KESIMPULAN MAKNA HAJI MABRUR
Para ulama kita rahimahullah telah menjelaskan apa itu haji yang mabrur, sebagaimana nukilan ucapan mereka tersebut telah disebutkan pada seri yang telah lalu.
Jika kita perhatikan keterangan para ulama tersebut, maka sanggup disimpulkan bahwa haji yang mabrur itu mempunyai 3 ciri khas, yaitu:
1. Ditinjau dari niatnya
2. Ditinjau tata cara pelaksanaannya
3. Ditinjau buah sehabis haji
Berikut ini penjelasannya:
1. Niatnya nrimo
Ikhlas yaitu salah satu dari dua syarat diterimanya suatu ibadah -apapun juga ibadah tersebut, termasuk haji- oleh Allah Ta'ala .
Allah Ta'ala berfirman :
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ ۚ وَذَٰلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
(5) Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan ikhlas menaati-Nya lagi berpaling dari seluruh kesyirikan, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus. [Al-Bayyinah:5]
Berdasarkan ayat tersebut, ulama menjelaskan bahwa haji mabrur yaitu haji yang tidak tercampuri segala perkara yang mengotori keikhlasannya, menyerupai unsur riya’ (memperlihatkan amal sholeh biar dipuji manusia), sum'ah (memperdengarkan amal sholeh biar dipuji manusia) , dan mencari harta serta berpaling dari mencari ridho Allah.
Seorang yang menunaikan haji dengan nrimo yaitu orang yang berhaji sedangkan tujuannya semata-mata untuk mencari ridho Allah, mengharap sanggup melihat wajah Allah serta dalam rangka mendekatkan diri dan beribadah kepada Allah, berniat menunaikan haji yang wajib ataupun haji yang sunnah, serta menginginkan pahala Allah.
Sebagian ulama lain menyatakan bahwa haji mabrur yaitu haji yang diterima oleh Allah, sedangkan kita mengetahui bahwa diantara syarat diterimanya amal seseorang yaitu ikhlas, dengan demikian nrimo merupakan syarat haji yang mabrur.
2. Tata cara pelaksanaan haji yang mabrur
Haji mabrur itu haji yang dilakukan dengan tata cara yang sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
Dalilnya yaitu sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam :
من عمل عملاً ليس عليه أمرنا فهو رد
“Barangsiapa yang melaksanakan suatu ibadah yang tidak ada perintahnya dalam agama kami, maka amalan tersebut tertolak” (HR. Imam Muslim rahimahullah).
Inilah yang disebut Al-Mutaba'ah, yaitu : mengikuti aliran Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam beribadah.
Al-Mutaba'ah yaitu salah satu dari dua syarat diterimanya suatu ibadah oleh Allah Ta'ala .
Profil ibadah haji yang mengikuti aliran Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam adalah haji yang terpenuhi rukun, wajib dalam bentuk yang paling sempurna, demikian pula ditunaikan sunnah-sunnahnya, sebab Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan kita untuk menunaikan rukun, wajib dan sunnah-sunnah dari suatu ibadah, termasuk ibadah haji, sebagaimana tata cara haji lengkap yang ia ajarkan dan praktekkan.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
لتأخذوا مناسككم
“Ambillah dariku tatacara ibadah haji kalian”. [HR. Muslim], dalam riwayat lainnya :
خذوا عني مناسككم
“Ambillah dariku tatacara ibadah haji kalian”. [Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani].
Maksudnya yaitu wajibnya beribadah haji dengan tata cara yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan dilarang dengan tata program selainnya (cara yang bid'ah), maka di dalam hadits yang agung ini mengandung :
1. Perintah mempelajari hukum-hukum/tatacara haji (termasuk umroh).
2. Perintah mengamalkan hukum-hukum/tatacara haji (termasuk umroh) sesuai dengan yang diajarkan dan dilakukan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
Termasuk tata cara haji yang sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yaitu tidak menodai ibadah haji dengan maksiat.
