Sumber Acuan Dalam Menafsirkan Al-Qur`An (5)
in
Al Qur'an
on November 19, 2019
Sumber Rujukan dalam Menafsirkan Al-Qur`an (4)
Rujukan Kelima:
Makna Syar’i atau Bahasa (Arab) yang Ditunjukkan oleh Kata-Kata dalam Al-Qur`an Sesuai dengan Konteks Kalimatnya
Makna Syar’i atau bahasa (Arab) yang terkandung dalam sebuah ayat merupakan salah satu tumpuan dalam menafsirkan Al-Qur`an, sebab Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّا أَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِتَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ بِمَا أَرَاكَ اللَّهُ ۚ وَلَا تَكُنْ لِلْخَائِنِينَ خَصِيمًا
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kau mengadili di antara insan dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kau menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), sebab (membela) orang-orang yang khianat” (QS.An-Nisa’: 105).
إِنَّا جَعَلْنَاهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
“Sesungguhnya Kami menyebabkan Al-Qur`an dalam bahasa Arab supaya kau memahami(nya)” (QS.Az-Zukhruf: 3).
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ رَسُولٍ إِلَّا بِلِسَانِ قَوْمِهِ لِيُبَيِّنَ لَهُمْ ۖ فَيُضِلُّ اللَّهُ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ ۚ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
“Kami tidak mengutus seorang rasul pun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia sanggup memberi klarifikasi dengan terang kepada mereka. Maka Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Dialah Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”(QS.Ibrahim: 4).
Apabila terjadi ketidaksesuaian antara makna syar’i dengan makna bahasa, maka dipilih makna syar’i, sebab Al-Qur`an pada asalnya diturunkan bukanlah untuk menjelaskan bahasa, namun diturunkan untuk menjelaskan syari’at, kecuali apabila terdapat dalil yang menguatkan untuk dibawakan kepada makna bahasa, maka dibawakan kepada makna bahasa. Terkait dengan ada atau tidak adanya perselisihan antar kedua makna tersebut, maka hal ini sanggup diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu:
Terjadi Perselisihan antara Makna Syar’i dengan Makna Bahasa, dan Dipilih Makna Syar’inya.
Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا تُصَلِّ عَلَىٰ أَحَدٍ مِنْهُمْ مَاتَ أَبَدًا وَلَا تَقُمْ عَلَىٰ قَبْرِهِ ۖ إِنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَاتُوا وَهُمْ فَاسِقُونَ
“Dan janganlah kau sekali-kali menyolatkan (jenazah) seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kau bangkit (mendoakan) di sisi kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik” (QS.At-Taubah: 84).
Terkait dengan makna menyolatkan dalam ayat di atas, maka perlu diketahui bahwa kata shalat dalam bahasa Arab bermakna doa.
Adapun makna syar’i di sini yaitu bangkit di sisi mayat untuk mendoakannya dengan tata cara tertentu (shalat jenazah). Dengan demikian pada ayat ini, dipilih makna syar’i, yaitu shalat jenazah, sebab makna syar’ilah yang dikehendaki dalam ayat ini yang sesuai dengan konteks kalimat.
Terjadi Perselisihan antara Makna Syar’i dengan Makna Bahasa, dan Dipilih Makna Bahasanya, Karena Terdapat Dalil yang Menguatkan Makna Bahasanya.
Allah Ta’ala berfirman,
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ ۖ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kau membersihkan dan mensucikan mereka dan doakanlah mereka. Sesungguhnya doa kau itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (QS.At-Taubah: 103).
Maksud shalat dalam {وَصَلِّ عَلَيْهِمْ ۖ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ } adalah berdoa. Hal ini menurut hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim rahimahullah dari Abdullah bin Abu Aufa berkata, “Dahulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam jika dibawakan kepadanya harta zakat dari suatu kaum, dia mendoakan shalawat bagi mereka, kemudian (suatu saat) datanglah ayahku membawa zakat, kemudian dia pun bersabda,
اللهم صل على آل أبي أوفى
“Ya Allah, pujilah keluarga Abu Aufa (di sisi malaikat muqarrabin)”[1] (HR. Muslim dan Al-Bukhari).
Sesuai Antara Makna Syar’i dengan Makna Bahasa, Sehingga Keduanya Saling Mendukung dalam Penafsiran
Untuk jenis ini, misalnya banyak, ibarat makna:
السماء (langit), الأرض (bumi), الصدق (jujur), الكذب (dusta), dan الإنسان (manusia).
Demikian, sepintas klarifikasi ihwal sumber tumpuan dalam menafsirkan Al-Qur`an Al-Karim, biar bermanfaat luas. Wa shallallahu wa sallama ‘ala Rasulillah wal hamdulillahi Rabbil ‘alamin.
[Selesai]
Anda sedang membaca: “Sumber Rujukan dalam Menafsirkan Al-Qur`an”, baca lebih lanjut dari artikel berseri ini:
- Sumber Rujukan dalam Menafsirkan Al-Qur`an (1)
- Sumber Rujukan dalam Menafsirkan Al-Qur`an (2)
- Sumber Rujukan dalam Menafsirkan Al-Qur`an (3)
- Sumber Rujukan dalam Menafsirkan Al-Qur`an (4)
- Sumber Rujukan dalam Menafsirkan Al-Qur`an (5)
***
Penulis: Ust.
Sumber : Muslim.or.id