Monday 23 September 2019

Keimanan Zuhair Bin Abi Sulma Kepada Allah Dan Madah Syairnya Terhadap Haram Bin Sinan (Bagian 2)

Oleh: Nada Thursina*
(Ilustrasi: nojomy.com)
Pada masa Arab Jahiliy, peperangan merupakan sebuah hobi. Perang sudah menjadi sebuah kesibukan, bahkan profesi sehari-hari. Siangnya berperang, kemudian malamnya mereka mabuk-mabukkan. Sementara di sisi lain, batin Zuhair memberontak. Itulah yang menciptakan dirinya istimewa, sehingga isi mu’allaqat Zuhair awet dan merupakan salah satu penyair Arab Jahiliy yang syair-syairnya digantung di dalam Kakbah. 
Zuhair bin Abi Sulma merupakan penyair masa pra-Islam atau era Jahily yang cukup populer pada masanya. Beberapa riwayat menceritakan bahwa Zuhair yakni orang yang beriman kepada Allah. Dalam riwayat yang lain juga disebutkan bahwa sebelum Nabi Muhammad Saw dilahirkan, memang ada sekelompok orang yang masih mengikuti anutan Nabi Ibrahim, sehingga mereka tidak menyembah berhala sama sekali, di antara mereka merupakan garis keturunan atau nasab Nabi Muhammad Saw. ke atas. 




Makanya Nabi sendiri pernah berkata dalam sebuah hadisnya, bahwa Allah memang telah menjaga keturunan Ibrahim, Ismail dan seterusnya hingga mencapai dirinya. Sehingga pesan yang tersirat yang sanggup kita ambil dari hadis nabi tersebut bahwa, nasab Nabi Muhammad itu sangat higienis dan terjaga dari pada penyembahan berhala. Karena jauh sebelum nabi dilahirkan, nur-nya Nabi sudah ada di sulbi mereka terlebih dahulu. Maha suci Allah yang telah menjaga nasab nabi Muhammad Saw. 

Paman Umar bin Khattab yang berjulukan Amru ibn Nufail contohnya. Ia yakni satu-satunya orang jahiliyah yang ketika itu berani menyampaikan di hadapan berhala yang terdapat di sisi depan ka’bah. 

“Aku percaya hanya dengan Allah, dan ini bukan ilahi sama sekali! (sambil menunjuk kepada berhala). Dan saya beriman bahwa di kiamat nanti, akan tiba seorang Nabi. Dan ketika ia datang, saya akan menjadi orang paling pertama yang akan percaya dengannya,” ucap Amru lantang. 

Sayangnya, ketika Nabi Muhammad diangkat menjadi nabi, Amru wafat. Maka ketika Umar dan Khalid menanyakan kepada Nabi Muhammad bagaimana nasibnya orang Jahiliyyah di darul abadi kelak? Rasul menjawab bahwa, mereka sesuai dengan kadar keimanan mereka. Lalu ditanya lagi oleh Umar dengan mengkhususkan  nama Amru bin Nufail. Dengan impulsif nabi menjawab, “Huwa fil jannah”. 

Maka atas dasar jalur kehidupannya Zuhair yang telah kita ceritakan di atas tadi, ya walaupun kita sebagai insan sama sekali tidak bisa menghakimi siapa yang akan masuk nirwana maupun neraka. Namun dalam hal ini, Zuhair termasuk ke dalam golongan orang yang beriman kepada Allah sebelum datangnya risalah Nabi Muhammad. 

Menurut kisah yang diceritakan, pendapat yang paling sahih menyebutkan bahwa ia wafat ketika Nabi sudah lahir, tapi belum diangkat menjadi Rasul. Yang benar-benar sanggup mencicipi nikmat Islam itu yakni kedua anaknya: Bujair dan Ka’ab.

