Bismillah walhamdulillah wash shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du:
Jika kita ingin menyayangi beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan cinta yang benar maka kita dituntut untuk berusaha mengenal keutamaan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, baik yang tercantum dalam Al-Qur`an maupun Al-Hadits. Pada belahan yang pertama dan kedua, sudah disebutkan delapan keutamaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam Al-Qur`an Al-Karim, adapun selanjutnya, berikut ini lima keutamaan ia shallallahu ‘alaihi wa sallam selanjutnya.
9. Allah Ta’ala mentarbiyyah Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan sebaik-baik tarbiyyah (pendidikan dan pemeliharaan)
Allah Ta’ala berfirman,
وَلَلْآخِرَةُ خَيْرٌ لَكَ مِنَ الْأُولَىٰ
“Dan bekerjsama hari kemudian itu lebih baik bagimu daripada yang sebelumnya (permulaan)”
وَلَسَوْفَ يُعْطِيكَ رَبُّكَ فَتَرْضَىٰ
“Dan kelak Tuhanmu niscaya menunjukkan karunia-Nya kepadamu , kemudian (hati) kau menjadi puas” (Adh-Dhuha: 4-5).
Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di rahimahullah berkata,
وأما حاله المستقبلة، فقال: { وَلَلْآخِرَةُ خَيْرٌ لَكَ مِنَ الْأُولَى } أي: كل حالة متأخرة من أحوالك، فإن لها الفضل على الحالة السابقة. فلم يزل صلى الله عليه وسلم يصعد في درج المعالي ويمكن له الله دينه، وينصره على أعدائه، ويسدد له أحواله، حتى مات، وقد وصل إلى حال لا يصل إليها الأولون والآخرون، من الفضائل والنعم، وقرة العين، وسرور القلب. ثم بعد ذلك، لا تسأل عن حاله في الآخرة، من تفاصيل الإكرام، وأنواع الإنعام، ولهذا قال: { وَلَسَوْفَ يُعْطِيكَ رَبُّكَ فَتَرْضَى } وهذا أمر لا يمكن التعبير عنه بغير هذه العبارة الجامعة الشاملة.
Adapun keadaan yang akan datang, maka Allah berfirman,
“{وَلَلْآخِرَةُ خَيْرٌ لَكَ مِنَ الْأُولَى} (Dan bekerjsama hari kemudian itu lebih baik bagimu daripada yang sebelumnya (permulaan), maksudnya setiap keadaanmu yang terbaru, maka pastilah lebih baik dari keadaanmu di masa sebelumnya. Maka senantiasa beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam terus meningkat ke derajat kesempurnaan yang lebih tinggi dan Allah mengakibatkan kejayaan agama-Nya untuknya. Dia menolongnya menghadapi musuh-musuhnya dan meluruskan keadaannya hingga (ketika) ia wafat, ia berhasil menggapai derajat keadaan yang tidak pernah dicapai oleh seluruh makhluk lainnya -dari makhluk pertama hingga yang terakhir-,(derajat keadaaan tersebut) berupa keutamaan, nikmat, penyejuk pandangan, dan kegembiraan hati beliau. Kemudian setelah itu, janganlah engkau menanyakan perihal keadaan ia di alam abadi berupa perincian kemuliaan dan banyak sekali macam kenikmatan (untuk beliau), oleh sebab itu Allah berfirman: {وَلَسَوْفَ يُعْطِيكَ رَبُّكَ فَتَرْضَى}( Dan kelak Tuhanmu niscaya menunjukkan karunia-Nya kepadamu, kemudian (hati) kau menjadi puas), kenikmatan yang luas bagi ia tersebut, mustahil diungkapkan, kecuali dengan ungkapan (kepuasan) yang umum dan menyeluruh ini.”
10. Allah Ta’ala memuliakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan diturunkannya Al-Qur`anul Karim
Allah Ta’ala berfirman,
وَكَذَٰلِكَ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ رُوحًا مِنْ أَمْرِنَا
“Dan demikianlah, Kami wahyukan (pula) kepadamu ruh (Al-Qur`an) dengan perintah Kami” (Asy-Syuuraa: 52).
Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di rahimahullah,
{ وَكَذَلِكَ } حين أوحينا إلى الرسل قبلك { أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ رُوحًا مِنْ أَمْرِنَا } وهو هذا القرآن الكريم، سماه روحا، لأن الروح يحيا به الجسد، والقرآن تحيا به القلوب والأرواح، وتحيا به مصالح الدنيا والدين، لما فيه من الخير الكثير والعلم الغزير.
“{وَكَذَلِكَ}(Dan demikianlah) ketika Kami wahyukan kepada para Rasul sebelummu, {أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ رُوحًا مِنْ أَمْرِنَا} (Kami wahyukan (pula) kepadamu ruh (Al-Qur`an) dengan perintah Kami) “Ruh” di sini ialah Al-Qur`anul Karim, Allah memberi nama Al-Qur`an dengan nama “Ruh”, sebab dengan ruh , jasad menjadi hidup. Adapun Al-Qur`an, dengannyalah hati dan ruh insan menjadi hidup, demikian pula kemaslahatan dunia dan agama menjadi hidup makmur dengannya, sebab di dalam Al-Qur`an terdapat kebaikan dan ilmu yang banyak.”
11. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah epilog para Nabi ‘alaihimush shalatu was salam
Allah Ta’ala berfirman,
مَا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِنْ رِجَالِكُمْ وَلَٰكِنْ رَسُولَ الله وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ ۗ وَكَانَ الله بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kalian, tetapi dia ialah Rasulullah dan epilog nabi-nabi. Dan ialah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” (Al-Ahzaab: 40).
Al-Baghawi rahimahullah berkata,
{ ولكن رسول الله وخاتم النبيين} ختم الله به النبوة ، وقرأ عاصم : ” خاتم ” بفتح التاء على الاسم ، أي : آخرهم ، وقرأ الآخرون بكسر التاء على الفاعل ، لأنه ختم به النبيين فهو خاتمهم . قال ابن عباس : يريد لو لم أختم به النبيين لجعلت له ابنا يكون بعده نبيا وروي عن عطاء عن ابن عباس : أن الله تعالى لما حكم أن لا نبي بعده لم يعطه ولدا ذكرا يصير رجلا {وكان الله بكل شيء عليما}.
{ولكن رسول الله وخاتم النبيين} (tetapi dia ialah Rasulullah dan epilog nabi-nabi) Allah menutup kenabian dengan beliau. Imam ‘Ashim membaca(nya): خَاتَمَ , yaitu dengan fathah aksara ت sebagai isim, maksudnya : Nabi terakhir. Adapun Imam-imam yang lain membaca(nya) dengan kasroh aksara ت sebagai fa’il, karena dengan beliaulah ditutup para Nabi, maka ia ialah epilog mereka. Ibnu Abbas menyampaikan bahwa maksud Allah ialah seandainya tidak Aku tutup para Nabi dengannya, tentulah Aku menjadikannya mempunyai putra. yang nantinya akan menjadi Nabi sehabis beliau. Diriwayatkan dari ‘Atha` dari Ibnu ‘Abbas bahwa Allah Ta’ala tatkala menetapkan tidak adanya Nabi sehabis beliau, maka Dia tidaklah menganugerahkan anak laki-laki yang kelak menjadi seorang laki-laki dewasa, dan ialah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
12. Allah Ta’ala memuliakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam memanggil beliau
Yaitu dengan panggilan yang paling dicintai oleh ia atau dengan sifat ia yang paling mulia. Hal ini sebagaimana dalam dua firman Allah Ta’ala berikut ini:
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ
“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, belum dewasa perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh badan mereka”. (Al-Ahzaab: 59).
يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ لَا يَحْزُنْكَ الَّذِينَ يُسَارِعُونَ فِي الْكُفْرِ
“Hai Rasul, janganlah hendaknya kau disedihkan oleh orang-orang yang bersegera (memperlihatkan) kekafirannya” (Al-Maaidah : 41).
Sedangkan Allah memanggil para Nabi ‘alaihimush shalatu was salam yang lainnya, eksklusif dengan nama-nama mereka
Hal ini sebagaimana terdapat di dalam beberapa firman Allah berikut ini:
وَيَا آدَمُ اسْكُنْ أَنْتَ وَزَوْجُكَ الْجَنَّةَ فَكُلَا مِنْ حَيْثُ شِئْتُمَا وَلَا تَقْرَبَا هَٰذِهِ الشَّجَرَةَ فَتَكُونَا مِنَ الظَّالِمِينَ
(Dan Allah berfirman): “Hai Adam bertempat tinggallah kau dan isterimu di Surga serta makanlah olehmu berdua (buah-buahan) di mana saja yang kau sukai, dan janganlah kau berdua mendekati pohon ini, kemudian menjadilah kau berdua termasuk orang-orang yang zalim” (Al-A’raaf: 19).
قِيلَ يَا نُوحُ اهْبِطْ بِسَلَامٍ مِنَّا وَبَرَكَاتٍ عَلَيْكَ وَعَلَىٰ أُمَمٍ مِمَّنْ مَعَكَ ۚ وَأُمَمٌ سَنُمَتِّعُهُمْ ثُمَّ يَمَسُّهُمْ مِنَّا عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Difirmankan: “Hai Nuh, turunlah dengan selamat sejahtera dan penuh keberkatan dari Kami atasmu dan atas umat-umat (yang mukmin) dari orang-orang yang bersamamu. Dan ada (pula) umat-umat yang Kami beri kesenangan pada mereka (dalam kehidupan dunia), kemudian mereka akan ditimpa azab yang pedih dari Kami” (Huud: 48).
وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ
“Dan Kami panggillah dia: “Hai Ibrahim” (Ash-Shaaffaat: 104).