Orang yang berhaji bila menghendaki hajinya mabrur haruslah :
- menghindari rafats, yaitu tidak berkata dan berbuat cabul, kotor dan tidak jima',
- menghindari kefasikan dalam ucapan maupun perbuatan, yaitu selama melaksanakan haji tidak berucap dengan ucapan yang haram (contohnya ghibah, dusta, namimah, menghina , menuduh dengan tuduhan palsu), dan tidak berbuat dengan perbuatan yang haram (contohnya melihat aurat perempuan yang bukan mahram, melihat perempuan dengan bersyahwat, atau sebaliknya perempuan melihat laki-laki menyerupai itu pula).
- menghindari perkelahian dan debat kusir tanpa alasan yang dibenarkan ketika lempar jumroh, atau ketika manasik selainnya. Kecuali debat untuk membantah syubhat dan bid'ah ketika ada tuntutan maslahat, sebagaimana debat jenis ini yaitu pelaksanaan perintah Allah dalam An-Nahl :125.
- menghindari kezholiman/menyakiti orang lain ketika berdesak-desakan ketika thowaf dan sa'i, misalnya.
- melaksanakan larangan dalam ibadah haji yang haram dilakukan.
- dan menghindari kemaksiatan lainnya.
Oleh sebab itu ulama, diantaranya An Nawawi rahimahullah berkata,
الأصح والأشهر أن المبرور هو الذي لا يخالطه إثم مأخوذ من البر وهو الطاعة
“Pendapat yang paling berpengaruh dan yang paling terkenal, haji mabrur yaitu haji yang tidak ternodai oleh dosa, diambil dari kata ‘birr’ yang bermakna ketaatan. [Syarhu Muslim An-Nawawi : 9 /118]
Apakah maksud “haji mabrur yaitu haji yang tidak ternodai oleh dosa” ?
Apakah seseorang yang sudah terlanjur melaksanakan suatu dosa ketika berhaji serta merta tidak sanggup meraih status haji mabrur?
Apakah benar-benar haji mabrur disyaratkan “terjaga dari kesalahan sehingga tidak melaksanakan dosa sama sekali” ?
Syaikh Abdul Karim Al-Khudair rahimahullah -salah satu anggota Kibarul Ulama' dan komite fatwa/Lajnah Daimah KSA menjelaskan :
“Apakah disyaratkan status berhaji mabrur itu pelakunya terjaga dari dosa? Maksudnya haji yang terjaga dari dosa, (yaitu) pelakunya tidak berdosa sama sekali?
Kami jawab :
Tentu tidak! Status terjaga dari dosa (sebagaimana yang dikehendaki Allah) itu untuk para nabi saja, akan tetapi maksudnya yaitu wajib bagi anda menjaga diri dari maksiat, dan wajib bagi anda menunaikan kewajiban, namun bila anda terpeleset atau terjatuh dalam kesalahan, wajib anda segera bertaubat !”1
Termasuk profil ibadah haji yang sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam adalah haji yang pelaksanaannya didanai dengan harta yang halal, bukan dengan harta yang haram, yaitu haji yang tidak memakai harta riba, hasil menipu, hasil judi, hasil korupsi, hasil mencuri, dan semisalnya.
Itulah beberapa klarifikasi perihal salah satu kriteria haji mabrur, yaitu : tata cara hajinya sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
3. Buah setelah haji
Al Hasan Al Bashri rahimahullah menyampaikan perihal akhir haji mabrur yaitu surga,
آية ذلك أن يرجع زاهدا في الدنيا، راغبا في الآخرة
“Tanda (haji mabrur yang akibatnya surga) itu yaitu seseorang sepulang haji menjadi orang yang zuhud dengan dunia dan rindu (meraih nirwana di) akherat.” [Lathoif Al-Ma'arif : 116].
Al-Qurthubi rahimahullah menyimpulkan,
الحج المبرور: هو الذي لم يُعص الله سبحانه فيه ولا بعده
“Haji mabrur yaitu haji yang ketika seseorang melaksanakan ibadah haji tidak bermaksiat kepada Allah dan demikian pula sepulang haji (iapun meninggalkan kemaksiatan)”, [Tafsir Al-Qurthubi ]
Setidaknya, ketika sepulang haji, kemudian ia terlanjur terjatuh kedalam dosa, maka ia segera ia bertaubat darinya.
Perlu diketahui, meskipun terjatuh kedalam maksiat sehabis pulang dari berhaji itu tidaklah membatalkan kesahahan haji seseorang, dan tidak menimbulkan seseorang harus mengulang hajinya yang telah selesai ia lakukan, namun ulama menjelaskan bahwa : di antara tanda diterimanya haji seseorang yaitu adanya perubahan menuju yang lebih baik sehabis pulang dari pergi haji dan tidak karam dalam maksiat.
