Sunday 15 March 2020

Hadits - Menjaga Korelasi Baik Persaudaraan

عَنْ أَبي هُرَيرَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: ( لاَ تَحَاسَدوا، وَلاَتَنَاجَشوا، وَلاَ تَبَاغَضوا، وَلاَ تَدَابَروا، وَلاَ يَبِع بَعضُكُم عَلَى بَيعِ بَعضٍ، وَكونوا عِبَادَ اللهِ إِخوَانَاً، المُسلِمُ أَخو المُسلم، لاَ يَظلِمهُ، وَلاَ يَخذُلُهُ، وَلا يكْذِبُهُ، وَلايَحْقِرُهُ، التَّقوَى هَاهُنَا – وَيُشيرُ إِلَى صَدرِهِ ثَلاَثَ مَراتٍ – بِحَسْبِ امرىء مِن الشَّرأَن يَحْقِرَ أَخَاهُ المُسلِمَ، كُلُّ المُسِلمِ عَلَى المُسلِمِ حَرَام دَمُهُ وَمَالُه وَعِرضُه ) – رواه مسلم

Terjemahan:

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, ia berkata : “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda : “Kamu sekalian, satu sama lain Janganlah saling mendengki, saling menipu, saling membenci, saling menjauhi dan janganlah membeli barang yang sedang ditawar orang lain. Dan jadilah kau sekalian hamba-hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim itu yaitu saudara bagi muslim yang lain, maka dihentikan menzhaliminya, menelantarkannya, mendustainya dan menghinakannya. Taqwa itu ada di sini (seraya menunjuk dada dia tiga kali). Seseorang telah dikatakan berbuat jahat bila ia menghina saudaranya sesama muslim. Setiap muslim haram darahnya bagi muslim yang lain, demikian juga harta dan kehormatannya”.

[Muslim no. 2564]

Penjelasan:

Kalimat “janganlah saling mendengki” maksudnya jangan mengharapkan hilangnya nikmat dari orang lain. Hal ini yaitu haram. Pada Hadits lain disebutkan:
“Jauhilah olehmu sekalian sifat dengki, alasannya yaitu dengki itu memakan segala kebaikan menyerupai api memakan kayu”.

Adapun iri hati ialah tidak ingin orang lain mendapat nikmat, tetapi ada maksud untuk menghilangkannya. Terkadang kata denngki digunakan dengan arti iri hati, alasannya yaitu kedua kata ini memang pengertiannya hampir sama, menyerupai sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dalam sebuah Hadits riwayat Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas’ud :
“Tidaklah boleh ada dengki kecuali dalam dua perkara”.

Dengki yang dimaksud dalam Hadits ini yaitu iri hati.

Kalimat “jangan kau saling menipu” , yaitu memperdaya. Seorang pemburu disebut penipu, alasannya yaitu dia memperdayakan mangsanya.

Kalimat “jangan kau saling membenci” maksudnya jangan saling melaksanakan hal-hal yang sanggup menjadikan kebencian. Cinta dan benci yaitu hal yang berkenaan dengan hati, da insan tidak sanggup untuk mengendalikannya sendiri. Hal itu sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam :
“Ini yaitu bagianku yang saya tidak sanggup menguasainya, Karena itu janganlah Engkau menghukumku dalam urusan yang Engkau kuasai tetapi saya tidak menguasainya”.

Yaitu berkenaan dengan cinta dan benci.

Kalimat “jangan kau saling menjauh” dalam bahasa arab yaitu tadaabur, yaitu saling bermusuhan atau saling memutus tali persaudaraan. Antara satu dengan yang lain saling membelakangi atau menjauhi.

Kalimat “janganlah membeli barang yang sudah ditawar orang lain” yaitu berkata kepada pembeli barang pada dikala sedang terjadi transaksi barang, contohnya dengan kata-kata : “Batalkanlah penjualan ini dan saya akan membelinya dengna harga yang sama atau lebih mahal”. Atau dua orang yang melaksanakan jual beli telah setuju dengan suatu harga dan tinggal janji saja, kemudian salah satunya meminta embel-embel atau pengurangan harga. Perbuatan semacam ini haram, alasannya yaitu penetapan harga sudah disepakati. Adapun sebelum ada kesepakatan, tidak haram.

Kalimat “jadilah kau sekalian hamba-hamba Allah yang bersaudara” maksudnya hendaklah kau saling bergaul dan memperlakukan orang lain sebagai saudara dalam kecintaan, kasih sayang, keramahan, kelembutan, dan bantu-membantu dalam kebaikan dengan hati nrimo dan jujur dalam segala hal.

Kalimat “seorang muslim itu yaitu saudara bagi muslim yang lain, maka dihentikan menzhaliminya, menelantarkannya, mendustainya dan menghinakannya”. Yang dimaksud menelantarkan yaitu tidak memberi pertolongan dan pertolongan. Maksudnya bila ia meminta tolong untuk melawan kezhaliman, maka menjadi keharusan saudaranya sesama muslim untuk menolongnya bila bisa dan tidak ada halangan syar’i.

Kalimat “tidak menghinakannya” yaitu tidak menyombongkan diri pada orang lain dan tidak menganggap orang lain rendah. Qadhi ‘Iyadh berkata : “Yang dimaksud dengan menghinakannya yaitu tidak mempermainkan atau membatalkan janji kepadanya”. Pendapat yang benar yaitu pendapat yang pertama.

Kalimat “taqwa itu ada di sini (seraya menunjuk dada dia tiga kali)”. Pada riwayat lain disebutkan :
“Allah tidak melihat jasad kau dan rupa kamu, tetapi melihat hati kamu”.

Maksudnya, perbuatan-perbuatan lahiriyah tidak akan mendapat pahala tanpa taqwa. Taqwa itu yaitu rasa yang ada dalam hati terhadap keagungan Allah, takut kepada-Nya, dan merasa selalu diawasi. Pengertian, “Allah melihat” ialah Allah mengetahui segala-galanya. Maksud Hadits ini ialah Allah akan memberinya akhir dan mengadili, dan semua perbuatan itu dinilai menurut niatnya di dalam hati. Wallaahu a’lam.

Kalimat “seseorang telah dikatakan berbuat jahat bila ia menghina saudaranya sesama muslim” berisikan peringatan keras terhadap perbuatan menghina. Allah tidak menghinakan seorang mukmin dikarenakan telah menciptakannya dan memberinya rezeki, kemudian Allah ciptakan dalam bentuk yang sebaik-baiknya, dan semua yang ada di langit dan bumi ditundukkan bagi kepentingannya. Apabila ada peluang bagi orang mukmin dan orang bukan mukmin, maka orang mukmin diprioritaskan. Kemudian Allah, menamakan seorang insan dengan muslim, mukmin, dan hamba, kemudian mengirimkan Rasul Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam kepadanya. Maka siapa pun yang menghinakan seorang muslim, berarti dia telah menghinakan orang yang dimuliakan Allah.

Termasuk perbuatan menghinakan seorang muslim ialah tidak memberinya salam ketika bertemu, tidak menjawab salam bila diberi salam, menganggapnya sebagai orang yang tidak akan dimasukkan ke dalam nirwana oleh Allah atau tidak akan dijauhkan dari siksa neraka. Adapun kecaman seorang muslim yang berakal terhadap orang muslim yang jahil, orang adil terhadap orang fasik tidaklah termasuk menghina seorang muslim, tetapi hanya menyatakan sifatnya saja. Jika orang itu meninggalkan kejahilan atau kefasikannya, maka ketinggian martabatnya kembali.
banner
Previous Post
Next Post