيت من رجل؟
A: Hal filbaiti min rajulin?
“Apakah ada seorang laki-laki di rumah itu?”
ب: لا رجل
B: Lā rajula
“Tidak ada seorang laki-laki pun!”
Maksud tanggapan itu yaitu tidak ada seorang laki-laki pun di rumah itu. Tidak disebutkannya filbaiti ‘dalam rumah itu’ alasannya yaitu sudah terang maksudnya. Apakah khabar lā nafiyyah liljinsipada lā ilāha illallāh? Khabar lā pada lā ilāha illallāh adalah ḥaqqun ‘benar’ atau biḥaqqin‘dengan benar’. Oleh lantaran itu makna lā ilāha illallāh adalah lā ilāha ḥaqqun illallāh ‘tiada sesembahan yang benar (berhak disembah) kecuali Allah.’ Oleh lantaran itu, salah kalau seseorang menentukan khabar lā pada lā ilāha illallāh itu dengan maujūd ‘ada’, sebagaimana diungkapkan oleh mutakallimin, asya’ariyyah, mu’tazilah dan para filsuf. Menurut mereka makna lā ilāha illallāh adalah lā ilāha maujūdun illallāh ‘tiada sesembahan yang ada kecuali Allah’ atau dengan kata lain tidak ada yang kuasa kecuali Allah. Ini yaitu tafsiran yang salah lantaran sesuatu yang disembah selain Allah itu ada, bahkan banyak.
Alasan khabar lā pada lā ilāha illallāh adalah ḥaqqun ‘benar’ atau biḥaqqin ‘dengan benar’ adalah sebagai berikut.
1. Dalam surat Al-Ḥajj: 62 disebutkan secara jelas bahwa satu-satunya sesembahan yang benar yaitu Allah semata, sementara selain-Nya yaitu sesembahan yang salah, Allah berfirman,
ذَٰلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ مَا يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ هُوَ الْبَاطِلُ وَأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ
ẓālika bi `annallāha huwalḥaqqu wa `anna mā yad‘ūna mindūnihi huwalbāṭilu wa`annallāha huwal‘aliyyulkabīr
“(Kekuasaan Allah) yang demikian itu, yaitu lantaran bekerjsama Allah, Dialah (Sesembahan) Yang Haq dan bekerjsama apa saja yang mereka sembah selain dari Allah, itulah (sesembahan) yang batil, dan bekerjsama Allah, Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar” (Al-Ḥajj: 62).
[bersambung]
***
Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah
Sumber : Muslim.or.id