Friday, 13 December 2019

Penjelasan Kaidah Pertama Al-Qowa’Idul Arba’Ah

orang kafir yang diperangi oleh Rasulullah Penjelasan Kaidah Pertama Al-Qowa’idul Arba’ah1, siapa yang mengeluarkan  sesuatu yang hidup dari yang mati,seperti : pepohonan dari bebijian,burung dari telur dan pengeluaran seseorang dari status kafir berkembang menjadi mukmin, siapa yang mengeluarkan sesuatu yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur alam atas dan bawah, pastilah mereka akan menyampaikan bahwa semua itu yang bisa melaksanakan hanyalah Allah saja
Dengan demikian, mereka mengakui keesaan Allah dalam Rububiyyah-Nya.
Kemudian Allah berhujjah dengan akreditasi mereka tersebut untuk mengharuskan mereka mentauhidkan Allah dalam Uluhiyyah-Nya, dengan bertakwa,meninggalkan sesembahan selain Allah dan meninggalkan kesyirikan dalam beribadah kepada Allah.
Terkait dengan hal ini,  Allah tegur mereka dengan memakai pertanyaan pengingkaran,
{فَقُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ}
Ini menawarkan bahwa mengesakan Allah dalam Rububiyyah-Nya, mengharuskan seseorang mengesakan-Nya dalam Uluhiyyah-Nya
Bahwa Tuhan Pencipta,Yang Memberi rezeki,Yang Menghidupkan dan Mematikan serta Sang Pengatur alam semesta, inilah satu-satunya yang harusnya disembah,sebagaimana firman Allah :
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Hai manusia, sembahlah Tuhan kalian yang telah membuat kalian dan orang-orang yang sebelum kalian, supaya kalian bertakwa. (Al-Baqarah : 21)
Kesimpulan Kaidah Pertama :
  1. Mengesakan Allah dalam Rububiyyah-Nya, mengharuskan mengesakan-Nya dalam Uluhiyyah-Nya  
  2. Penetapan Tauhid Rububiyyah tidak cukup bagi kesahan Islam seseorang, akan tetapi haruslah bersamaan dengan penetapan Tauhid Uluhiyyah. Karena kebanyakan musyrikin dari kaum Nabi Nuh ‘alaihis salam sampai kaum Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam ,yaitu kafir Quraisy mereka mengakui Tauhid Rububiyyah, namun tetap status mereka musyrikin,karena menentang konsekuensinya berupa mentauhidkan Allah dalam Uluhiyyah-Nya. Sebagaimana kaum musyrikin yang dihadapi oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang disebutkan dalam Ayat di atas.
  3. Adalah sebuah kesalahan,jika  seseorang memahami makna La ilaha illallahu sebatas pada makna Rububiyyah saja, misalnya :makna La ilaha illallahu adalah “Tidak ada Sang Pencipta kecuali Allah”,  ini yaitu kesalahan dan tidak menjadikan masuknya seseorang ke dalam agama Islam, lantaran makna La ilaha illallahu yang benar adalah “Tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah”.
  4. Hubungan diantara ketiga macam Tauhid
1. Hubungan Tauhid Rububiyyah dengan Tauhid Uluhiyyah
توحيدالربوبية مستلزم لتوحيد الألوهية
Mengesakan Allah dalam Rububiyyah-Nya mengharuskan mengesakan-Nya dalam Uluhiyyah-Nya  
Maksudnya :
Barangsiapa yang meyakini keesaan Allah dalam Rububiyyah-Nya,yaitu: meyakini bahwa Allah itu Esa,tidak ada sekutu bagi-Nya dalam membuat makhluk,mengaturnya,memberi rezeki,memberi manfa’at,menimpakan musibah/mudhorot,menghidupkan,mematikannya dan lainnya yang menjadi kekhususan Allah,maka keyakinan tersebut mengharuskannya mempertuhankan-Nya dalam beribadah,mengesakan dan mentauhidkan-Nya dalam segala bentuk peribadatan. Karena hanya Dzat yang bisa membuat makhluk,mengaturnya,memberi rezeki kepadanya dan yang selainnya dari makna-makna Rububiyyah itu sajalah yang pantas dan wajib disembah,selain-Nya dilarang dan tidak pantas disembah.
توحيد الألوهية متضمن لتوحيد الربوبية
Mengesakan Allah dalam Uluhiyyah-Nya mengandung pengesaan-Nya dalam  Rububiyyah-Nya
Maksudnya : Setiap orang yang mentauhidkan Allah dalam peribadatan dan tidak melaksanakan kesyirikan,pastilah terkandung keyakinan dalam hatinya bahwa Allah lah satu-satunya Dzat yang membuat dan mempunyai alam semesta,mengaturnya,memberi rezeki kepada makhluk-Nya,berarti ia meyakini bahwa  satu-satunya Tuhan yang berhak disembah yaitu Allah yang Esa dalam Rububiyyah-Nya,tidak ada tandingan-Nya,
