Tuesday 17 December 2019

Seputar Maulid Nabi Asy-Syarif

Google Image


Oleh: Alvin Nur Hazafat, Lc.*

Masih saja hingga kini ada sebagian kelompok radikal yang mempermasalahkan perayaan maulid Nabi Muhammad shalla Allahu ‘alaihi wa sallam –semoga Allah memberi mereka hidayah ke jalan yang lurus-.

Walau begitu sudah banyak juga –alhamdulillah- di antara mereka yang telah berubah pemikirannya perihal Maulid Nabi Saw., serta memahami hakikat prinsip-prinsipnya seiring dengan berlalunya hari dan berubahnya keadaan. Dan mereka memahami bahwa hukumnya termasuk dalam permasalahan-permasalahan ijtihadiyyah, yang sebagian orang di masa kemudian tidak melihat hukumnya di masa sekarang, yang sebagian mereka berkata perihal perayaan maulid tidak menyerupai perkataan yang ada pada masa sekarang.

Dan masih ada hingga kini orang yang berkata tidak baik perihal perayaan maulid Nabi Saw. dengan menuduh terjadinya perbuatan mungkar menyerupai ikhtilath antara pria dan perempuan, memainkan alat musik, meminum khamar dan sebagainya. Ada pula yang menganggap orang yang mengikuti perayaan maulid Nabi Saw. ialah mereka yang menyebabkan hari raya (‘Id) syar’iyyah gres menyerupai ‘Idul Fitri dan ‘Idul Adha.

Sungguh pernyataan menyerupai ini ialah pernyataan yang dusta dan bodoh, dan telah terang firman Allah di dalam surat Al-Hujurat ayat 6 yang artinya, “Wahai orang-orang yang beriman! Jika tiba kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti.”

Seperti yang sudah kami jelaskan bahwa hari kelahiran Nabi Muhammad Saw. bukanlah hari raya (‘Id) dan kita tidak menamakannya dengan hari raya, alasannya maulid Nabi Muhammad Saw. lebih besar dan agung dibanding hari raya.

Hari raya tidaklah terjadi kecuali hanya setahun sekali, adapun perayaan Maulid Nabi Saw. dan perhatian terhadap shawalat kepadanya, mengkaji sirahnya, harus dilakukan setiap waktu, tidak terikat di waktu dan daerah tertentu.

Seperti yang kita ketahui bahwa hari raya di dalam Islam hanya dua, yaitu hari raya Fitri dan dan hari raya Adha. Akan tetapi menyambut kelahiran Nabi Saw. juga harus dengan penuh suka cita sebagaimana kedua hari raya Islam tersebut, dikarenakan segala kebaikan yang terdapat pada hari tersebut.

Kalau lah bukan alasannya kelahirannya Saw. maka tidak terjadilah pengutusan rasul, tidak diturunkannya Al-Quran, tidak ada Isra dan Mi’raj dan lainnya, alasannya segala yang terdapat di dalam Islam ialah berkaitan dengan Nabi Muhammad SAW. dan kelahirannya.

Maka tidaklah patut bagi seorang yang berakal bertanya, “Kenapa kalian merayakan kelahiran Nabi Saw.?” Karena seperti beliau bertanya “Kenapa kalian senang dengan kehadiran Nabi Saw.?”

Apakah pantas soal menyerupai ini keluar dari perkataan seseorang yang bersaksi bahwa tidak ada yang kuasa selain Allah dan Muhammad ialah utusan Allah? Cukuplah menjadi tanggapan bagi si penanya dengan menyampaikan “Aku merayakan kelahiran Nabi Saw. alasannya saya senang dengannya. Dan saya senang dengannya alasannya saya mencintainya. Dan saya mencintainya alasannya saya ialah seorang mukmin.”

Diterjemahkan dari kitab “Haula Al-Ihtifali bi Dzikraa Al-Maulidi An-Nabawi Asy-Syarif”, karangan Prof. DR. Syeikh Abuya Muhammad bin ‘Alawi Al-Maliki Al-Hasani 
 *Penulis ialah alumni Universitas Al-Azhar, fakultas Ushuluddin, Jurusan Tafsir

banner
Previous Post
Next Post