Apakah ibadah itu?
Salah satu kaedah untuk memilih bahwa suatu masalah itu sebagai sebuah ibadah yaitu Allah Ta'ala memerintahkan hamba-Nya untuk melakukannya, lantaran setiap masalah yang Allah perintahkan pastilah itu dicintai dan diridhoi oleh-Nya, dan setiap yang dicintai dan diridhoi oleh-Nya, masuk kategori ibadah.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mendefinisikan ibadah dalam kitab dia Al-'Ubudiyyah1, dengan mengatakan,
الْعِبَادَةُ هِيَ اسْمٌ جَامِعٌ لِكُلِّ مَا يُحِبُّهُ اللَّهُ تَعَالَى وَيَرْضَاهُ مِنَ الْأَقْوَالِ وَالْأَعْمَالِ الْبَاطِنَةِ وَالظَّاهِرَةِ.
Ibadah yaitu suatu istilah yang meliputi setiap masalah yang dicintai dan diridhoi oleh Allah Ta'ala, baik berupa ucapan maupun perbuatan, (baik) yang batin (hati), maupun yang zhahir (anggota badan yang nampak).
Apakah mempelajari ilmu Syar'i itu termasuk ibadah?
Al-Jawaab : ya, na'am! Inilah alasannya :
1. Mempelajari ilmu Syar'i itu diperintahkan oleh Allah Ta'ala
Allah Ta'ala perintahkan kita untuk mempelajari agama kita, dalilnya firman Allah Ta'ala :
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ
“Maka ketahuilah bahwa bekerjsama tiada sesembahan (yang
haq) selain Allah dan mohonlah ampunan atas dosamu.” (QS. Muhammad: 19).
Dalam ayat ini, Allah memerintahkan kita untuk mengetahui (berilmu) perihal La ilaha illallah, perihal tauhid yang merupakan ilmu yang paling mulia, sedangkan ilmu Syar'i selainnya yaitu pelaksanaan tauhid dan penyempurnanya, sehingga otomatis diperintahkan pula kita untuk mempelajarinya.
Allah Ta'ala juga memerintahkan mempelajari perihal Allah (ma'rifatullah) :
اعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ وَأَنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Ketahuilah, bahwa bekerjsama Allah amat berat siksa-Nya dan bahwa bekerjsama Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. ( Al-Maidah : 98)
Karena mempelajari ilmu Syar'i itu diperintahkan oleh Allah Ta'ala, maka pastilah dicintai-Nya sehingga termasuk kedalam definisi ibadah.
2. Tanda seseorang baik dan dicintai Allah Ta'ala adalah paham Islam!
Allah Ta'ala mengabarkan bahwa tanda Allah menghendaki kebaikan pada diri seorang hamba-Nya yaitu Allah jadikan ia paham perihal agama-Nya, sedangkan mustahil seseorang paham Islam kecuali dengan belajar, maka dengan demikian mempelajari ilmu Syar'i itu tanda kebaikan pada diri seorang hamba-Nya yang dicintai oleh-Nya sehingga itu merupakan ibadah.
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ
Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan pada dirinya, maka Allah jadikan ia paham terhadap agama Islam! (Muttafaq 'allaih)
3. Keluar (dari rumahnya atau negrinya) untuk mencari ilmu Syar'i termasuk jihad fi sabilillah!
Mempelajari ilmu Syar'i termasuk amal sholeh yang paling mulia dan termasuk ibadah yang paling agung, Allah Ta'ala menjadikan orang-orang yang mempelajari ilmu Syar'i sebagai partner bagi mujahid fi sabilillah!
Allah Ta'ala berfirman :
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً ۚ فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ
Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka perihal agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, semoga mereka itu sanggup menjaga dirinya. (At-Taubah : 122)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pun mengkategorikan orang yang keluar dari rumahnya menuntut ilmu Syar'i sebagai bentuk jihad fi sabilillah!
من خرج في طلب العلم فهو في سبيل الله حتى يرجع
Barangsiapa yang keluar (dari rumahnya atau negrinya) untuk mencari ilmu Syar'i, maka ia sedang berjihad di jalan Allah sampai ia kembali ke rumahnya! (HR. At-Tirmidzi, Syaikh Albani menyatakan : hasan lighoirihi)
Mempelajari ilmu Syar'i termasuk bentuk jihad fi sabilillah, karena ada kesamaan dengannya, yaitu sama-sama bertujuan terealisasi dan tersebarnya Syari'at, sama- sama ada pengorbanan, sama-sama mengalahkan setan, serta sama-sama sebagai lantaran hidayah seseorang sehingga masuk nirwana dan selamat dari neraka!
Semua ini mengambarkan bahwa mempelajari ilmu Syar'i itu ibadah.
4. Mempelajari ilmu Syar'i itu menghantarkan ke surga
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengabarkan bahwa orang yang mempelajari ilmu Syar'i akan dipermudah jalannya masuk ke surga, ini menyampaikan bahwa mempelajari ilmu Syar'i itu yaitu ibadah lantaran menghantarkan seseorang ke surga.
