Sesungguhnya bagi setiap ibadah terdapat aturan dan budpekerti yang perlu diperhatikan oleh seorang hamba yang hendak menunaikannya. Terlebih lagi kalau ibadah tersebut yaitu ibadah yang sangat agung dan mempunyai kekhususan tersendiri, ibarat ibadah puasa yang sedang kita pelajari ini.
Al-‘Allamah Ahmad bin Abdir Rahman bin Qudamah Al-Maqdisi rahimahullah, yang dikenal dengan nama Ibnu Qudamah, dalam kitabnya Mukhtashar Minhajil Qashidin mengatakan,
اعلم: أن في الصوم خصيصة ليست فى غيره، وهى إضافته إلى الله عز وجل حيث يقول سبحانه: “الصوم لى وأنا أجزى به” 1 ، وكفى بهذه الإضافة شرفاً، كما شرَّف البيت بإضافته إليه فى قوله: {وَطَهِّرْ بَيْتِيَ} (الحج: 26)
“Ketahuilah, bahwa puasa mempunyai kekhususan yang tidak terdapat dalam ibadah yang lainnya, yaitu disandarkannya ibadah puasa ini kepada Allah ‘Azza wa Jalla, yang mana Allah Subhanahu berfirman “Puasa yaitu untuk-Ku, dan Aku sendiri yang akan membalasnya.” Cukuplah penyandaran ini sebagai sebuah kemuliaan, sebagaimana Allah telah memuliakan Al-Baitul Haram dengan menyandarkannya kepada-Nya dalam firman-Nya {وَطَهِّرْ بَيْتِيَ} Dan sucikanlah rumah-Ku (Al-Hajj: 26)”
وإنما فضل الصوم لمعنيين:
– أحدهما: أنه سرّ وعمل باطن، لا يراه الخلق ولا يدخله رياء.
– الثاني: أنه قهر لعدو الله، لأن وسيلة العدو الشهوات، وإنما تقوى الشهوات بالأكل والشرب، وما دامت أرض الشهوات مخصبة، فالشياطين يترددون إلى ذلك المرعى، وبترك الشهوات تضيق عليهم المسالك.
Sesungguhnya keutamaan puasa dikarenakan dua faktor:
- Puasa yaitu ibadah yang dilakukan secara belakang layar dan amal batin, (pada umumnya) makhluk tidak mengetahuinya dan ibadah tersebut tidak terkotori riya`.
- Puasa itu bisa menaklukkan musuh Allah lantaran pintu masuk musuh Allah (menyimpangkan manusia) yaitu syahwat, sedangkan syahwat menguat dengan makan dan minum. Selama lahan syahwat itu subur (syahwat dituruti), maka setan-setan pun hilir -mudik ke lahan santapannya tersebut. Dengan meninggalkan syahwat lah akan sempit jalan-jalan bagi mereka (setan-setan) (Mukhtashar Minhajil Qashidin, hal. 43 (PDF).
Tentunya suatu ibadah yang mempunyai keistimewaan ibarat itu sangat perlu untuk kita lakukan adabnya sebaik-baiknya. Apalagi kalau telah kita ketahui bersama dalam artikel sebelumnya (bacalah artikel: Hakikat Puasa (3)), bahwa ibadah puasa mempunyai beberpa tingkatan, yang terang tidaklah bisa diraih dengan tepat tingkatan demi tingkatan itu, kecuali dengan melaksanakan adab-adabnya.
Ibnu Qudamah rahimahullah menjelaskan sebagian dari adab-adab tersebut,
فمن آداب صوم الخصوص: غض البصر، وحفظ اللسان عما يؤذى من كلام محرم أو مكروه، أو ما لا يفيد، وحراسة باقي الجوارح. وفى الحديث من رواية البخارى، أن النبى صلى الله عليه وسلم قال: ” من لم يدع قول الزور والعمل به، فليس لله حاجة في أن يدع طعامه وشرابه“
“Di antara budpekerti puasa khusus yaitu menundukkan pandangan, menjaga verbal dari ucapan haram yang menyakiti (orang lain) atau ucapan makruh (tidak dicintai oleh Allah) atau sesuatu yang tidak berfaidah, dan menjaga anggota-anggota badan lainnya (dari melaksanakan perbuatan haram atau makruh, pent.). Dalam Hadits dari riwayat Al-Bukhari, bahwa bergotong-royong Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Barangsiapa yang tidak meninggalkan ucapan dan perbuatan yang haram, maka Allah tidak menginginkan aktifitas meninggalkan makan dan minum yang dilakukannya (puasanya)’.
ومن آدابه: أن لا يمتلئ من الطعام في الليل، بل يأكل بمقدار، فإنه ما ملأ ابن آدم وعاءً شراً من بطن. ومتى شبع أول الليل لم ينتفع بنفسه فى باقيه، وكذلك إذا شبع وقت السحر لم ينتفع بنفسه إلى قريب من الظهر، لأن كثرة الأكل تورث الكسل والفتور، ثم يفوت المقصود من الصيام بكثرة الأكل، لأن المراد منه أن يذوق طعم الجوع، ويكون تاركاً للمشتهى.