Ada juga ulama yang menyatakan bahwa tanda haji diterima yaitu sepulang haji seseorang menyambungnya dengan keta'atan yang lainnya.
Dalilnya yaitu firman Allah Ta'ala :
هَلْ جَزَاءُ الْإِحْسَانِ إِلَّا الْإِحْسَانُ
Tidak ada akhir kebaikan kecuali kebaikan (pula). [Ar-Rahman:60]
Berkata Ibnu Rajab rahimahullah :
من عمل طاعة من الطاعات وفرغ منها فعلامة قبولها أن يصلها بطاعة أخرى
Barangsiapa yang melaksanakan suatu keta'atan dan telah selesai darinya, maka tanda diterimanya amal tersebut yaitu ia menyambungnya dengan keta'atan yang lainnya.
وعلامة ردها أن يعقب تلك الطاعة بمعصية، ما أحسن الحسنة بعد السيئة تمحها وأحسن الحسنة بعد الحسنة تتلوها
Setidaknya haji yang mabrur yaitu sepulang dari haji tetap istiqomah dalam kebaikan.
Peringatan : Janganlah seseorang memastikan bahwa hajinya yaitu haji yang mabrur!
Perlu diketahui bahwa sebagus apapun haji yang kita kerjakan, maka tak selayaknya kita memastikan diterimanya ibadah haji tersebut, namun yang kita lakukan yaitu sebagaimana apa yang dilakukan oleh sosok hamba-hamba Allah yang tepat amal mereka berikut ini :
وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَىٰ رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ
Dan orang-orang yang mempersembahkankan (kepada Allah) apa yang telah mereka persembahkan, dengan hati yang takut (khawatir tidak diterima amal mereka), (karena mereka tahu bahwa) sebenarnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka. [Al-Mukminun:60].
Mereka yang disebutkan dalam ayat ini -sebagaimana disebutkan dalam hadits yang shahih- yaitu orang-orang yang mempersembahkan kepada Allah ibadah-ibadah berupa sholat, puasa, dan sedekah, namun mereka khawatir ketika dipaparkan ibadah mereka kepada Allah, dan menghadap kepada Allah mempertanggungjawabkan amalan mereka kepada Allah, mereka khawatir ketika itu ibadah mereka tidak diterima, dan tidak mengakibatkan mereka selamat dari siksa.
Kitapun juga tertuntut mencontoh Nabi Ibrahim 'alaihis salam, Allah berfirman perihal ia 'alaihis salam :
وَإِذْ يَرْفَعُ إِبْرَاهِيمُ الْقَوَاعِدَ مِنَ الْبَيْتِ وَإِسْمَاعِيلُ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا ۖ إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan pondasi Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): "Ya Tuhan kami terimalah dari kami (amalan kami), sebenarnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui".[Al-Baqarah:127]
Nabi Ibrahim 'alaihis salam saja ketika melaksanakan amal sholeh yang sangat besar, berupa meninggikan pondasi Baitullah, ia tidak yakin amalannya diterima, bahkan khawatir amalannya tidak diterima!
Padahal amalan meninggikan pondasi Baitullah yaitu amalan yang barangkali hampir setiap muslim akan dengan nrimo melakukannya, meski tidak digaji dan tidak dipuji, sebab pahala yang besar menantinya.
Berkata Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah :
إنَّ المؤمنَ جمع إحساناً وشفقةً، وإنَّ المنافقَ جمع إساءةً وأمناً
Sesungguhnya (ciri khas) seorang mukmin yaitu menggabungkan antara perbuatan baik dan rasa takut amalnya tidak diterima, sedangkan orang munafik menggabungkan antara perbuatan jelek dan rasa kondusif daari (adzab Allah).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
لتأخذوا مناسككم
“Ambillah dariku tatacara ibadah haji kalian”. [HR. Muslim]
وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين
(Bersambung, in sya Allah)
=====================================
1. https://shkhudheir.com/lecture/461208794
2. Lathaif Al-Ma'arif , Ibnu Rajab, hal. 393.