Dalam Shahih Muslim, disebutkan bahwa
ومن سلك طريقا يلتمس فيه علما سهل الله له به طريقا إلى الجنة
Dan barangsiapa yang meniti suatu jalan, didalamnya ia mempelajari ilmu Syar'i, maka Allah akan mudahkan untuknya jalan menuju nirwana dengan lantaran hal itu.
5. Mempelajari ilmu Syar'i ada yang fardhu 'ain hukumnya!
Bahkan, ada sebagian aktifitas mempelajari ilmu Syar'i yang fardhu 'ain hukumnya!
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
طلب العلم فريضة على كل مسلم
"Menuntut Ilmu Syar'i itu wajib bagi setiap muslim,". (HR. Ibnu Majah. Hadits ini dihasankan oleh As-Suyuthi,Adz-Dzahabi dan disebutkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Ibnu Majah.)
Sebuah masalah mustahil disebut wajib kecuali itu merupakan ibadah.
Syarat diterimanya ibadah
Ikhlas (mengharap ridho Allah) dan Mutaba'ah (mengikuti Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam beribadah) yaitu syarat diterimanya sebuah ibadah dan sekaligus inti ujian hidup manusia, Allah Ta'ala berfirman:
الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا ۚ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ
“ Yang menimbulkan mati dan hidup, semoga Dia menguji kalian, siapa di antara kalian yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun”
Al Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah menjelaskan makna
{أَحْسَنُ عَمَلًا}
هو أخلصه وأصوبه
“Yaitu yang paling tulus dan paling benar (sesuai tuntunan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam)”
Karena demikian tingginya kedudukan Ikhlas dan Mutaba’ah dalam Agama Islam ini,maka pantas jikalau kedua masalah ini sangat kuat terhadap amal yang kita lakukan.
Pengaruh Ikhlas
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
إِنَّ الرَّجُلَ لَيَنْصَرفُ؛ وَمَا كُتِبَ إِلا عُشُرُ صلاتِهِ، تُسُعُها، ثُمنُها،
سُبُعُها، سُدُسُها، خُمُسُها، رُبُعُها، ثلُثُها، نِصْفها
"Sesungguhnya seseorang final dari sholatnya dan tidaklah dicatat baginya dari pahala sholatnya kecuali sepersepuluhnya, sepersembilannya, seperdelapannya, sepertujuhnya, seperenamnya, seperlimanya, seperempatnya, sepertiganya, setengahnya"
(HR Abu Dawud dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani)
Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata :
فَإِنَّ الْأَعْمَالَ تَتَفَاضَلُ بِتَفَاضُلِ مَا في الْقُلُوْبِ مِنَ الإِيْمَانِ وَالْإِخْلاَصِ، وَإِنَّ الرَّجُلَيْنِ لَيَكُوْنَ مَقَامُهُمَا فِي الصَّفِّ وَاحِدًا وَبَيْنَ صَلاَتَيْهِمَا كَمَا بَيْنَ السَّمَاء وَالْأَرْضِ
"Sesungguhnya amalan-amalan berbeda-beda tingkatannya sesuai dengan perbedaan tingkatan keimanan dan keikhlasan yang terdapat di hati. Dan sungguh ada dua orang yang berada di satu shaf sholat akan tetapi perbedaan nilai sholat mereka berdua sejauh antara langit dan bumi"
Pengaruh Mutaba’ah
Disebutkan dalam Hadits Muttafaqun ‘alaih bahwa ada salah seorang yang menyembelih binatang kurban sebelum Shalat ‘Iid. Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
( شَاتُكَ شَاةُ لَحْمٍ) ,maksudnya : “Kambingmu yaitu kambing yang hanya sanggup dimanfa’atkan dagingnya (untuk dirimu sendiri dan tidak terhitung sebagai kambing kurban)”,mengapa demikian? Karena waktu ibadah menyembelih kurban itu sudah ada ketentuannya dalam Sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan tidak akan diterima ibadah kurban seseorang jikalau dilakukan diluar waktunya, walaupun niatnya baik.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda dalam Hadits tersebut :
مَنْ ذَبَحَ قَبْلَ الصَّلاَةِ يَذْبَحُ لِنَفْسِهِ، وَمَنْ ذَبَحَ بَعْدَ الصَّلاَةِ فَقَدْ تَمَّ نُسُكُهُ وَأَصَابَ سُنَّةَ الْمُسْلِمِينَ
“Barangsiapa yang menyembelih binatang kurban sebelum Shalat ‘Iid,maka dia menyembelih untuk (diambil manfa’atnya) oleh dirinya sendiri, dan barangsiapa yang menyembelih binatang kurban sehabis Shalat ‘Iid,maka telah tepat ibadahnya dan sesuai dengan Sunnatul Muslimin”.
Adapun perincian tulus dan mutaba'ah akan dijelaskan lebih lanjut, in sya Allah Ta'ala.
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ
1. Al-'Ubudiyyah, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, hal. 4.