Di antara adab-adab puasa khusus yaitu (perut) tidak terpenuhi dengan makanan pada malam hari, bahkan makan secukupnya, lantaran sesungguhnya, tidaklah insan memenuhi wadah yang lebih jelek daripada perutnya. Kapan saja seseorang itu kenyang di awal malam, maka ia tidak bisa memakai tubuhnya (untuk melaksanakan kebaikan) di sisa waktu malam tersebut dan demikian pula kalau ia kenyang ketika waktu sahur, maka ia tidak bisa memakai tubuhnya (untuk melaksanakan kebaikan) hingga waktu mendekati zhuhur. Karena kebanyakan makan membuahkan kemalasan dan kelemahan semangat, kemudian terluput maksud puasa dengan banyak makan, lantaran yang diinginkan (dalam puasa) yaitu mencicipi lapar hingga (dengan sebabnya) ia menjadi orang suka meninggalkan sesuatu yang disukai oleh hawa nafsunya (secara melampui batas) (Mukhtashar Minhajil Qashidin, hal. 44 (PDF)).
Fadhilatusy Syaikh DR. Sami Ash-Shuqoir hafizhahullah –salah satu dari tiga masyayikh yang ditunjuk oleh Syaikh Ibnu ‘Utsaimin sebagai pengganti dia mengasuh markas ilmiyyahnya- pernah menjelaskan wacana adab-adab puasa, secara ringkas dia menyebutkan ada dua budpekerti yang perlu diperhatikan oleh orang yang berpuasa, yaitu:
1. Adab-adab yang wajib dilakukan oleh orang yang sedang berpuasa
Melaksanakan kewajiban berupa ucapan ataupun perbuatan, yang umum maupun yang khusus terkait dengan ibadah puasa, seperti: Bertauhid (dan ini kewajiban yang terbesar), memenuhi rukun puasa yang wajib dilakukan, kewajiban amar ma’ruf nahi mungkar dan shalat berjama’ah bagi pria yang sudah baligh, menjauhi ucapan dan perbuatan yang haram, baik yang umum maupun yang khusus terkait dengan ibadah puasa, ibarat pembatal puasa Ramadhan, bersaksi palsu, ucapan batil, melangkah menuju tempat-tempat kemaksiatan.
2. Adab-adab yang sunnah yang tertuntut dilakukan oleh orang yang sedang berpuasa
Ibadah puasa juga mempunyai adab-adab puasa yang sunnah dilakukan. Walaupun tidak hingga wajib hukumnya, namun sangat penting dilakukan untuk kesempurnaan ibadah puasanya dan membantu meraih hakikat puasa dan maksudnya, seperti: makan sahur, menyegerakan berbuka, shalat Tarawih, dzikir, shadaqah, dan yang lainnya. Ketahuilah, bahwa memperbanyak ketaatan pada Allah ketika puasa bulan Ramadhan sangat ditekankan, terlebih lagi membaca Al-Qur’an, lantaran bulan Ramadhan yaitu bulan Al-Qur’an, bulan kebaikan dan bulan barakah.
(Diolah dari: http://vb.tafsir.net/tafsir27362/#.VWkdx0bURTR)
Semoga Hadits berikut menjadi pendorong bagi kita untuk berlomba-lomba beribadah dan bersedekah shaleh pada bulan Ramadhan. Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata,
«كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ بِالخَيْرِ، وكَانَ أَجْوَدَ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ، وَكَانَ جِبْرِيلُ عَلَيْه السَّلَامَ يَلْقَاهُ كُلَّ لَيْلَةٍ فِي رَمَضَانَ حَتَّى يَنْسَلِخَ، يَعْرِضُ عَلَيْهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّمَ القُرْآنَ، فَإِذَا لَقِيَهُ جِبْرِيلُ عَلَيْه السَّلَامَ كَانَ أَجْوَدَ بِالخَيْرِ مِنَ الرِّيحِ المُرْسَلَةِ»
“Dahulu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah orang yang paling gemar memberi dalam melaksanakan kebaikan. Dan dia paling gemar memberi ketika bulan Ramadhan ketika Jibril ‘alaihissalam menemuinya. Jibril ‘alaihis salam menjumpai dia setiap malam di bulan Ramadhan hingga Ramadhan berlalu. Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam menyetorkan hafalan AlQur’an kepadanya. Sungguh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam lebih gemar memberi melaksanakan kebaikan daripada angin yang bertiup” (HR. Al-Bukhary dan Muslim).
***
Bersambung pada artikel selanjutnya: hakikat Puasa (5).
Penulis: Sa’id Abu Ukasyah
Dipublikasi ulang dari Muslim.or.id