(Ilustrasi Zuhair bin Abi Sulma: ahram.org.eg)
Madah atau Syair Pujian kepada Haram bin Sinan 

بَلِ اِذكُرَن خَيرَ قَيسٍ كُلِّها حَسَباً وَخَيرَها نائِلاً وَخَيرَها خُلُقا 

Ingatkah Kalian semua akan orang terbaik dari suku Qais # terbaik dari segi nasab, hal yang dicapai, dan akhlak 

القائِدَ الخَيلَ مَنكوباً دَوابِرُها قَد أُحكِمَت حَكَماتِ القِدِّ وَالأَبَقا 

Seorang pemimpin pasukan berkuda, yang dibelakang kuda tersebut sudah lengkap semua perlengkapan perang # dan sudah sangat kuat pelananya 

غَزَت سِماناً فَآبَت ضُمَّراً خُدُجاً مِن بَعدِ ما جَنَبوها بُدَّناً عُقُقا 

Dimana ketika pergi bereperang kuda tersebut sangat gemuk namun ketika pulang menjadi sangat kurus # sesudah sebelumnya dipakai dalam keadaan gemuk dan perutnya penuh 

حَتّى يَأُوبَ بِها عوجاً مُعَطَّلَةً تَشكو الدَوابِرَ وَالأَنساءَ وَالصُفُقا 

Ketika pulang di malam hari kuda itu sudah benar-benar mogok # kaki dan otot-ototnya sudah lemah di kulitnya pun sudah banyak ditemukan luka 

يَطلُبُ شَأوَ اِمرِأَينِ قَدَّما حَسَناً نالا المُلوكَ وَبَذّا هَذِهِ السُوَقا 

Layaknya dua orang terpuji di masa sebelumya (ayah dan kakeknya Haram) # mereka berdua menerima posisi raja sebab budpekerti mereka yang baik dan dengan sifat inilah mereka sanggup mengayomi sesama 

هُوَ الجَوادُ فَإِن يَلحَق بِشَأوِهِما عَلى تَكاليفِهِ فَمِثلُهُ لَحِقا 

Dia (Haram) yakni orang yang sangat dermawan, maka kalau seandainya orang bertemu keduanya (haram dan Harits) guna mencari # kebaikan (biaya hidup), maka mereka berdua benar-benar orang yang sempurna untuk ditemui 

أَو يَسبِقاهُ عَلى ما كانَ مِن مَهَلٍ فَمِثلُ ما قَدَّما مِن صالِحٍ سَبَقا 

Ataupun kalau ada orang yang berusaha melampaui mereka berdua, orang-orang tersebut sungguh tidak akan ada yang bisa # sebab apa yang telah diperbuat mereka berdua merupakan hal yang paling baik (yang tak sanggup diperbuat oleh orang lain) 

أشم ّ أَبيَضُ فَيّاضٌ يُفَكِّكُ عَن أَيدي العُناةِ وَعَن أَعناقِها الرِبَقا 

Dia diperumpamakan sebagai orang yang tanpa malu sama sekali sebab kemuliaannya yang melimpah # tangannya suka menolong dan melepaskan leher tawanan dari belenggu 

وَذاكَ أَحزَمُهُم رَأياً إِذا نَبَأٌ مِنَ الحَوادِثِ غادى الناسَ أَو طَرَقا 

Dia yakni orang yang paling didengar pendapatnya # ketika ia berbicara orang akan mengangguk mendegarkan sebab pendapatnya sangatlah lurus 

فَضلَ الجِيادِ عَلى الخَيلِ البِطاءِ فَلا يُعطي بِذَلِكَ مَمنوناً وَلا نَزِقا 

Dia merupakan orang yang paling bahagia memberi sampai-sampai ia menunjukkan kuda terbaiknya # dan ia sama sekali tidak minta dihargai dan tidak mendapatkan jawaban atas apa yang telah diberikannya 

قَد جَعَلَ المُبتَغونَ الخَيرَ في هَرِمٍ وَالسائِلونَ إِلى أَبوابِهِ طُرُقا 

Itu telah menciptakan orang-orang yang ingin mencari kebaikan (harta, nasehat, pendapat) pribadi menemui Haram # dan saking banyaknya para pencari kebaikan yang tiba kepadanya, hingga terbentuklah jalan setapak dari segala penjuru arah yang menuju ke rumahnya 

إِن تَلقَ يَوماً عَلى عِلّاتِهِ هَرِماً تَلقَ السَماحَةَ مِنهُ وَالنَدى خُلُقا 

Seandainya ada satu orang yang bermasalah dengannya (Haram) # maka jawaban yang didapatkan orang tersebut yakni pemberian maaf dan itu benar-benar merupakan sebuah budpekerti yang baik 

وَلَيسَ مانِعَ ذي قُربى وَذي نَسَبٍ يَوماً وَلا مُعدِماً مِن خابِطٍ وَرَقا 

Dan beliau tidak pernah walau sekalipun membedakan antara sobat karib, kerabat, # Atau bahkan orang miskin sekalipun selalu saja ia terima di kediamannya 

