Kmamesir.org. 23/11/2016. Rabu (23/11) Film Ketika Cinta Bertasbih diputar pertama kali di tanah kawasan karya fenomenal itu lahir, Mesir. Adalah Festival Film Indonesia di Mesir yang mewadahi pemutaran film tersebut. Festival langka ini telah dimulai 21 November lalu. Tepat sehabis nonton bareng, para hadirin disuguhkan agenda yang tak kalah hebohnya, obrolan interaktif bersama Kang Abik, si Empunya Ketika Cinta Bertasbih.
Dalam obrolan interaktif, penulis buku mega best seller Ayat-Ayat Cinta ini mengungkapkan bahwa Mesir ialah negeri kedua sehabis Indonesia baginya. Baginya Mesir, negeri tak terlupakan. Separuh jejak-jejak kehidupan Kang Abik tertinggal di Negeri Kinanah ini.
Setelah menjadi penulis terkenal, bahkan menyutradarai film sendiri dari novel Api Tauhid, Kang Abik kerap menerima usul ke luar negeri. Hampir seluruh kampus internasional telah dijelajahi Kang Abik, hatinya masih terikat dengan kampus Al-Azhar Mesir. Mesir telah memberi warna sendiri dalam kehidupan dan peran kepenulisan Kang Abik.
“Saya bahagia sekali disampaikan oleh Allah untuk mencar ilmu di Al-Azhar. Seandainya waktu diputar ke belakang lagi, saya sudah lihat al-Azhar; saya sudah lihat Harvard; saya sudah lihat Oxford; kampus-kampus terkemuka di dunia saya sudah lihat. Apa itu MIT saya sudah hingga di sana, Boston saya sudah hingga di sana, apa itu Hamburg, Jerman, Gothic, saya sudah hingga di sana. Melbourne, saya sudah hingga di sana. Seandainya waktu diputar kembali, saya punya maklumat perihal universitas-universitas itu, kemudian saya diminta menentukan kembali. Saya masih akan pilih Al-Azhar,” ungkap Kang Abik memotivasi para Masisir (Mahasiswa Indonesia di Mesir).
“Saya mencicipi kenikmatan yang luar biasa di Al-Azhar itu. Meskipun saya harus antri dari jam 2 pagi untuk menerima iqamah (izin tinggal/visa), meskipun bukrah bimakna ba’da sanah (besoknya orang Mesir yang sanggup berarti setahun),” Kang Abik menambahkan. Mendengar hal ini para hadirin eksklusif tertawa. Sudah menjadi diam-diam umum bagi mahasiswa Al-Azhar, pengurusan izin di Mesir kerap berbelit-berbelit dan tergolong usang dan tanpa kepastian.
Kang Abik yang merupakan alumni Al-Azhar ini mengaku menerima ilham indah dari buku-buku yang ditulis oleh para ulama Al-Azhar, termasuk buku-buku mata kuliah dakwah. Di antara pesan indah yang sangat Kang Abik ingat ialah pesan Nabi Ya’qub kepada putra-putranya saat hijrah ke Mesir, udkhulu min abwabin mutafarriqah, masuklah dari pintu yang bermacam-macam. Kang Abik menjelaskan bahwa dakwah sanggup dilakukan melalui pintu yang beraneka ragam termasuk goresan pena ataupun film.
“Dakwah bukan hanya membaca kitab di masjid, jangan anggap hanya di mimbar mesjid, di mimbar-mimbar pengajian. Jangan anggap dakwah hanya itu. Terkadang dakwah tidak hingga ke seluruh masyarakat. Anak-anak muda suka cerita, novel. Bagaimana menciptakan mereka ngaji tapi tidak merasa ngaji. Kenapa kita tidak masuk ke situ. Teknologi semakin canggih, Medsos, kawan-kawan harus warnai juga. Kenapa kita tidak masuk ke situ,” pesan Kang Abik kepada peserta.
Kang Abik turut berpesan, teknologi yang semakin dahsyat seharusnya dimanfaatkan dengan baik oleh para mahasiswa, khususnya azhary (sebutan untuk mahasiswa Al-Azhar Kairo). Umat islam di Indonesia berharap kepada mahasiswa Al-Azhar Kairo, alasannya ialah mempunyai pengetahuan dan pandangan luas perihal keislaman. Peluang dakwah harus dimanfaatkan secara maksimal, terutama media sosial.
“Teman-teman dilarang berhenti disini, medsos kawan-kawan harus kuasai juga. Apa pandangan-pandangan dakwah, teman-teman harus kuasai. Teman-teman ada di jantungnya peradaban Islam. Umat Islam di Indonesia berharap kepada sahabat semuanya, para azhary,” ungkap Kang Abik memotivasi para akseptor yang kebanyakan mahasiswa Al-Azhar. (FJ)