Friday 21 February 2020

Suatu Hari Dibawah Langit Andalusia


Hari ini jum’at 12 Rajab 1436 H. Tahukah anda bahwa 956 tahun yang kemudian sempurna di hari dan tanggal yang sama, di tahun 479 H terjadi peperangan yang besar antara pasukan Islam dan pasukan Salibis di bumi Andalus. Iya, Perang tersebut dikenal dengan Perang Zallaqah. Perang penentu yang kemudian menjadi alasannya yakni bertahannya islam di Andalus lebih dari 250 tahun kemudian.

Sebelum perang Zallaqoh, eksistensi islam di Spanyol benar-benar berada diambang kehancuran. Perang saudara yang menjadikan pecahnya kekuatan islam dalam kerajaan-kerajaan kecil menciptakan keadaan semakin genting. Ditengah perselisian yang terjadi antara kelompok tersebut, Raja Alfonso VI bersama pasukan Salibis telah berhasil meruntuhkan satu persatu benteng kaum muslim dari utara Spanyol.

Kondisi ini mendorong para pemimpin islam di selatan Andalus menyudahi perselisihan yang selama ini terjadi. Mereka setuju meminta sumbangan kepada Yusuf bin Tasyfin pemimpin Daulah Ar-Murabithin yang ketika itu berpusat di Maroko. Ibnu Tasyfin yang telah berusia 79 tahun segera memenuhi panggilan jihad tersebut.

Bersama 17 ribu pasukan ia bertolak menuju Andalus sesudah menyeberangi selat Gibraltar. Setibanya di Andalus, Ibnu Tasyfiin menempatkan 5 ribu pasukan di Algeciras sebagai pasukan jaga yang diharapkan bila pasukan dipukul mundur. Sementara 12 ribu pasukan lainnya ikut ke medan perang. Akhirnya terkumpullah 30.000 pasukan muslim hasi koalisi dari Daulah Murabithin, Granada, Kordova dan Badajoz. Dibawah pimpinan Ibnu Tasyfiin pasukan bergerak menuju Sevilla. Saat itu camp pasukan salibis hanya berjarak 3 mil dari camp pasukan muslim.

Sebelum memutuskan untuk perang, Ibnu Tasyfin terlebi dahulu mengirimkan surat kepada Alfonso VI. Dalam suratnya Ibnu Tasyfin berkata: “Aku mendengar bahwa anda berdoa supaya dianugerahi kapal-kapal yang banyak biar sanggup menyeberangi lautan demi menuju tempat kami. Kini kami tiba kepadamu, dan engkau akan tahu sendiri akhir dari do’amu itu. Dan saya wahai Alfonso memperlihatkan beberapa opsi padamu, masuk islam, membayar Jizyah atau perang.? Saya beri anda waktu tiga hari”.

Alfonso VI menjawab,

“Aku menentukan perang, apa jawabmu.?”

Ibnu Tasyfin membalikkan surat tersebut dan menulis balasannya di kertas yang sama, “Jawabannya yakni apa yang akan kamu lihat dengan mata kepalamu nanti, bukan apa yang kamu dengar dengar telingamu, keselamatanlah bagi yang mengikuti petunjuk”

Alfonso kembali membalasnya, namun dengan bahsa yang penuh makar, “Besok yakni hari jumat, hari rayanya orang islam dan kami tidak ingin berperang pada hari rayanya orang islam. Sabtu yakni hari raya orang Yahudi sementara dalam pasukan kami banyak prajurit Yahudi. Adapun hari minggu yakni hari raya kami, bagaimana jika peperangnya kita tunda sampai hari senin..?

Ibnu Tasyfin menangkap adanya makar dalam surat Alfonso. Dipersiapkannlah prajurit sebagaimana rencana awal.
Pada malam harinya, yaitu pada malam jumat 12 rajab 479 H, Imam Al-Faqih Ahmad bin Rumaylah Al-Qurthuby yang turut dalam peperangan bermimpi bertemu Rasulullah. Dalam mimpinya Rasulullah berkata: “Kalian niscaya menang, dan engkau akan bertemu denganku”.

Ibnu Rumaylah terbangun, hatinya dipenuhi rasa gembira. Mimpi itu dikabarkan kepada seluruh komandan perang. Semua digemparkan oleh isu tersebut. Seluruh pasukan dibangunkan. Dengan gagah Ibnu Tasyfin memerintahkan prajurit untuk membaca surah Al-Anfal. Para khatib diperintahkan untuk mengobarkan semangat jihad. Sambil keluar masuk barisan prajurit Ibnu Tasyfin menyampaikan dengan bunyi yang lantang, “Berbahagialah orang yang meraih syahid. Siapa yang hidup, maka baginya pahala dari Allah dan ghanimah”.

Hari itu bumi Andalus menyaksikan semangat jihad dan ghiroh yang luar biasa memenuhi dada kaum muslimin. Para pemimpin bersatu di bawah kalimat yang sama “La ilaha illallah”.

Dugaan Ibnu Tasyfin terbukti, ternyata benar Alfonso ingin berbuat makar, ia ingin menyerang pasukan muslim secara tiba-tiba. Namun semua diluar dugaan Alfonso, lantaran pasukan muslimin telah berkemas-kemas menghadapi serangan lawan kapan saja.

Sebelumnya pasukan muslimin telah dibagi menjadi tiga faksi.
Faksi pertama: Faksi andalus yang dipimpin oleh Al-Mu’tamad Allallah dengan jumlah pasukan 15.000 personil. Pasukan ini berada di garda terdepan.
Faksi kedua: Faksi adonan antara pasukan Andalus dan Maroko yang dipimpin oleh Daud bin Aisyah, panglima asal Maroko dengan jumlah pasukan 1100 personil. Pasukan ini berada pada barisan kedua.
Faksi ketiga: Faksi cadang yang sebagian besarnya yakni prajurit Maroko yang dipimpin eksklusif oleh Ibnu Tasyfiin. Jumlahnya sebanyak 400 personil.

Ditanah lapang yang hijau ini peperangan itu dimulai, Alfonso dan pasukannya menerima perlawan yang sengit dari faksi pertama pasukan muslim. Perang yang terus berkecamuk sampai waktu ashar menciptakan masing-masing pihak kewalahan, karenanya Ibnu Tasyfiin melepaskan prajurit pimpinannya menuju medan pertempuran. Tambahan personil itu menciptakan pasukan muslim kembali kuat. Ibnu Tasyfiin dan sebagian pasukan aben camp pasukan salibis, kobaran api yang menghanguskan camp rupanya menciptakan salibis panik. Konsentrasi mereka terpecah, mereka dihadapkan pada pilihan antara menjaga camp atau menghadapi pasukan kaum muslimin. Akhirnya Alfonso dan prjuritnya berhasil dikepung, dan dengan izin Allah kemenangan diraih oleh kaum muslimin. Dan sebagaimana mimpinya, Ibnu Rumaylah gugur dalam pertempuran tersebut.

Dari 100 ribu pasukan salibis, hanya tersisa 450 pasukan berkuda. Alfonso yang kehilangan kainya kembali bersama sisa pasukan yang kesemuanya dalam keadaan terluka. Dari 450 pasukan tersebut, hanya 100 pasukan berkuda yang selamat sampai Toledo. Pasukan lainnya mati dalam perjalanan pulang.

Sebuah kemenangan yang luar biasa.

(Disarikan dari Qisshatul Andalus)

Sumber: https://www.kisahislami.net
banner
Previous Post
Next Post