Penggunaan Jimat Atau Rajah Tetap Syirik, Walau Berkeyakinan Sekedar Lantaran (5)
in
Aqidah
on November 28, 2019
Syaikh Muhammad bin Sholeh Al-Utsaimin rahimahullah menjelaskan cakupan syirik yang dimaksud dalam hadits tersebut meliputi syirik besar maupun syirik kecil juga, menyerupai yang telah dijelaskankan sebelumnya. Seandainya ada dalam fatwa agama Islam sebuah dalil yang menyatakan bahwa menggunakan jimat itu tidak syirik asalkan pemakainya meyakininya hanya sebagai lantaran saja, maka tentunya beliau shallallahu ‘alaihi wa sallamakan menjelaskan hal itu untuk umatnya.
Mari kita simak hadits ‘Uqbah bin ‘Amir Al-Juhani radhiyallahu ‘anhu berikut ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ تَعَلَّقَ تَمِيْمَةً فَقَدْ أَشْرَكَ
“Barangsiapa yang menggantungkan tamimah (jimat) dan bergantung hatinya kepadanya3, maka ia telah melaksanakan kesyirikan” (HR. Ahmad 4/156, shahih).
Demikian pula sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
مَنْ عَلَّقَ تَمِيْمَةً فَقَدْ أَشْرَكَ
“Barangsiapa yang menggantungkan tamimah (jimat), maka ia telah melaksanakan kesyirikan” (Imam Ahmad, dishahihkan oleh Al-Albani).
Para ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah rahimahullah telah menjelaskan bahwa aturan menggunakan jimat itu pada asalnya masuk kedalam jenis dosa syirik kecil. Mengapa demikian? Karena definisi syirik kecil, yaitu
فكل ما نهى عنه الشرع مما هو ذريعة إلى الشرك الأكبر ووسيلة للوقوع فيه، وجاء في النصوص تسميته شركا
Segala yang dihentikan dalam Syari’at yang menjadi penghantar dan sarana yang menghantarkan kepada kesyirikan besar, sedangkan dalam Nash (dalil) disebut dengan nama syirik4.
Oleh lantaran itulah Syaikh Bin Baz rahimahullah saat menta’liq kitab Fathul Majid menjelaskan wacana alasan menggunakan jimat dikatakan sebagai dosa syirik kecil, dia berkata,
أما إذا اعتقد أنها سبب للسلامة من العين أو الجن ونحو ذلك، فهذا من الشرك الأصغر؛ لأن الله سبحانه لم يجعلها سببا، بل نهى عنها وحذر، وبين أنها شرك على لسان رسوله صلى الله عليه وسلم، وما ذاك إلا لما يقوم بقلب صابحها من الالتفات إليها، والتعلق بها
“Adapun jikalau ia meyakini bahwa tamimah (jimat) itu sebagai lantaran selamatnya dari serangan penyakit ‘ain, gangguan jin dan yang semisalnya, maka ini termasuk syirik kecil, lantaran Allah Subhanahu tidak mengakibatkan tamimah (jimat) tersebut sebagai sebab, bahkan melarangnya dan memperingatkannya, serta menjelaskan melalui mulut Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa menggunakan tamimah (jimat) tersebut ialah kesyirikan. Hal itu semata-mata disebabkan kecondongan dan ketergantungan hati pemakai tamimah (jimat) kepada tamimah (jimat) tersebut”5.
Perhatikanlah saudaraku, dari beberapa sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas sanggup diambil kesimpulan bahwa aturan menggunakan jimat itu ialah syirik. Sedangkan secara kemungkinan, orang yang menggunakan jimat itu ada dua keadaan, yaitu
1. Keadaan Pertama
Jika pemakainya meyakini jimat tersebut sebagai lantaran saja, sedangkan Allah-lah yang mentakdirkan lantaran itu berpengaruh, dan hatipun bergantung kepada jimat tersebut, maka dihukumi syirik kecil dan bukan syirik besar, karena ketergantungan hatinya tidak hingga pada tingkatan menyembah jimat tersebut. Adapun keadaan ini tetap digolongkan syirik, lantaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri yang menyatakan syirik, tanpa mengecualikan keadaan pemakai jimat yang jenis ini.
Sebagai hamba Allah yang baik, tentu kita tidak berani mengatakan bukan syirik untuk sesuatu yang telah dinyatakan syirik oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hanya saja, lantaran keadaan pemakai jimat ada dua kemungkinan, sedangkan syirik -ditinjau dari besar kecilnya- juga ada dua macam, maka para ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah rahimahullah pun menjelaskan bahwa aturan menggunakan jimat itu pada asalnya masuk kedalam jenis dosa syirik kecil, dan bisa menjelma syirik besar, jikalau pemakainya mempunyai keyakinan yang hingga kategori menyamakan selain Allah dengan Allah dalam kasus yang menjadi kekhususan-Nya.
2. Keadaan Kedua
Jika pemakainya meyakini jimat tersebut berpengaruh dengan sendirinya, terlepas dari kehendak Allah -misalnya ia berkeyakinan bahwa jimat itulah yang menyingkirkan mara ancaman dan bukan Allah- maka ini hukumnya syirik besar, lantaran menyakini ada selain Allah yang bisa memberi manfa’at atau menolak ancaman dengan sendirinya, tanpa Allah kehendaki. Ini berarti terpenuhi definisi syirik besar yang disebutkan oleh para ulama, yaitu :
مساواة غير الله بالله فيما هو من خصائص الله
“(Syirik besar adalah) menyamakan selain Allah dengan Allah dalam kasus yang menjadi kekhususan-Nya (dalam Rububiyyah,Uluhiyyah dan Al-Asma` was Shifat)”.
Dari sisi inilah kesyirikan jimat itu termasuk syirik besar dalam Rububiyyah dari satu sisi dan syirik besar dalam Uluhiyyah dari sisi lainnya. -Syirik besar dalam Rububiyyah dari sisi menyamakan makhluk dengan Allah dalam kasus yang menjadi kekhususan-Nya, yaitu memberi manfaat dan menolak atau menyingkirkan ancaman secara hakiki.
Dan syirik besar dalam Uluhiyyah ditinjau dari ketergantungan hati pemakai jimat kepada jimat tersebut, maka itu termasuk jenis ketergantungan yang hingga pada tingkatan menyembah jimat, lantaran ketergantungan tersebut persis sebagaimana ketergantungan seseorang kepada sesembahannya. Pemakainya mengharap manfaat dengan pengharapan ibadah kepada jimat tersebut, dengan keyakinan jimat itu bisa menunjukkan manfaat atau menolak ancaman dengan sendirinya, tanpa Allah, maka dari sisi ini hakekatnya termasuk syirik dalam ibadah (Uluhiyyah).
[Bersambung]
***
- Tamimah ialah jimat yang terbuat dari manik-manik berlubang dirangkai yg dikalungkan di leher anak untuk penangkal serangan penyakit ‘ain
- Tiwalah ialah jimat pelet yang dikenakan oleh suami/istri untuk merekatkan cinta keduanya
- Makna ta’allaqa meliputi: menggantungkan dan bergantung, lihat: At-Tamhiid, hal. 102
- Fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah (https://Islamqa.info/ar/121553)
- Fathul Majid, hal. 153
[serialposts]
Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah
Sumber : Muslim.or.id
_____