2. Hubungan Tauhidul Asma` was Shifat dengan kedua macam tauhid yang lainnya
توحيد الأسماء والصفات شامل للنوعين
Mengesakan Allah dalam nama dan sifat-Nya meliputi kedua macam tauhid yang lainnya (Tauhid Rububiyyah dan Uluhiyyah sekaligus)
Maksudnya : Dalam nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya ada yang menawarkan Uluhiyyah-Nya,seperti : Allah, Al-Gafur, At-Tawwab, dan adapula yang menawarkan Rububiyyah Allah,seperti: Al-Khaliq,Ar-Razzaq, dan yang lainnya.
Diantara ulama rahimahumullah ada yang menjelaskan bahwa Tauhidul Uluhiyyah mengandung Tauhidur Rububiyyah dan Tauhidul Asma` wash Shifat, ditinjau dari sisi berikut ini :
Berkata Syaikh Muhammad Shaleh Al-‘Utsaimin rahimahullah, ketika ditanya perihal cakupan makna syahadat La ilaha illallahu,
هي تشمل أنواع التوحيد كلها إما بالتضمن وإما بالابتداء، وذلك أن قول القائل: أشهد أن لا إله إلا الله يتبادر إلى المفهوم أن المراد بها توحيد العبادة، وتوحيد العبادة الذي يسمى توحيد الألوهية متضمنٌ لتوحيد الربوبية؛ لأن كل من عبد الله وحده فإنه لن يعبده حتى يكون مقراً له بالربوبية، وكذلك متضمن لتوحيد الأسماء والصفات؛ لأن الإنسان لا يعبد إلا من علم أنه مستحقٌ للعبادة، لما له من الأسماء والصفات؛ ولهذا قال إبراهيم لأبيه:{ يَا أَبَتِ لِمَ تَعْبُدُ مَا لا يَسْمَعُ وَلا يُبْصِرُ وَلا يُغْنِي عَنْكَ شَيْئًا} (مريم:42)، فتوحيد العبادة وهو توحيد الألوهية متضمن لتوحيد الربوبية والأسماء والصفات.
Syahadat tersebut meliputi seluruh macam Tauhid (yang tiga macam), baik secara tersirat dalam kandungan maknanya, maupun secara tersurat (secara pribadi dipahami dari lafadznya, pent.).
Hal itu disebabkan bahwa ucapan seseorang : Asyhadu an La ilaha illallah, segera sanggup dipahami maknanya yaitu Tauhidul Ibadah.
Sedangkan Tauhidul Ibadah  – yang disebut juga dengan Tauhidul Uluhiyyah –  ini (sebenarnya) mengandung Tauhidur Rububiyyah, alasannya lantaran setiap orang yang beribadah (menyembah) kepada Allah semata, maka tidaklah ia menyembah-Nya kecuali hingga ia mengakui keesaan Rububiyyah-Nya.
Demikian juga (Tauhidul Uluhiyyah) mengandung Tauhidul Asma` wash Shifat, lantaran insan tidaklah menyembah kecuali suatu Dzat yang diketahuinya berhak untuk disembah,alasannya  karena mempunyai nama (yang terindah) dan sifat (yang termulia).
Oleh lantaran itulah, Nabi Ibrahim (‘alaihis salam) pernah berkata kepada bapaknya,
{ يَا أَبَتِ لِمَ تَعْبُدُ مَا لا يَسْمَعُ وَلا يُبْصِرُ وَلا يُغْنِي عَنْكَ شَيْئًا}
(42)  “Wahai bapakku, mengapa kau menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak sanggup menolong kau sedikitpun? ”. (QS. Maryam:42).
Maka (kesimpulannya) Tauhidul Ibadah yaitu Tauhidul Uluhiyyah yang mengandung Tauhidur Rububiyyah dan Tauhidul Asma` wash Shifat.2
  1. Kesimpulan: Jadi, alasan kaum musyrikin yang diperangi oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam menyembah selain Allah bukanlah lantaran mereka meyakini bahwa sesembahan mereka mempunyai kekhususan Rububiyyah sebagaimana Allah,mereka tidak meyakini sesembahan mereka bisa membuat makhluk,menghidupkan,mematikan dan mengatur alam semesta ini. Lalu apakah alasan mereka ? Simak jawabannya dalam kaedah ke-2!
***
(bersambung)
___
  • Kedua perkara ini disebutkan secara khusus,karena untuk memperingatkan kenikmatan yang lebih besar lagi dari kenikmatan sebelumnya,agar mereka semakin sadar orang kafir yang diperangi oleh Rasulullah Penjelasan Kaidah Pertama Al-Qowa’idul Arba’ah
  • Dari website: audio.Islamweb.net/audio/Fulltxt.php?audioid=317025 orang kafir yang diperangi oleh Rasulullah Penjelasan Kaidah Pertama Al-Qowa’idul Arba’ah

  • ***
    [serialposts]
    Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah
    Sumber : Muslim.or.id

    ____
      banner
      Previous Post
      Next Post