لَيثٌ بِعَثَّرَ يَصطادُ الرِجالَ إِذا ما كَذَّبَ اللَيثُ عَن أَقرانِهِ صَدَقا 

Ia diibaratkan mirip seekor singa yang sedang berburu insan # mau berbohong (berbuat salah) mirip apa pun juga tetap dianggap orang yang benar 

يَطعَنُهُم ما اِرتَمَوا حَتّى إِذا اِطَّعَنوا ضارَبَ حَتّى إِذا ما ضارَبوا اِعتَنَقا 

Dalam peperangan Tuan Haram sama sekali tidak takut untuk menjatuhkan lawannya # Ia akan tetap terus melawan kalau ia masih punya kekuatan untuk melawan 

هَذا وَلَيسَ كَمَن يَعيا بِخُطَّتِهِ وَسطَ النَدِيِّ إِذا ما ناطِقٌ نَطَقا 

Beginilah bahwa ia merupakan orang yang benar-benar sadar akan taktiknya # Sehingga ia sanggup diibaratkan sebagai orang yang sangat mahir dalam seni administrasi di medan perang dan pendapatnya benar-benar kuat dan didengarkan 

لَو نالَ حَيٌّ مِنَ الدُنيا بِمَنزِلَةٍ أُفقَ السَماءِ لَنالَت كَفُّهُ الأُفُقا 

Jika seandainya di dunia ini ada sebuah kabilah yang akan mencapai daerah # tertinggi di atas langit, maka si Haram tanpa terlahir dari kabilah terhormat sekalipun, ia akan tetap mencapai kedudukan di atas langit tersebut 

Tahlil/Analisis Kasidah 

Pada madah atau kebanggaan Zuhair kepada rajanya Haram bin Sinan ini, Zuhair menggambarkan Haram bin sinan sebagai sosok orang terbaik dari suku Quraisy. Ketika banyak orang dari suku Quraiys pada ketika itu yang membangga-banggakan nasab dan garis keturunan dari Bapak dan kakeknya sendiri, Zuhair malah lebih menentukan untuk memadah Haram yang menurutnya sangat lebih pantas untuk dipuji. 

Di dalam bait syairnya, Zuhair menjelaskan bahwa Haram bin sinan merupakan sosok pejuang yang sangat berani dan sangat mahir dalam berkuda. Hingga di sana juga ia jelaskan keadaan kudanya, yang ketika pergi badannya sangat gemuk. Namun, sebab saking jauhnya perjalanan untuk berperang, kuda tersebut hingga kurus; rontok rambutnya, mengeras punggungnya sebab yang tersisa hanya tinggal tulang. Pelananya sudah mulai merosot, sebab tulang punggungnya tidak tegak lagi mirip sediakala. Kuda tersebut karenanya tidak stabil, dan mogok ketika pulang. Bahkan, bekas luka akan tebasan pedang pun banyak ditemukan di seluruh tubuhnya. 

Dalam hal ini, Zuhair bukan semata-mata ingin menggambarkan keadaan si kuda. Lebih dari itu, bergotong-royong ada hal yang Zuhair ingin kita pahami dari hanya sekedar kisah miris dari hal ihwal kuda tersebut. Ia ingin membangun imajinasi dan kepekaan kita para pendengar, akan syairnya.

Jika kita benar-benar berpikir kritis dan membayangkan apa yang digambarkan Zuhair perihal si kuda, tentu kemudian akan pribadi terbenak di dalam pikiran kita, “Bila keadaan kudanya saja sudah mirip itu lemahnya, tentu orang yang menunggangnya (Haram) niscaya akan berkondisi lebih parah dari itu.” 

Kemudian di bait selanjutnya, Zuhair membahas akan kemuliaan sosok Haram bin Sinan. Di bait tersebut ia menjelaskan bahwa kemuliaan yang dimilki Haram memang sudah turun temurun adanya. Kakek-kakeknya terdahulu juga sangat mulia, dan tentunya Haram menempuh jalan yang sama mirip yang sudah ditempuh oleh bapak dan kakeknya terdahulu. Ibarat buah jatuh tak jauh dari pohonnya, dan atas kemulian inilah ia kemudian ditinggikan derajatnya oleh manusia. 

