Sebagaimana setiap orang dapat bahagia. Setiap orang pun dapat mencicipi derita dan kesempitan jiwa. Walaupun ia seorang yang kaya lagi berkuasa. Jiwanya dapat sempit di tengah kelapangan dunia yang ia miliki. Jiwanya gelisah walaupun orang bercita-cita menjadi dirinya.
Abdurrahman an-Nashir Sang Raja Dunia
Abdurrahman an-Nashir ialah seorang raja terjaya dalam sejarah Andalusia. Di masa raja sebelumnya, Bani Umayyah di Andalusia mengalami kemunduran. Kekuasaan mereka hanya Cordoba dan sekitarnya. Abdurrahman an-Nashir membawa perubahan. Kemunduran mereka bermetamorfosis kejayaan. Bani Umayyah tak hanya menguasai Iberia (Portugal dan Spanyol) tapi juga menguasai Afrika Utara yang di seberang bahari itu.
Abdurrahman berani menyatakan diri sebagai khalifah kaum muslimin. Menandingi Dinasti Abbasiyah di Baghdad dan Famitiyah di Kairo. Ia bangkit kota yang indah. Sebuah kota modern yang dinamai Madinah az-Zahra yang puing-puingnya masih dapat kita saksikan sekarang. Gelar an-Nashir (sang pemenang) pun ditempelkan di belakang namanya. Dia ialah Abdurrahman bin bin Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin al-Hakam bin ar-Rabadhi bin Abdurrahman ad-Dakhil. Seorang putra terbaik Bani Umayyah.
Abdurrahman lahir sekitar tahun 277 H. Ayahnya terbunuh pada tahun tersebut. Hanya 21 hari sehabis kelahirannya. Abdurrahman an-Nashir ialah raja pertama Andalusia yang digelari amirul mukminin. Karena begitu banyak penaklukkan yang dilakukan di masa pemerintahannya. Ia menjadi raja dikala berusia 22 tahun. Orang-orang Eropa di zamannya sangat menghormatinya. Dan para sejarawan Eropa menyebutnya raja terbaik benua biru itu.
Abdurrahman an-Nashir wafat pada Bulan Ramadhan 350 H. Masa pemerintahannya berlangsung selama 50 tahun 6 bulan 3 hari. Ia wafat pada usia 73 tahun 7 bulan.
Wasiat Tentang Dunia
Saat Abdurrahman an-Nashir wafat ditemukan goresan pena tangannya yang berisi wacana nasihat dalam menjalani kehidupan. Berikut ini wasiatnya:
“Telah berlalu 50 tahun semenjak saya diangkat menjadi khalifah. Aku mencicipi kemakmuran, kemuliaan, dan kenikmatan. Para raja menghormatiku. Takut padaku. Dan hasad dengan apa yang kumiliki. Allah anugerahkan padaku luas kekuasaan yang dicita-citakan banyak orang. Lalu ku hitung hari-hari bahagiaku. Selama rentang waktu yang panjang ini (50 tahun menjabat khalifah) ternyata hanya 14 hari saja. Celaka. Hai orang-orang yang merenungkan hakikat dunia ini, tak ada ketulusan (pada dunia) dan betapa amat pelitnya ia terhadap seorang raja sekalipun.” (Will Durant, Qishah Al-Hadharah, Terj. Zaki Najib Mahmud dan tim. Cet Dar al-Jail Beirut. 13/283-284).(km)