Syaikh Sholeh Al-Fauzan ḥafiẓahullāh menjelaskan bahwa keseluruhan surat Az-Zumar mengandung penetapan kepercayaan yang benar dan pemberantasan kesyirikan yang dahulu mengakar di kalangan kaum musyrikin. Di antaranya yaitu ayat ke-38 dari surat ini. Allah menetapkan di dalam ayat yang agung ini, keyakinan perihal tauhid dan kebatilan syirik.
Allah berfirman,
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ ۚ قُلْ أَفَرَأَيْتُمْ مَا تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ أَرَادَنِيَ اللَّهُ بِضُرٍّ هَلْ هُنَّ كَاشِفَاتُ ضُرِّهِ أَوْ أَرَادَنِي بِرَحْمَةٍ هَلْ هُنَّ مُمْسِكَاتُ رَحْمَتِهِ ۚ قُلْ حَسْبِيَ اللَّهُ ۖ عَلَيْهِ يَتَوَكَّلُ الْمُتَوَكِّلُونَ
“Dan sungguh kalau engkau bertanya kepada mereka siapakah yang membuat langit dan bumi? Niscaya mereka menjawab Allah. Katakanlah (hai Nabi Muhammad kepada orang-orang musyrik) terangkanlah kepadaku perihal apa yang kalian sembah selain Allah, kalau Allah hendak mendatangkan kemadharatan kepadaku, apakah sesembahan-sesembahan itu sanggup menghilangkan kemadharatan itu? Atau kalau Allah menghendaki untuk melimpahkan suatu rahmat kepadaku apakah mereka bisa menahan rahmat-Nya? Katakanlah cukuplah Allah bagiku, hanya kepada-Nyalah orang-orang yang berserah diri bertawakkal”(QS. Az-Zumar: 38).
Kandungan QS. Az-Zumar: 38
Dalam ayat yang agung ini, Allah mengabarkan perihal pengukuhan orang-orang musyrik terhadap keesaan Allah dalam Rububiyyah-Nya, kemudian Allah perintahkan kepada Rasul-Nya Muhammad ﷺ untuk mengingkari peribadatan kepada sesembahan-sesembahan selain Allah yang mereka lakukan, dengan mempertanyakan kepada mereka apakah sesembahan-sesembahan tersebut bisa mendatangkan manfaat atau menolak bahaya.
Di dalam ayat ini, Allah tidak menyebutkan balasan mereka, lantaran setiap orang yang lurus fitrahnya, tentu telah memahami balasan dari pertanyaan yang bernuansa pengingkaran tersebut. Jadi, mereka sebenarnya mengakui bahwa sesembahan-sesembahan tersebut tidaklah bisa sedikitpun melakukannya.
Rasul-Nya ﷺ diperintahkan untuk menyerahkan urusan dan bertawakkal hanya kepada-Nya saja, lantaran Dia lah satu-satunya Yang Maha Kuasa mendatangkan manfaat dan menolak bahaya. Dia lah yang mecukupi hamba-hamba-Nya yang bertawakkal kepada-Nya saja.
Lalu kalau demikian ketidakmampuan sesembahan-sesembahan tersebut dalam mendatangkan manfaat atau menolak bahaya, maka jelaslah kebatilan peribadatan mereka kepada sesembahan-sesembahan selain Allah.
Kesimpulan
Ayat yang agung ini mengatakan bahwa mendatangkan manfaat atau menolakbahaya termasuk kekhususan Allah, sehingga tiada satupun dari sesembahan-sesembahan selain Allah yang bisa melakukannya. Dengan demikian, meminta dan mengharap kepada mereka bukanlah sesuatu yang terbukti sebagai sebab, baik ditinjau dari sisi syar’i ataupun qadari. Hal ini merupakan suatu bentuk kesyirikan.
Oleh lantaran itulah, dari ayat ini sanggup diambil sebuah hukum, yaitu seseorang yang mengambil sesuatu yang tidak terbukti sebagai sebuah sebab, baik secara syar’i ataupun qadari, maka ia terjatuh kedalam kesyirikan, lantaran hatinya bersandar kepada selain Allah, seperti halnya pemakai jimat. Pemakai jimat berkeyakinan bahwa jimat itu merupakan alasannya yaitu yang benar, padahal sebenarnya jimat bukanlah suatu alasannya yaitu yang bisa dibuktikan secara syar’i dan bukan pula suatu alasannya yaitu yang bisa dibuktikan secara qadari. Hal ini berakibat hatinya bersandar kepada jimat tersebut, sehingga iapun terjatuh kedalam kesyirikan.
[bersambung]
***
[serialposts]
Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah
Sumber : Muslim.or.id