يَا يَحْيَىٰ خُذِ الْكِتَابَ بِقُوَّةٍ
“Hai Yahya, ambillah Al-Kitab (Taurat) itu dengan sungguh-sungguh. Dan Kami berikan kepadanya nasihat selagi ia masih kanak-kanak” (Maryam: 12).
13. Allah Ta’ala memerintahkan hamba-Nya untuk memuliakan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga melarang umat ia dari memanggilnya eksklusif dengan namanya dan melarang mereka mengeraskan bunyi mereka di atas bunyi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
Allah Ta’ala berfirman,
لَا تَجْعَلُوا دُعَاءَ الرَّسُولِ بَيْنَكُمْ كَدُعَاءِ بَعْضِكُمْ بَعْضًا
“Janganlah kalian jadikan panggilan Rasul diantara kalian ibarat panggilan sebagian kalian kepada sebagian (yang lain)” (An-Nuur: 63).
Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di rahimahullah berkata,
لا تجعلوا دعاء الرسول إياكم ودعائكم للرسول كدعاء بعضكم بعضا، فإذا دعاكم فأجيبوه وجوبا
“Janganlah kalian jadikan panggilan Rasul diantara kalian ibarat panggilan sebagian kalian kepada sebagian (yang lain), (maksudnya adalah) jikalau ia memanggil kalian, wajib kalian memenuhi panggilan beliau”.
Beliau juga menjelaskan:
وكذلك لا تجعلوا دعاءكم للرسول كدعاء بعضكم بعضا، فلا تقولوا: ” يا محمد ” عند ندائكم، أو ” يا محمد بن عبد الله ” كما يقول ذلك بعضكم لبعض، بل من شرفه وفضله وتميزه صلى الله عليه وسلم عن غيره، أن يقال: يا رسول الله، يا نبي الله.
“Dan demikian pula Janganlah kalian jadikan panggilan Rasul diantara kalian ibarat panggilan sebagian kalian kepada sebagian yang lain, maka janganlah kalian berkata “Ya Muhammad “, saat kalian memanggilnya. Atau (jangan pula dengan panggilan)“Ya Muhammad bin Abdullah“, sebagaimana sebagian kalian memanggil sebagian yang lain ibarat itu. Akan tetapi, sebab kemuliaan, keutamaan dan perbedaan ia dengan yang lain, maka selayaknyalah dipanggil dengan panggilan: Ya Rasulullah , ya Nabiyyullah”.
Adapun umat-umat terdahulu memanggil para Rasul ‘alaihimush shalatu was salam langsung dengan nama-nama mereka
Hal ini sebagaimana terdapat di dalam beberapa firman Allah berikut ini :
قَالُوا يَا مُوسَى
“Bani lsrail berkata: “Hai Musa”. (Al-A’raaf: 138).
قَالُوا يَا هُودُ مَا جِئْتَنَا بِبَيِّنَةٍ وَمَا نَحْنُ بِتَارِكِي آلِهَتِنَا عَنْ قَوْلِكَ وَمَا نَحْنُ لَكَ بِمُؤْمِنِينَ
“Kaum ‘Ad berkata: “Hai Huud, kau tidak mendatangkan kepada kami suatu bukti yang nyata, dan kami sekali-kali tidak akan meninggalkan sembahan-sembahan kami sebab perkataanmu, dan kami sekali-kali tidak akan mempercayai kamu” (Huud : 53).
وَقَالُوا يَا صَالِحُ ائْتِنَا بِمَا تَعِدُنَا إِنْ كُنْتَ مِنَ الْمُرْسَلِينَ
“Dan mereka berkata: “Hai Shaleh, datangkanlah apa yang kau ancamkan itu kepada kami, jikalau (betul) kau termasuk orang-orang yang diutus (Allah)” (Al-A’raaf: 77).
Allah pun melarang mereka mengeraskan bunyi mereka di atas bunyi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَرْفَعُوا أَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ وَلَا تَجْهَرُوا لَهُ بِالْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ أَنْ تَحْبَطَ أَعْمَالُكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تَشْعُرُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian meninggikan bunyi kalian melebihi bunyi Nabi, dan janganlah kalian berkata kepadanya dengan bunyi yang keras, sebagaimana kerasnya bunyi sebagian kalian terhadap sebagian yang lain, biar tidak hapus (pahala) amalan kalian, sedangkan kalian tidak menyadari” (Al-Hujuraat: 2).
In sya Allah akan berlanjut kepada keutamaan “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam Al-Hadits Asy-Syarif (4)“.
***
Diolah dari transkip ceramah Syaikh Rabi’ Al-Madkholi hafizhahullah di: http://www.sahab.net/forums/?showtopic=132217 dan transkip khuthbah Abdul Hamiid, di http://www.alminbar.net/alkhutab/khutbaa.asp?mediaURL=1039
Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah
Sumber : Muslim.Or.Id