Dalam madahnya tersebut, Zuhair tidak pribadi menyebutkan nama Haram bin sinan secara langsung. Melainkan ia menyebutkan kemulian tersebut atas bapak dan kakeknya. Di sana ia menggambarkan bahwa garis keturunannya dari atas memang termasuk ke dalam golongan orang-orang yang sangat mulia jiwanya, tinggi derajatnya. Bahkan, ia meumpamakan sendiri kedudukan mereka melampaui awan, dan bersebelahan dengan bintang-bintang saking tingginya.

Ia (Haram) sangat higienis dari segala kotoran dan aib. Orangnya sangat pemaaf dan praktis memberi. Diibaratkan kebaikannya Haram mirip bahari yang tak pernah habis. Pemberiannya pun tidak pernah sedikit. Jika ada tawanan, ia bebaskan tawanan perang tersebut. Kadang-kadang dibayarkan fidiahnya, kadang–kadang pula dilepaskan begitu saja tanpa syarat. 

Jika ada permasalahan di kaumnya, sangat terlihat kelihaiannya dalam menuntaskan masalah. Ia yakni orang yang sangat telaten dalam menghadapi setiap permasalahan. Maka oleh sebab itulah, kemudian kedudukan Haram sangat ditinggikan di kalangan kaumnya. Sehingga banyaklah timbul kebanggaan kepadanya. 

Kemudian dijelaskan bahwa kedua tangannya sangat dermawan. Semua insan menyebabkan ia sebagai panutan dan semua orang tiba kepadanya untuk mengadu akan permasalahan yang dihadapi baik dari segi harta maupun nasehat dari segala penjuru dan pelosok. Semua orang akan mencari jalan dan cara semoga sanggup berkesempatan duduk di depan pintu rumahnya. 

Saking dermawannya seorang Haram, segala penjuru luar rumahnya kemudian terbentuk jalanan setapak. Itu merupakan sebuah bukti bahwa memang berbagai orang yang mengunjungi rumahnya. Keloyalan sudah menjadi karakternya, dan kemuliaan merupakan tabiatnya. Dan yang namanya sudah menjadi karakter, hal-hal tersebut tidak akan pernah bisa lepas darinya. Bahkan dalam keadaan miskin pun, kemuliaan itu tidak akan pernah hilang.

Jika tiba kepadanya seorang yang susah, Haram akan menunjukkan apapun, meski ia pun dalam keadaan susah. Dalam keadaan sulit saja, Haram akan mengorbankan apapun untuk menolong orang. Apalagi kalau seandainya ia dalam keadaan sedang punya. Tidak pernah sekalipun Haram menolak orang yang meminta, baik itu merupakan kerabat maupun tidak. Ia sama sekali tak pandang bulu. 

Jika tadi kita berbicara dari sisi kemuliaan, kini berlanjut ke sisi keberanian Haram dalam medan perang dan menghadapi musuh. Sehingga ia diibaratkan mirip seekor singa. Tidak pernah sekali pun ia gentar dalam menghadapi seseorang. Ia tidak pernah melemah dan tidak pernah ada keraguan dalam dirinya. Begitu juga dalam hal memanah, ia jagonya. Dan kalau bermain dengan pedang, leher orang bisa saja putus di tangannya. Singkat cerita, di dalam segala bidang semua bidang Haramlah jagonya.

Baca juga: Mengenal Penyair Hebat Imru' Al-Qais, Raja Sesat dari Najd

Inti kasidah yang pertama menceritakan perihal karam (akhlaq) yang dimilki Haram, yang kedua perihal sujja’ah (keberaniannya) dalam berperang, dan yang ke tiga, perihal kefasihannya dalam berbicara. Ketika Haram berdiri di tengah-tengah nadi (perkumpulan) kaumnya, kalamnya Haramlah yang selalu didengarkan dan dijadikan dalil dan hujjah, saking sangat kuat kedudukannya dalam masyarakat. Perlu dicatat pula bahwa ‘ajam (lawan dari fasih) sama sekali tak pernah terdengar dari kalamnya. Artinya kalam Haram benar-benar fasih, dan benar-benar terbebas dari ‘uyub (aib).[] 

*Penulis yakni mahasiswi Al-Azhar Jurusan Bahasa dan Sastra Arab. Artikel di atas disarikan dari kitab “Nusus Adab Jahiliy Fil Asri Jahiliy” yang merupakan diktat kuliah Jurusab Bahasa dan Sastra Arab, Universitas Al-Azhar Kairo.
banner
Previous Post
Next Post